Connect with us

Nasional

Menjaga ‘api’ ingatan tragedy kemanusiaan Mei 1998

Peneliti sejarah, Ita Fatia Nadia melihat perlunya menjaga ‘api’ ingatan Kerusuhan Mei 1998, kerusuhan rasial etnis Tionghoa yang notabene tragedy kemanusiaan


“Apapun alasannya, saya harus datang, walaupun keesokan harinya (tgl 13/5) saya sudah harus berangkat ke Belanda. Saya tetap berangkat dari Yogyakarta ke Semarang, setelah itu ke Jakarta (bandara Soekarno Hatta, Cengkareng) dan terbang ke Belanda,” kata Ita F. Nadia.


Bahkan ada pembuat film, yakni Andrea (berlatar belakang Tionghoa) hadir di Semarang untuk pembuatan film dokumenter.

Produsernya, Mandy Marahimin yang ibunya keturunan Tionghoa (bekerja sebagai chef masakan Tionghoa). Andrea dan Mandy bekerjasama menyutradarai film dokumenter dan pribadinya sangat concern dengan peristiwa kemanusiaan Mei 1998.

“Saya juga berharap generasi millennial, anak-anak muda Tionghoa agar tidak melupakan kewajiban untuk tetap menjaga ‘api’ (ingatan terhadap kerusuhan berdarah Mei 1998. Sehingga peristiwa yang sama tidak akan terulang lagi,” kata Ita F. Nadia.


Ibunya almarhum Ita, (yakni) ibu Wiwin sengaja datang (dari Surabaya) ke Semarang, hadir dan berdoa. Ini pertama kali, ibu Wiwin sebagai bhiksuni kembali mendoakan anaknya, Ita Martadinata.


Karena selama ini, keduanya sangat dekat dan sering komunikasi. Ibu Wiwin sempat mengalami depresi, tapi sekarang sudah mulai baik karena hidup sendiri di biara menjadi bhiksuni.

“Dia terbantu (pemulihan). Pada acara peringatan di Semarang (12/5), pertama kali, dia mendoakan anaknya, alm. Ita Martadinata,” kata Ita F. Nadia.


Ia mengaku masih ingat beberapa aktivis Posko Buddhis (Tim Relawan untuk Kemanusiaan/TRUK, didirikan oleh Romo Sandyawan) terutama Apong Tamora yang membawa ibu Wiwin pertama kali ke secretariat Kalyanamitra (Kelompok studi gender Surakarta.

Para aktivisnya antara lain Sita Aripurnami, Ita F Nadia, Mira Diarsi, Lies Marcoes, Yuyud, Sekar Pireno). Dari Posko (Komunitas) Buddhis, ibu Wiwin terdorong aktif di Kalyanamitra. Selanjutnya, ibu Wiwin datang sendiri.

“Waktu mau ke Amerika (bersama alm. Ita Martadinata) untuk memberi kesaksian, bersama beberapa tokoh Buddhis, kami sempat rapat di Wihara Ekayana Graha (Jl. Mangga Dua, Tanjung Duren). Inisiatif awal dari Setiawan Liu, Apong Tamora,” kata Ita F. Nadia.***

Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.

Laman: 1 2

Continue Reading
Advertisement

Facebook

Advertisement

Tag

Trending

Open chat
1
Butuh Bantuan?
Hello 👋
Ada yang bisa saya bantu?
Pantausidang.com
×

Assalamualaikum wrb

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× Hubungi Kami