Ragam
Hakim Tunda Tuntutan Arwan Koty, Pengacara Berharap Bebas
“Kita tunda ya sampai tanggal 7 Oktober 2021,” ucap Ketua Majelis Hakim Arlandi Triyogo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (30/9/2021).
- +628119279002
- redaksi@pantausidang.com
- Jakarta,Indonesia
Jakarta, Majelis Hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan menunda pembacaan surat tuntutan terhadap terdakwa Arwan Koty dalam perkara pidana dengan nomor 1114/pid.B/2020/PN Jkt Sel.
Atas pertimbangan demi kemanusiaan, para pengacara hukum Arwan Koty memohon Ketua Majelis Hakim agar menunda pembacaan surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk satu minggu kedepan.
Penundaan dikarenakan situasi kesehatan terdakwa tidak memungkinkan untuk mengikuti sidang. Terkait kondisi tersebut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dipimpin
Arlandi Triyogo semula meminta agar tuntutan hanya dibacakan amarnya saja.
Atas pernyataan hakim ketua Pihak penasehat hukum Arwan Koty meminta agar hakim menunda saja sidang karena memang kliennya tengah sakit dan bersikeras hadir menunjukan iktikad sebagai warganegara yang baik, karena pihaknya sebelumnya telah menyarankan kliennya untuk tidak datang kepengadilan.
Sementara jaksa Sigit menyatakan bahwa pihaknya telah siap membacakan tuntutannya .
Setelah mendengar tanggapan dari duabelah pihak Hakim ketua akhirnya memutuskan menunda sidang selama sepekan guna mendengarkan tuntutan jaksa .
Diusai sidang , tim penasehat hukum Arwan Koty , Aristoteles dkk berharap klienya akan dituntut bebas oleh jaksa , karena berdasarkan fakta persidangan dari keterangan saksi dan alat bukti yang di ajukan jaksa tidak cukup kuat untuk membuktikan bahwa kliennya bersalah dalam perkara ini .
Tim penasehat hukum menambahkan, pihaknya juga telah mengajukan ahli yang menjelaskan bagaimana konsekwensinya ketika saksi itu dia tidak mengalami, tidak merasakan, lalu kemudian bagaimana dengan alat bukti surat yang berupa foto copi.
Kemudian terkait pengiriman, saksi ahli transportasi pengangkutan laut pun sudah disampaikan bahwa ketika yang namanya pengiriman dalam fakta persidangan itu harus ada 2 yaitu manifest dan Bill of Landing, itu fakta persidangan yang disampaikan oleh ahli transportasi pengangkutan laut.
Pihak penasehat hukum Arwan Koty juga mengungkapkan, pihak PT Indotruck Utama didalam membuat Laporan Polisi Polisi No. LP/B/0023/I/2020/ Bareskrim Tanggal 13 Januari 2020 lalu, Bambang Priyono diduga telah memberikan keterangan palsu bahwa laporan polisi Arwan Koty dihentikan Penyidikan berdasarkan Surat Ketetapan Penghentian Penyelidikan, padahal fakta bukti Surat Ketetapan yang dijadikan barang bukti oleh PT Indotruck Utama adalah penghentian Penyelidikan bukan dihentikan Penyidikan seperti pengaduan Pelapor Bambang Prijono dan keterangannya lagi Arwan Koty membeli 2 (dua) unit alat berat Excavator EC 210DL dan EC 350 DL.
Padahal berdasarkan bukti laporan polisi No.LP/3082/V/2019/PMJ/Dit. Reskrimum di dalam uraian singkat kejadian jelas jelas keterangan dari Pelapor/Arwan Koty bahwa pelapor memesan 1 unit excavator type EC 210D dengan perjanjian jual beli No. 157/PJB/ITU/JKT/VII/2017 tanggal 27 Juli 2017 dan telah dibayar lunas.
Latest
Iklan
PT. Wisesa Pratama
Gedung Proton Lt.2 No.6
Jl.Jatinegara Timur No.195 Rt.2/Rw.3
Jatinegara Jakarta Timur
Jakarta 13340
Medsos Kami
Instagram Twitter YoutubePopular Categories
Mantan PPK Bansos Matheus Joko Santoso Divonis 9 Tahun
Divonis 9 Tahun Penjara, PH:Matheus Joko Santoso Adalah Korban Mantan Mensos Juliari
Latest News
© Pantausidang All Rights Reserved.
TopKritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.
-
Daerah4 minggu ago
Sinergitas Pusat Daerah Transisi Suksesi Kepemimpinan
-
Ragam4 minggu ago
Jaksa Agung ST Burhanuddin Dilaporkan IAW ke KPK dan 7 Lembaga Lainnya: Dugaan Manipulasi Data Riwayat Pendidikan Muncul
-
Nasional1 minggu ago
Road Show Cagub dan Cawagub Jawa Tengah Andika Hendi ke Kabupaten Blora, Kunjungi Posko Relawan SAH Blora
-
Rilis4 minggu ago
MA Bentuk Tim Pemeriksa Terkait Kasus G Ronal Tannur