Connect with us

Penyidikan

Modus Korupsi Rp900 Miliar Kredit PT Petro Energy di LPEI

PT Petro Energy menerima kredit USD60 juta atau setara sekitar Rp900 miliar dari LPEI dalam tiga tahap pada Oktober 2015–September 2027

Published

on

Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo (kiri) dan Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto (kanan) saat konferensi pers, Senin (3/3/2025). Foto: Sabir Laluhu.

Kesepakatan Empat Tersangka

Mengapa LPEI tetap memberikan kredit lanjutan kepada PT Petro Energy? Budi menjelaskan, sebelum proses pemberian kredit dari LPEI kepada PT Petro Energy ternyata sudah lebih dulu ada pertemuan antara tersangka Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI dan tersangka Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana IV LPEI dengan tersangka Newin Nugroho selaku Direktur Utama PT Petro Energy dan tersangka Jimmy Masrin selaku Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal merangkap Komisaris Utama PT Petro Energy di kantor PT Petro Energy.

“Dan mereka bersepakat bahwa untuk proses pemberian kredit itu akan dipermudah yaitu sebesar pada saat itu janjinya sebesar kurang lebih Rp1 triliun,” tegasnya Budi.

“Hal ini (kesepakatan) mereka lakukan dengan kemudian direktur LPEI yang mempunyai kewenangan memberikan persetujuan memberikan kredit itu memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan karena kondisi keuangannya (PT Petro Energy) yang tidak baik,” sambung Budi.

Selain itu, kata Budi, PT Petro Energy juga memalsukan purchase order dan invoice-invoice tagihan yang kemudian PT Petro Energy gunakan untuk mencairkan kredit di LPEI. Dokumen-dokumen palsu tersebut bahkan sudah terkonfirmasi dari keterangan saksi-saksi, dokumen-dokumen yang KPK miliki, dan barang bukti elektronik hasil cloning dari device-device yang KPK temukan baik komputer maupun percakapan via handphone.

“Semuanya ter-record bahwa itu semua invoice maupun purchase order yang dibuat oleh PT PE (PT Petro Energy) untuk mencairkan kredit itu adalah palsu ataupun fiktif,” ungkapnya.

Modus berikutnya, dalam proposal PT Petro Energy tercantum bahwa tujuan memproduksi kredit adalah untuk berusaha atau untuk bisnis bahan bakar solar. Tetapi faktanya, Budi berujar, PT Petro Energy melakukan side streaming. Artinya, PT Petro Energy mempergunakan kredit yang perusahaan peroleh dari LPEI bukan untuk bisnis solar tetapi untuk berinvestasi ke usaha yang lain.

“Dan ini sebenarnya sudah diketahui oleh para direksi LPEI, namun dikarenakan dari awal mereka sudah bersepakat hal tersebut tidak pernah diindahkan,” bebernya.

Budi menekankan, dari berbagai perbuatan melawan hukum seperti terurai di atas kemudian KPK telah melakukan koordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit perhitungan kerugian negara. Dari hasil audit BPKP, kerugian keuangan negara sementara pemberian kredit LPEI kepada PT Petro Energy sekitar USD60 juta atau setara Rp900 miliar.

“Kemudian terkait dengan asset recovery-nya, kami akan memaksimalkan semaksimal mungkin terkait dengan pengembalian kurang lebih USD60 juta ini. Dalam proses, insya Allah akan bisa ter-cover seluruhnya untuk kita kembalikan kepada negara kurang lebih Rp900 miliar. Sejauh ini memang secara perhitungan belum bisa mencapai. Namun, kami yakin itu akan tercapai, USD60 juta itu akan ter-cover semua,” ucap Budi. *** Sabir Laluhu

Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.

Laman: 1 2

Advertisement

Facebook

Tag

Trending