Connect with us

Nasional

Revisi UU TNI dan Isu Supremasi Sipil

Published

on

Faisal Asegaff dalam diskusi Revisi UU TNI di Jakarta (dok)

Selain itu, Faizal menyoroti maraknya kasus korupsi di Indonesia yang menurutnya lebih banyak melibatkan pihak sipil. Ia menyebut kasus BLBI, utang luar negeri yang membengkak, hingga dugaan keterlibatan sipil dalam proyek pagar laut. Sebagai perbandingan, ia menyinggung masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang merupakan purnawirawan militer, di mana ekonomi Indonesia tumbuh stabil hingga 6,2 persen.

Menanggapi kekhawatiran soal kembalinya dwifungsi ABRI dalam revisi UU TNI, Faizal menilai ketakutan tersebut tidak berdasar. Ia menyebut propaganda semacam ini hanya akan memperkeruh suasana dan mengadu domba masyarakat.

“Diskriminasi berbasis dikotomi sipil dan militer harus dihentikan. Semua orang di negara ini adalah sipil, termasuk pensiunan tentara,” katanya dengan tegas.

Sementara itu pakar hukum tata negara Margarito Kamis menambahkan bahwa keterlibatan TNI dalam beberapa badan pemerintah bukanlah hal baru. Ia menegaskan bahwa sistem ketatanegaraan Indonesia tidak memungkinkan kembalinya supremasi militer.

“Tidak ada jalan kembali ke supremasi militer. Dalam konstitusi kita, TNI tidak memiliki kewenangan dalam kebijakan politik fundamental,” jelas Margarito.

Margarito juga menilai pembahasan revisi UU TNI seharusnya tidak menimbulkan polemik. Ia berpendapat bahwa usulan keterlibatan TNI dalam beberapa lembaga, seperti Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dan Bakamla, bertujuan mendukung tugas negara, misalnya dalam pemberantasan narkoba. *** (Red).

Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.

Laman: 1 2

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Facebook

Tag

Trending