Penyidikan
KPK Bingung Dana CSR BI Harus Izin Komisi XI DPR

Jakarta, pantausidang- Komisi Pemberantasan Korupsi tengah mendalami alasan pemberian dana corporate social responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada Komisi XI DPR periode 2019-2024.
Dugaan adanya unsur saling menguntungkan membuat Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merasa ganjil dalam proses tersebut.
Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, pihaknya masih mempersoalkan alasan dana CSR harus melalui anggota Komisi XI DPR.
“Pertanyaan besar bagi kami adalah kenapa harus melalui anggota Komisi XI? Itu yang akan kami ungkap dalam penanganan perkara ini,” kata Asep, Jumat (8/8/2025).
Untuk itu, KPK berencana mendalami motif lain di balik pemberian dana CSR BI dan OJK tersebut ke anggota Komisi XI DPR. Dari pengakuan salah satu tersangka, Satori, disebutkan bahwa mayoritas anggota Komisi XI DPR periode tersebut menerima dana CSR ini.
“Apakah dana itu terkait dengan masalah penganggaran? Itu juga sedang kami dalami,” tuturnya.
Kini, lembaga antirasuah tengah mendalami kasus tersebut dengan memanggil dua mantan Deputi Bank Indonesia.
Mereka adalah Irwan selaku mantan Deputi Direktur Departemen Hukum Bank Indonesia, dan Erwin Haryono selaku mantan Deputi Direktur Departemen Hukum Bank Indonesia.
“Hari ini Jumat (8/8), KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi atas nama IW (Irwan) dan EH (Erwin Haryono). Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya.
Sebagai informasi, KPK sudah menetapkan dua anggota DPR sebagai tersangka dalam kasus tersebut, yakni Satori dari Fraksi Partai Nasdem dan Heri Gunawan dari Fraksi Gerindra.
KPK menduga, keduanya menggunakan dana CSR tidak sesuai peruntukannya. Total gratifikasi yang diduga diterima kedua tersangka mencapai Rp28,38 miliar.
Rinciannya, Heri Gunawan menerima sebesar Rp15,8 miliar dan Satori sebesar Rp12,52 miliar. KPK menyebutkan bahwa Heri Gunawan memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan pribadi, seperti membangun rumah, mengelola outlet minuman, hingga membeli tanah dan kendaraan.
Sementara, Satori menggunakan dana tersebut untuk deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, dan pembelian kendaraan.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 12 B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, serta UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-(1) KUHP. *** (AAY)
Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.
-
Saksi3 minggu ago
Kasus Pengadaan EDC BRI, KPK Panggil Dirut PT Genius Solusi Marpala
-
Nasional4 minggu ago
Kekuatan Cerita, Mindful Reading, dan Seni sebagai Ruang Aman Bagi Anak Tumbuh
-
Niaga4 minggu ago
Kasasi Berjalan, PT Bali Ragawisata Keberatan atas Status Pailit
-
Niaga3 minggu ago
PKPU PT Bara Prima Mandiri Jadi Alarm Risiko Sistemik Investasi Tambang