Ragam
Kasus Dugaan Korupsi APD: BNPB yang Menentukan Rekanan
Rustian mengaku pihak BNPB yang menegosiasi harga dengan penyedia APD, bukan pihak Pejabat Pembuat Komitmen PPK APD Kemenkes

Jakarta, pantausidang – Jaksa Penuntut Umum pada KPK menghadirkan empat orang saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Kemenkes -BNPB tahun 2020.
Mereka adalah Sekretaris Utama (Sestama) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Rustian, Dokter dari BNPB Eisen Hower, Dwi Satrianto dari LKPP, serta Direktur Hankam BPKP Faisal Ali Hasyim.
Kesaksian Rustian diperdengarkan saat dia menjabat sebagai Direktur Logistik BNPB.
Meski agak berbelit, Rustian mengakui meminta menawarkan kepada terdakwa Budi Silvana agar mau menjadi PPK APD Covid 19.
Hakim Ketua Sofia Marlianti Tambunan bahkan beberapa kali mengingatkan kepada pejabat BNPB tersebut untuk memberikan keterangan dengan jujur serta tidak hanya menjawab tidak mengetahui peristiwa yang terjadi pada era pandemi tersebut.
Rustian juga mengaku pihak BNPB yang menegosiasi harga dengan penyedia APD, bukan pihak PPK Kemenkes.
“Ya, negosiasi kan seperti yang sudah disampaikan,” ujar Rustian menjawab pertanyaan terdakwa Budi Sylvana.
“Bukan dari Kemenkes ya, Pak?, Tanya Budi.
“ Bukan.” Jawab Rustian.
Dakwaan Jaksa KPK
Diberitakan Jaksa mendakwa Korupsi Budi Sylvana selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dana Siap COVID-19) di Kementerian Kesehatan Tahun Anggaran 2020, dan Harmensyah selaku Sekretaris Utama (Sestama) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) BNPB tahun 2019 sampai dengan 2020, bersama-sama dengan terdakwa Satrio Wibowo dan Ahmad Taufik pada kurun waktu sekira bulan Maret 2020 sampai dengan bulan Mei 2020
Secara melawan hukum yaitu melakukan negosiasi harga APD sejumlah 170.000 (seratus tujuh puluh ribu) set tanpa menggunakan surat pesanan.
Melakukan negosiasi harga dan menandatangani surat pesanan APD sebanyak 5.000.000 (lima juta) set;
Menerima pinjaman uang dari BNPB kepada PT PPM dan PT EKI sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk membayarkan 170.000 (seratus tujuh puluh ribu) set APD tanpa ada surat pesanan dan dokumen pendukung pembayaran,
Serta menerima pembayaran terhadap 1.010.000 (satu juta sepuluh ribu) set APD merk BOHO sebesar Rp711.284.704.680,00 (tujuh ratus sebelas miliar dua ratus delapan puluh empat juta tujuh ratus empat ribu enam ratus delapan puluh rupiah) untuk PT PPM dan PT EKI.
Padahal PT EKI tidak mempunyai kualifikasi sebagai penyedia barang/jasa sejenis di Instansi pemerintah serta tidak memiliki Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK);
Serta PT EKI dan PT PPM tidak menyiapkan dan menyerahkan bukti pendukung kewajaran harga kepada PPK sehingga melanggar prinsip pengadaan barang/jasa pemerintah dalam penanganan keadaan darurat, yaitu efektif, transparan, dan akuntabel.
Akibat perbuatan para terdakwa Negara merugi Rp 319,6 miliar. *** Red
Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.
-
Nasional7 hari ago
Serikat Pekerja Pegadaian Temui Wamenaker: Ungkap Dugaan Pelanggaran PKB oleh Manajemen
-
Tersangka1 minggu ago
Uang Zakat Jadi Sandi Komunikasi Korupsi Rp11,7 Triliun Pejabat dan Debitur LPEI
-
Justitia3 minggu ago
Pertamina Tak Pernah Kapok, Korupsi Terus Terjadi
-
Ragam2 minggu ago
Kasus SCC Telkom KPK Panggil Eks Direktur Telkom Alex J Sinaga