Nasional
Koalisi Nilai Perpres Pelindungan Jaksa Tidak Urgen
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan secara tegas menilai Peraturan Presiden (Perpres) No. 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara terhadap Jaksa tidak memiliki urgensi

Koalisi masyarakat sipil mempertanyakan urgensi dan legalitas Perpres 66/2025 yang membuka ruang pelibatan TNI dalam ranah kejaksaan, serta menilai kebijakan ini berpotensi membangkitkan kembali praktik Dwifungsi ABRI.
Jakarta, pantausidang – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan secara tegas menilai Peraturan Presiden (Perpres) No. 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara terhadap Jaksa tidak memiliki urgensi dan menyalahi prinsip negara hukum. Kebijakan tersebut dinilai membuka ruang intervensi militer dalam ranah penegakan hukum yang seharusnya menjadi domain sipil.
Perpres 66/2025 yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 21 Mei 2025, bertepatan dengan peringatan 27 tahun reformasi, dianggap sebagai respons atas kontroversi Surat Telegram Panglima TNI/KASAD yang mengerahkan ribuan prajurit TNI ke lingkungan kejaksaan.
“Perpres ini bukan jawaban atas kebutuhan hukum, tetapi upaya melegitimasi kesalahan pengerahan pasukan oleh Panglima TNI. Presiden seharusnya mencabut telegram itu, bukan malah membuat perpres baru,” tegas Ardi Manto, Direktur Imparsial.
Menurut Koalisi, Presiden sejatinya memiliki wewenang memerintahkan Jaksa Agung untuk memperkuat sistem keamanan internal kejaksaan tanpa perlu menerbitkan regulasi baru. Terlebih, hingga kini belum ada kondisi genting atau ancaman keamanan nasional yang membenarkan pelibatan militer.
“Kejaksaan masih dalam kondisi normal. Tidak ada ancaman militer terhadap institusi penegak hukum ini. Maka, pelibatan TNI melalui perpres sangat tidak proporsional,” kata Usman Hamid, Direktur Amnesty International Indonesia.
Koalisi juga menyoroti proses pembentukan Perpres yang dinilai tidak mengikuti ketentuan tata perundang-undangan. Perpres 66/2025 hanya mencantumkan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 sebagai dasar hukum, tanpa merujuk pada Undang-Undang TNI dan Polri. Padahal, substansi perpres mengatur keterlibatan TNI dan Polri dalam pengamanan kejaksaan.
“Ini cacat hukum. Tidak ada penjelasan mengenai kategori Operasi Militer Selain Perang (OMSP) sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU TNI. Pelibatan TNI harus dibatasi dan tidak boleh melebar ke wilayah penegakan hukum,” ujar Daniel Awigra, Direktur HRWG.
Koalisi menyebut, kejadian ini mengulang pola serupa seperti dalam kasus pengangkatan Letkol Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab). Saat itu, Presiden juga merespons kritik dengan menerbitkan Perpres 148/2024 yang melegalisasi pengisian jabatan Seskab oleh prajurit aktif.
“Ini adalah model politik fait accompli, di mana kesalahan justru dilegitimasi melalui kebijakan hukum. Praktik semacam ini membahayakan demokrasi,” ungkap Julius Ibrani, Ketua PBHI.
Lebih jauh, Koalisi memperingatkan bahwa Perpres 66/2025 membuka jalan kembalinya Dwifungsi TNI ke ranah sipil. Hal ini dinilai mengancam prinsip pemisahan tugas antara aparat penegak hukum dan alat pertahanan negara.
“Penempatan TNI di kejaksaan melampaui batas ketentuan hukum. UU No. 3 Tahun 2025 jelas menyebut keterlibatan TNI di kejaksaan hanya dalam ranah pidana militer,” terang M. Isnur, Direktur YLBHI.
Koalisi yang terdiri dari berbagai lembaga seperti Imparsial, YLBHI, KontraS, Amnesty, HRWG, ICJR, WALHI, AJI Jakarta hingga LBH Pers ini menyerukan evaluasi segera terhadap Perpres 66/2025. Mereka meminta Presiden dan DPR meninjau ulang aturan tersebut demi menjamin supremasi hukum dan demokrasi yang sehat. *** (Red-Sabir)
Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.
-
Nasional4 minggu ago
Flyover Panorama I Dimulai di Sumbar
-
Ragam3 minggu ago
Pesan Waisak 2025 VPDS, Umat Beragama Jangan Kejar Kemenangan Semu
-
Saksi2 minggu ago
Sidang Kredit Fiktif: Rp57 Miliar Lenyap di Unit BRI Menteng Kecil
-
Saksi2 minggu ago
Bobol Kredit Fiktif, Terdakwa Mengaku Kuasai Ratusan PIN ATM BRI