Connect with us

Vonis

Dianggap Terbukti Korupsi Impor Gula Kristal, Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun Penjara

Published

on

Jakarta, pantausidang- Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, divonis 4,5 tahun penjara denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan terkait kasus dugaan korupsi impor gula kristal mentah yang diolah menjadi gula kristal putih.

“Mengadili, menyatakan terdakwa Thomas Trikasih Lembong terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primer,” ucap Ketua majelis hakim Dennie Arsan Fatrika saat membacakan amar putusannya, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025).

Menurut majelis hakim, serangkaian perbuatan Tom Lembong telah memenuhi unsur delik korupsi. Hakim menerangkan bahwa kebijakan yang dilakukan Tom Lembong secara fundamental telah melanggar sejumlah aturan, mulai dari Undang-Undang (UU) No. 7/2014 tentang Perdagangan hingga Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Menteri (Permen) Perdagangan yang berlaku.

Bukan hanya itu, tindakan Tom Lembong telah mengesampingkan peran BUMN yang seharusnya menjadi instrumen negara sebagai stabilisasi harga gula, justru terdakwa memberikan izin kepada korporasi swasta untuk melakukan impor gula kristal mentah yang diolah jadi gula kristal putih.

“Terdakwa selaku menteri (Perdagangan) seharusnya mengendalikan harga dan distribusi dengan menunjuk perusahaan milik negara. Pemberian persetujuan impor kepada swasta merupakan sebuah pertentangan terhadap aturan,” ujar majelis hakim.

Hakim menyatakan, Tom tidak cermat dalam menjalankan tugasnya. Sebagai bukti, operasi pasar yang dilakukan gagal menstabilkan harga gula sesuai target yang dicanangkan terdakwa sendiri, yakni Rp12.540 per kilogram.

“Fakta persidangan menunjukkan harga gula pada Januari 2016 masih berkisar Rp13.037 hingga Rp13.149 per kg dan tidak menunjukkan penurunan signifikan pada bulan berikutnya,” terang majelis.

Di sisi lain, Tom dianggap tidak melakukan pengawasan ketat terhadap implementasi izin yang telah diterbitkannya. Sehingga kata majelis, perbuatan Tom Lembong telah terbukti memperkaya sembilan petinggi korporasi swasta.

Di antaranya, Tonny Wijaya NG (PT Angels Products), Wisnu Hendraningrat (PT Andalan Furnindo), Hansen Setiawan (PT Sentra Usahatama Jaya), Indra Suryaningrat (PT Medan Sugar Industry), dan Then Surianto Eka Prasetyo (PT Makassar Tene).

Kemudian, turut memperkaya Hendrogianto Antonio Tiwon (PT Duta Sugar Internasional), Ali Sanjaya B (PT Kebun Tebu Mas), Hans Falita Hutama (PT Berkah Manis Makmur), dan Eka Sapanca (PT Permata Dunia Sukses Utama).

“Terdakwa tidak melakukan pengawasan ketika ada indikasi hubungan afiliasi antar perusahaan penerima izin yang berpotensi menimbulkan persekongkolan,” ungkap majelis.

Atas perbuatan tersebut, majelis hakim meyakini bahwa Tom Lembong telah menyebabkan berpindahnya keuntungan sebesar Rp194.718.181.818,19 (Rp194,71 miliar), yang seharusnya menjadi hak negara melalui PT PPI (Persero).

Meski begitu, majelis hakim tidak sepakat dengan total kerugian negara yang diajukan jaksa. Hakim menolak komponen perhitungan kerugian negara yang bersumber dari potensi kehilangan bea masuk Rp320,69 miliar, karena perhitungannya dinilai tidak nyata dan tidak dapat dipastikan.

“Majelis hakim berpendapat bahwa kerugian negara yang riil adalah sebesar Rp194,71 miliar,” ucapnya.

Dalam pertimbangannya, perbuatan Tom dinilai lebih mengedepankan prinsip ekonomi kapitalis ketimbang demokrasi ekonomi yang diamanatkan Pancasila.

“Terdakwa juga dinilai tidak meletakkan hukum sebagai panglima dalam setiap pengambilan keputusan kebijakannya,” tutur hakim.

Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan. Terdakwa juga belum pernah dihukum dan tidak terbukti menikmati keuntungan dari hasil tindak pidana korupsi secara pribadi.

Atas putusan tersebut, Tom Lembong menyampaikan pikir-pikir terlebih dahulu sebelum menentukan langkah pengajuan banding atau menerima vonis.

“Yang Mulia, tentunya kami butuh waktu untuk berunding dengan penasihat hukum kami,” ucap Tom Lembong kepada majelis hakim.

Begitu juga dengan jaksa penuntut umum (JPU) yang menyatakan sikap pikir-pikir selama 7 hari.

Usai persidangan, Tom Lembong menanggapi hasil putusan majelis hakim. Menurut Tom vonis tersebut dinilai janggal.

Sebab bagi Tom Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan sejumlah peraturan memberikan mandat kepada Menteri Perdagangan untuk mengatur tata kelola, termasuk perdagangan perniagaan bahan pokok.

“Janggal atau aneh bagi saya sih, majelis mengesampingkan wewenang saya sebagai Menteri Perdagangan. Dan tadi saya lihat, saya catat secara teliti, cermat, sebenarnya majelis mengabaikan bahwa saya punya wewenang tersebut,” tandas Tom.

Selain itu, ia juga menilai bahwa hakim telah mengabaikan hampir seluruh fakta persidangan, termasuk keterangan saksi dan ahli yang dihadirkan dalam persidangan.

“Bahwa memang yang berwenang adalah Menteri Teknis, bukan Menko, bukan juga Rakor (rapat koordinasi) para Menteri sebagai sebuah forum koordinasi. Tapi tanggung jawab, wewenang untuk mengatur sektor teknis tetap melekat kepada Menteri Teknis. Jadi tidak ada undang-undang yang mengatakan, oh selebihnya soal pertanian diatur lebih lanjut melalui peraturan Menko,” pungkas Tom. *** (AAY)

Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.

Advertisement

Facebook

Coaching Clinic KUHP by Forwaka

Tag

Trending