Connect with us

Pledoi

Pledoi Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi: Saya Tidak Korupsi Tapi Ada Kriminalisasi Aksi Korporasi

Published

on

Jakarta, pantausidang– Mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi, membacakan nota pembelaan alias pledoi pribadinya yang berjudul “Mari Hentikan Kriminalisasi dan Framing Korupsi pada Profesional BUMN Negeri Ini”.

Dalam pledoinya, Ira menilai bahwa tuduhan kerugian negara yang disampaikan jaksa adalah hasil rekayasa dan framing yang tidak berdasar.

Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa dirinya tidak pernah melakukan korupsi dalam proses akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) senilai Rp1,272 triliun.

“Kapal Royal Nusantara berbobot 6.000 GT dengan valuasi Rp121 miliar dihargai hanya Rp12,4 miliar sebagai besi tua. Itu tidak masuk akal,” ujar Ira di hadapan majelis hakim saat membacakan nota pembelaannya, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/11/2025).

Menurutnya, penilaian aset yang dijadikan dasar dakwaan dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki sertifikat penilai publik, sehingga hasilnya tidak sah secara hukum.

Ia menegaskan bahwa kapal-kapal PT JN masih produktif dan layak laut, bukan besi tua seperti yang disebut dalam dakwaan.

Dalam pembelaannya, Ira menyebut akuisisi PT JN justru memberikan keuntungan besar bagi negara. ASDP, lanjut Ira, memperoleh 53 kapal dengan izin komersial lengkap hanya dengan nilai Rp1,272 triliun, sementara total aset kapal yang diperoleh mencapai Rp2,09 triliun.

“ASDP mendapat perusahaan utuh dengan aset kapal bernilai Rp2,092 triliun hanya seharga Rp1,272 triliun. Secara nominal, ASDP dan negara justru untung,” tandasnya.

Selain itu, Ira mengaku bahwa selama menjabat Dirut PT ASDP, telah membantu pemerintah. Sebab menurutnya, akuisisi PT JN memperkuat posisi ASDP dalam menjaga layanan penyeberangan di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) yang kerap tidak tersubsidi oleh pemerintah.

Ira juga membantah narasi jaksa yang menyebut dirinya telah bersekongkol dengan pemilik JN sejak 2017. Sebab, kata Ira, seluruh proses akuisisi dilakukan secara transparan, profesional, dan disertai pendampingan lembaga resmi seperti Badan Pengawas Keuangan (BPK) RI dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Semua dakwaan itu adalah hasil framing yang memutarbalikkan fakta. Saya tidak pernah melakukan perbuatan melawan hukum,” tutur Ira menegaskan.

Ira mengklaim bahwa yang dibeli perusahaannya pada saat itu bukan kapal, melainkan saham perusahaan yang sedang beroperasi.

“Bila benar telah terjadi dugaan tindakan pidana korupsi, penyelidikan yang sudah berjalan sekitar 1,5 tahun tentunya telah menemukan buktinya,” sebutnya.

Ira menganggap bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak pernah menemukan bukti rasuah yang menjeratnya bersama dengan dua rekan kerjanya, eks Direktur Komersial dan Pelayanan Muhammad Yusuf Hadi serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan, Harry Muhammad Adhi Caksono.

“Bukankah semestinya perkara ini dihentikan? Namun justru perkara ini dinaikkan ke tahap penyidikan dan saya ditetapkan sebagai salah satu tersangka,” ucapnya.

Ira pun turut memaparkan berbagai prestasi dan inovasi selama masa kepemimpinannya, di antaranya, Digitalisasi tiket di 35 pelabuhan ASDP dan 19 pelabuhan non-ASDP, Penerapan Ship Management System (SMS) dan sistem pengawasan bahan bakar (SIEMON).

Kemudian, Pembangunan dermaga Merak yang terbengkalai selama 18 tahun, Peluncuran layanan eksekutif Merak–Bakauheni yang memberi kontribusi laba signifikan, Revitalisasi pelabuhan dan kapal agar lebih bersih dan nyaman,

Lalu, Pembangunan gedung kantor pusat berkonsep green building, Pengembangan kawasan wisata terpadu Labuan Bajo dan Bakauheni Harbour City.

“Kami bekerja dengan filosofi for the best interest of the company. Semua dilakukan demi kepentingan terbaik ASDP dan masyarakat,” ujarnya.

Di bagian akhir pledoi, Ira menyoroti fenomena kriminalisasi terhadap profesional BUMN yang bekerja dengan integritas. Ia mengatakan kasus yang menjeratnya serupa dengan apa yang pernah dialami RJ Lino (Pelindo), Karen Agustiawan (Pertamina), dan Nur Pamudji (PLN).

“Profesional yang bekerja dengan hati dan integritas kini justru dijadikan sasaran. Fitnah seperti ini lebih keji dari pembunuhan,” ujarnya dengan suara bergetar.

Ia pun menutup pledoinya dengan kisah haru tentang perjalanan hidupnya dan nilai kejujuran yang diwariskan ayahnya.

“Saya tidak pernah memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri sendiri. Saya hanya ingin bekerja jujur dan memberi yang terbaik bagi negeri,” tuturnya.

Sementara itu, penasehat hukum terdakwa Ira Puspadewi, Soesilo Aribowo, menyatakan bahwa perkara ini seharusnya tidak dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.

Menurutnya, jika perusahaan ASDP ditemukan berpotensi mengalami kerugian, mestinya perkara ini masuk ranah perdata. Sehingga tidak dapat dijerat dengan pasal-pasal Tipikor.

“Itu merupakan kerugian perusahaan, bukan keuangan negara. Persoalan ini menurut para terdakwa merasa dikriminalisasi. Karena sejatinya ini adalah aksi korporasi biasa, akuisisi saham yang kemudian digeser ke arah tindak pidana korupsi. Itu yang mereka rasakan,” ujar Soesilo usai persidangan.

“Kalaupun dinyatakan ada kerugian, itu kerugian perusahaan, bukan kerugian negara. Maka tidak bisa didakwakan dengan Undang-Undang Tipikor. Wilayahnya adalah perdata,” sambungnya.

Menurut Soesilo, fakta-fakta persidangan justru membantah seluruh tuduhan penyertaan modal sebagaimana disebut dalam dakwaan jaksa.

“Secara fakta, seluruh penyertaan modal itu terbantahkan by data. Jadi bukan hanya omongan saksi, semua ada bukti tertulisnya,” tegasnya.

Ia menilai, jaksa keliru memahami konsep akuisisi saham, karena akuisisi berbeda dengan pembelian aset atau kapal secara langsung.

“Pemahaman dalam tuntutan itu tidak mendasar. Mereka tidak memahami apa yang dimaksud dengan akuisisi saham. Ini bukan pembelian kapal, tapi pembelian saham perusahaan,” kata Soesilo.

Soesilo juga menegaskan bahwa seluruh transaksi telah dilakukan sesuai prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan aturan hukum yang berlaku.

“Semua sudah digunakan sesuai undang-undang. Jadi tidak bisa lagi berargumentasi seolah ini pelanggaran. Ini murni aksi bisnis yang sah,” pungkasnya.

Sebagai informasi, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, menggelar sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), pada Kamis (6/11/2025).

Agenda persidangan tersebut pembacaan nota pembelaan (pledoi) dari tiga terdakwa, yakni Ira Puspadewi, Harry Muhammad Adhi Caksono, dan Muhammad Yusuf Hadi.

Ketiganya merupakan mantan petinggi ASDP yang didakwa menyebabkan kerugian negara hingga Rp1,25 triliun dalam proses akuisisi saham PT Jembatan Nusantara pada periode 2019–2022.

Dalam perkara bernomor 68/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut masing-masing terdakwa dengan hukuman berat.

Ira Puspadewi dituntut 8 tahun 6 bulan penjara dalam perkara korupsi ini. Ira juga dituntut membayar denda Rp500 juta subsider 4 bulan penjara. Tuntutan itu dibacakan jaksa di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 30 Oktober 2025.

Jaksa menilai Ira bersama dua mantan petinggi ASDP lainnya, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono, melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

“Menuntut, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ira Puspadewi dengan pidana penjara selama 8 tahun dan 6 bulan dan denda sebesar Rp500 juta. Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,” kata jaksa membacakan amar tuntutannya, beberapa waktu lalu.

Sementara jaksa menuntut Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono masing-masing 8 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan. *** (AAY)

Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Advertisement

Facebook

Setahun Kemenkum

Tag

Trending