Connect with us

Dakwaan

Hakim Non-aktif Djuyamto Didakwa Terima Suap Rp9,5 Miliar

Published

on

Jakarta, pantausidang- Hakim non-aktif Djuyamto didakwa menerima suap sebesar Rp9,5 miliar terkait vonis lepas dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.

“Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan surat dakwaannya, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (21/8/2025).

Perkara vonis lepas ini melibatkan tiga korporasi besar yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa ada empat hakim dan satu Panitera Pengganti yang menerima suap dalam perkara ini. Total suap yang diterima mencapai 2,5 juta Dolar AS atau sekitar Rp40 miliar. Uang tersebut dibagi dalam dua tahap, termasuk kepada Djuyamto.

Pada tahap pertama, Djuyamto menerima Valas pecahan Dolar AS dan Dolar Singapura senilai Rp1,7 miliar. Tahap kedua, Djuyamto menerima pecahan Dolar AS senilai Rp7,8 miliar. Dengan demikian, total yang diterima Djuyamto sebesar Rp9,5 miliar.

Selain Djuyamto, dua hakim anggota juga diduga menerima uang suap dalam kasus ini. Mereka adalah Hakim Agam Syarief Baharudin dan Hakim Ali Muhtarom, masing-masing menerima Rp6,2 miliar.

Selain tiga hakim, pihak korporasi juga menyuap eks ketua PN Jaksel yang pernah menjabat sebagai wakil ketua PN Jakpus, Muhammad Arif Nuryanta, dan Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan. Arif diketahui menerima uang suap senilai Rp15,7 miliar, sementara Wahyu menerima Rp2,4 miliar.

JPU membeberkan bahwa suap tersebut bertujuan memengaruhi tiga hakim yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom, untuk menjatuhkan vonis lepas terhadap tiga korporasi yang terlibat dalam korupsi ekspor CPO sepanjang Januari hingga April 2022.

“Supaya menjatuhkan putusan lepas atau onslag van rechtsvervolging,” ucap JPU.

Atas perbuatannya, Djuyamto didakwa melanggar Pasal 12 huruf c, Pasal 6 ayat 2, atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebelumnya, dalam tahap tuntutan, Kejaksaan Agung menuntut ketiga korporasi membayar uang pengganti dengan nilai fantastis, di antaranya, Wilmar Group sebesar Rp11,8 triliun, Musim Mas Group Rp4,89 triliun, dan Permata Hijau Group: Rp937,55 miliar.

Total kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp17,7 triliun. Namun, pada Maret 2025 majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarief Baharudin justru memutus vonis lepas (ontslag) terhadap ketiga korporasi tersebut.

Keputusan itu langsung direspons jaksa dengan pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung. Seiring dengan langkah hukum tersebut, Kejaksaan Agung melakukan penyidikan lanjutan dan menetapkan ketiga hakim sebagai tersangka kasus suap. *** (AAY)

Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Advertisement

Facebook

Coaching Clinic KUHP by Forwaka

Tag

Trending