Connect with us

Penyidikan

KPK Periksa Direksi PT Qualita Indonesia, terkait Pengadaan EDC BRI

Published

on

Pemeriksaan kepada Lea Djamilah sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, terkait dugaan korupsi pada pengadaan mesin EDC di BRI senilai Rp 2,1 triliun.

Jakarta, pantausidang – Direktur PT Qualita Indonesia, Lea Djamilah Sriningsih, diperiksa KPK terkait penyidikan kasus dugaan korupsi
proyek pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) untuk periode 2020–2024.

Ia datang pada pukul 8.57 WIB, langsung menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav. K4, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan. Senin 4 Agustus 2025.

Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut Lea dipanggil sebagai saksi guna memperdalam konstruksi perkara, baik secara teknis maupun administratif proyek pengadaan EDC BRI.

Selain Lea, penyidik sebelumnya juga telah memeriksa sejumlah pihak lain dari vendor atau perusahaan swasta lainnya diantaranya PT NEC, PT Yaksa Harmoni Global.

Kasus ini bermula dari pengadaan mesin EDC BRI senilai total Rp 2,1 triliun dalam dua skema: beli putus dan sewa (Full Managed Services/FMS), sepanjang periode tahun 2020 hingga 2024. Dugaan sementara nilai kerugian negara dari praktik ini mencapai Rp 744–744,5 miliar, atau sekitar 33 % dari nilai total anggaran proyek .

KPK telah menetapkan sebanyak lima orang, terdiri dari mantan pejabat BRI dan pihak vendor, yaitu ;

Eks Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto , Eks Direktur Digital, Teknologi Informasi & Operasi BRI (kini Dirut Allo Bank), Indra Utoyo

Eks SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI, Dedi Sunardi

Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi (PCS), Elvizar serta Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi (BIT) , Rudy Suprayudi Kartadidjaja.

Modus dan Kronologi Kasus

Bermula pada pertemuan informal sejak 2019 antara pejabat BRI (Catur, Indra) dan vendor untuk menunjuk supplier tanpa prosedur lelang terbuka

Pembatasan uji kelayakan teknis (proof of concept) hanya bagi dua merek tertentu (Sunmi dan Verifone), meski tersedia merek lain seperti Nira, Ingenico, dan Pax

Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dari data vendor yang telah dipilih ada dugaan terjadi mark‑up harga proyek

Kemudian dugaan adanya pemberian gratifikasi atau keuntungan ilegal kepada pejabat BRI: misalnya Catur menerima sepeda dan dua ekor kuda senilai Rp 525 juta;

Dedi menerima sepeda Cannondale sekitar Rp 60 juta; Rudy menerima uang senilai Rp 19,72 miliar dari pihak Verifone Indonesia.

Penghitungan kerugian negara sementara mencapai Rp 744 miliar dengan menggunakan metode real cost, yaitu membandingkan biaya HPS dengan harga aktual yang dibayarkan kepada vendor. *** (Red).

Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.

Advertisement

Facebook

Coaching Clinic KUHP by Forwaka

Tag

Trending