Connect with us

Tuntutan

Perkara Korupsi Ore Nikel, Boss PT Lawu Agung Mining Dituntut 6 Tahun Penjara

Published

on

Suasana sidang Pengadilan Tipikor Jakarta terkait perkara Ore Nikel Mandiodo (dok)

Jakarta, pantausidang- Pemilik PT Lawu Agung Mining (LAM) Windu Aji Sutanto dituntut enam tahun penjara denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) meyakini, terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus dugaan korupsi pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo Konawe, Sulawesi Tenggara.

“Menyatakan kepada terdakwa Windu Aji Sutanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana

sebagai orang yang melakukan dan turut serta melakukan perbuatan menempatkan, mengalihkan, mentransfer dan membayarkan, menghibahkan, menitipkan membawa ke luar negeri, mengubah bentuk dengan mata uang atau surat berharga,” tutur jaksa saat membacakan tuntutannya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (13/8/2025).

Dalam pertimbangannya, Terdakwa Windu Aji tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

“Terdakwa dalam tindak pidana asal terbukti menikmati uang hasil korupsi dan dibebani uang pengganti sebesar Rp135.830.898.026 (miliar) dan Terdakwa belum mengembalikan uang hasil korupsi yang dinikmatinya,” terang jaksa.

Jaksa mengatakan hanya ada satu pertimbangan meringankan tuntutan Windu, yakni bersifat sopan selama persidangan.

Jaksa menilai, Windu Aji bersalah melakukan TPPU sesuai dakwaan primer Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain Windu Aji, JPU juga menuntut Pelaksanaan Lapangan PT LAM Glen Ario Sudarto. Glen dituntut lima tahun penjara denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.

JPU menilai, Glen terbukti melakukan tindak pidana bersama dengan Windu Aji.

“Menyatakan terdakwa Glenn Ario Sudarto. Terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagai orang yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan atau mendapatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, membawa ke luar negeri, mengubah, bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atau sarta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak bidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul hata kekayaan,” terang JPU.

Jaksa meyakini, Glen terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 sebagaimana dakwaan kesatu.

Dalam dakwaan dijelaskan, para terdakwa telah menyembunyikan atau menyamarkan asal usul kekayaannya yaitu hasil penjualan ore nikel yang berasal dari Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Antam, Tbk, blok Mandiodo-Lasolo-Lalindu, provinsi Sulawesi Tenggara.

Hasil penjualan ore nikel ini disebut, merupakan tindak pidana korupsi karena Windu dan Glen melakukan sejumlah rekayasa untuk mengaburkan hasil penjualan.

Jaksa memaparkan, Glen mendirikan PT LAM bersama Tan Lie Pin sesuai akta pendirian tertanggal 21 Januari 2020. Kemudian, Glen menjabat sebagai direktur PT LAM, sementara Tan Lie sebagai komisaris.

Sementara itu, kata Jaksa, Windu yang menjadi salah satu pemegang saham PT Khara Nusa Investama membeli saham PT LAM sebanyak 1.900 lembar saham.

Menurut jaksa, nilai per lembarnya sebesar Rp1.000.000 sehingga PT Khara Nusa Investama memiliki sebanyak 95 persen saham. Di sisi lain, PT LAM merupakan anggota Kerja Sama Operasi (KSO) Mandiodo-Tapunggaya-Tapumea untuk mengelola pertambangan di Blok Mandiodo-Tapunggaya-Tapumea milik PT Antam.

Dalam pelaksanaan proyek ini, Glen selaku pelaksana PT LAM disebut berperan aktif melakukan penambangan ore nikel dan penjualan ke pihak lain.

“Padahal, hasil penambangan yang dilakukan PT LAM seharusnya langsung diserahkan ke PT Antam bukan untuk dijual,” tutur JPU.

Glen juga disebut membeli dokumen PT Kabaena Kromit Pratama (PT KKP) dari Andi Adriansyah alias Iyan dan dokumen PT Tristaco Mineral Makmur (PT TMM) melalui Rudy Hariyadi Tjandra dengan harga antara 3 sampai dengan 5 dollar Amerika Serikat per metrik ton.

“Tindakan ini, membuat seolah-olah ore nikel tersebut berasal dari Wilayah IUP PT KKP dan PT TMM, sehingga ore nikel tersebut dapat dijual kepada pihak lain,” ungkapnya.

Jaksa menerangkan, Glen meminta Tan Lie membuka rekening atas nama orang lain pada periode Desember 2021-Januari 2022. Tujuannya, menampung pengiriman uang hasil keuntungan penjualan ore nikel.

Atas perintah Tan Lie, rekening itu dibuat atas nama Supriono dan Opah Erlangga Pratama yang merupakan office boy (OB) di PT LAM untuk membuat rekening. Adapun Glenn melakukan kontrak kerja sama dengan 38 perusahaan dan beberapa perusahaan lain tanpa kerja sama.

Namun, untuk masuk dan melakukan penambangan harus dengan persetujuan Glen. Jaksa mengungkapkan bahwa total penjualan ore nikel ilegal itu sebesar Rp 135,8 miliar.

Glen meminta hasil penjualan itu tak dikirimkan ke PT LAM melainkan ke rekening Supriono dan Opah Erlangga. Jaksa menduga, sebagian besar uang keuntungan hasil penjualan ore nikel yang dikirim ke rekening Supriono dan Opah kemudian ditarik secara tunai. Setelahnya, baru ditransfer ke rekening PT LAM.

Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Advertisement

Facebook

Coaching Clinic KUHP by Forwaka

Tag

Trending