Connect with us

Nasional

Guru Besar UIN Cirebon Dorong Revisi UU Kepolisian Sebelum Terbitkan PP ASN–Polri

Published

on

Jakarta, pantausidang- Guru Besar Hukum UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, Prof Dr Sugianto, mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk mengusulkan percepatan revisi UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Ia menilai, Presiden Prabowo segera memerintahkan kepada bawahannya sebelum penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai tindak lanjut UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) diterbitkan.

Menurutnya, meskipun pembentukan PP sebagai aturan pelaksana kedua undang-undang tersebut penting dan mendesak, revisi UU Kepolisian menjadi krusial guna menghindari multitafsir hukum di tengah publik dan aparatur negara.

“Pemerintah memang perlu mempercepat pembentukan PP sebagai implementasi UU Kepolisian dan UU ASN. Namun jangan lupa, UU Nomor 2 Tahun 2002 perlu direvisi terlebih dahulu dengan memasukkan pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXI/2025, khususnya terkait uji materi Pasal 28,” ujar Sugianto kepada pantausidang.com Senin (22/12/2025).

Putusan MK Perlu Diakomodasi

Ia menjelaskan, putusan MK Nomor 114/PUU-XXI/2025 pada prinsipnya melarang perwira tinggi (PATI) Polri aktif menduduki jabatan sipil, namun sekaligus membuka ruang pengecualian sepanjang mengikuti mekanisme yang diatur dalam UU ASN.

Dalam konteks ini, UU Nomor 20 Tahun 2023 Pasal 19 menyebutkan bahwa jabatan ASN tertentu dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri, dengan syarat harus melalui mekanisme seleksi terbuka (open bidding) untuk Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama maupun Madya, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen ASN.

“Artinya, anggota Polri atau PATI aktif masih dimungkinkan menduduki jabatan di kementerian/lembaga sipil, namun tidak otomatis, melainkan harus melalui seleksi terbuka dan kompetitif sesuai sistem merit,” jelasnya.

Sugianto memandang, apabila PP dibentuk tanpa terlebih dahulu merevisi UU Kepolisian, akan terjadi ketidaksinkronan norma antara UU Kepolisian, UU ASN, dan Putusan MK.

Kondisi ini, lanjut Sugianto, berpotensi menimbulkan multitafsir hukum, baik di tingkat pelaksana kebijakan maupun di ruang publik.

“PP tidak boleh bertentangan atau melampaui undang-undang. Jika UU Kepolisian belum direvisi, maka PP justru rentan digugat dan diperdebatkan secara hukum,” tegasnya.

Sugianto pun menyarankan, agar pemerintah dan DPR selaku pembentuk undang-undang untuk memprioritaskan revisi UU Nomor 2 Tahun 2002, kemudian diikuti dengan pembentukan PP.

Regulasi tersebut, secara spesifik mengatur jabatan sipil tertentu yang dapat diisi anggota Polri aktif. Kemudian, syarat, mekanisme seleksi, dan pembatasan kewenangan, dan penegasan prinsip netralitas dan profesionalitas Polri.

“Langkah tersebut, akan memberikan kepastian hukum, mencegah polemik berkepanjangan, serta memperkuat tata kelola pemerintahan berbasis sistem merit,” pungkas alumni IKAL PPRA LIV Lemhannas RI 2016 itu. *** (AAY)

Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Advertisement

Facebook

Setahun Kemenkum

Tag

Trending