Nasional
Jejak Bisnis Surjanto memasarkan Teh Botol Sosro
saya berpikir keras untuk solusi bisa jualan teh botol sosro di jalanan. Dari situ, terpikir ide untuk bikin payung dan box

Jakarta, Pantausidang – Surjanto Sosrodjojo, generasi kedua dari Keluarga Sosrodjojo yang mendirikan pabrik minuman tahun 1940-an, sempat frustasi ketiga gagal memasarkan Teh Botol tahun 1973, ketika baru menyelesaikan studinya di Universitas Mannheim Jerman. Ketika ayahnya sudah mulai menyerahkan operasional perusahaan teh kepada ke-empat putranya (Soetjipto, Soegiharto, Surjanto, Soemarsono), ia mendapat tugas untuk memasarkan Teh Botol. “Saya hampir frustasi (gagal) ketika mulai memasarkan dari toko ke toko. Saya bingung bagaimana menjualnya. Semua pemilik toko menolak dengan alasan takut tehnya basi,” kata Surjanto.
Sebagaimana falsafah hidup keluarganya, ia melihat kegagalan justru menjadi cambuk. Pengalaman selama satu bulan memasarkan, dan penolakan pemilik toko, tiba-tiba ia ingat salah satu teori ekonomi perusahaan. Ia sempat pelajari ketika masih kuliah di Mannheim (1966 – 1973). Mendirikan perusahaan terutama manufacturing untuk menciptakan pelanggan. Produk minuman, minimal harus dengan menciptakan pelanggan yang lalu-lalang menggunakan kendaraan ataupun berjalan kaki. “Teorinya, pelanggan yang dahaga yang pasti cari minuman. Jualannya tidak mungkin di rumah, sehingga saya berpikir keras untuk solusi bisa jualan teh botol di jalanan. Dari situ, terpikir ide untuk bikin payung dan box untuk tempat minuman,” kata Surjanto.
Pemasaran waktu itu harus jor-joran karena perusahaan sudah mulai menggunakan mesin. Saat manual, kapasitas produksi hanya 500 krat botol per hari.
Tapi setelah beli mesin dari Jerman, produksi mencapai 10.000 krat. Kalau tidak segera memasarkan produknya, pasti menumpuk di pabrik. Waktu itu, penjualan di Pasar Senen Jakarta Pusat. Ketika masyarakat sudah mulai mengenal teh botol, ia tetap menerapkan strategi harga. Karena dengan harga yang terjangkau, ikut menciptakan pelanggan.
“Waktu itu kami jual sekitar 25 rupiah (dari pabrik). Orang jual 75 rupiah di pinggir jalan. Dengan modal KTP saja, bisa mengajukan jual teh botol. Kami mempertahankan harga yang sangat murah, bukan jor-joran mendapatkan profit. Keuntungan hasil dari management, bagaimana mengelola pelanggan,” kata pria kelahiran tahun 1938, peraih gelar Diplom Kaufmann (business administration) Universitas Mannheim.
Dari Seminar Berkembang
Setelah hampir 10 tahun menangani pemasaran teh botol, ia mulai berpikir untuk berbagi pengalaman dan keilmuannya.
Sekitar tahun 1980, ia bersama Cacuk Sudarijanto (Direktur Utama PT. Telekomunikasi Indonesia 1988-1992), Tanri Abeng (pengusaha) mendirikan PERMANIN (Persatuan Manajemen Indonesia).
Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.