Connect with us

Gugatan

Pakar Hukum: Pembuktian Terbalik Kekhususan Sengketa Pelaku Usaha dan Konsumen

Pakar Hukum Perlindungan Konsumen dari Universitas Indonesia, Inosentius Samsul (Foto :istw)

Hakim masih menggunakan cara sidang perdata umum. Enggak boleh. Padahal itu kan antara konsumen dan pelaku usaha. Itu sebenarnya poinnya. Jadi tindakan yang lebih keliru lagi dari majelis hakim ketika ternyata ada ahli yang sudah menyampaikan seperti itu diabaikan. Berartikan menurut saya kesalahan penerapan hukumnya fatal,” paparnya.

Inosentius menduga, hakim yang mengesampingkan bukti repair manual yang ditetapkan oleh pihak Prinsipal Pelaku Usaha yaitu Toyota Motor Corporation, Jepang menunjukkan bahwa hakim tersebut sangat awam bahkan kurang memahami konstruksi hukum untuk perlindungan konsumen.

“Jadi untuk membuktikan bahwa ada persoalan produk, sebenarnya dari repair manual produk sudah cukup. Jadi membuktikan suatu produk itu bermasalah, atau cacat lihat saja spesifikasi produknya. Kalau Manual misalnya menyatakan ukurannya 30 cm, tiba-tiba alatnya cuma 27 cm, itu jelas masalah. Itu tidak bisa dibantah lagi. Sebenarnya salah satu pembuktian yang kuat, kita lihat saja di alat itu, suku cadangnya,” tegasnya.

Untuk itu, dia meminta hakim pada Pengadilan Tinggi (PT) yang mengadili pada tingkat banding supaya bisa mengevaluasi dan menyatakan bahwa putusan pengadilan tingkat sebelumnya itu salah menerapkan aturan.

“Misalnya spesifikasi produknya diperhatikan, beban pembuktian kepada Pelaku Usaha diterapkan, kemudian Repair Manual menjadi acuan pembuktian, mestinya hakim mendasarkan pada itu. Bukannya dikesampingkan,” jelasnya.

Dia menjelaskan, kalaupun bukti pada tingkat pertama terlihat sumir kata Inosentius, Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta bisa mengacu pada bukti baru di mana jutaan unit produk Toyota alami “Massive Global Recall” atau penarikan massal yang melibatkan jutaan unit secara global.

“Artinya ini menjadi novum, hal baru untuk menyakinkan hakim ini loh ternyata memang bermasalah ini. Hakim harus bisa melihat fakta bahwa memang ternyata permasalahan ada bahkan secara sukarela perusahaan-perusahaan menarik itu. Itu kan menunjukan produk otomotif bermasalah. Sebenarnya itu juga dalam bahasa hukumnya the fact talks itself,” bebernya.

Selain itu kata Inosentius, pengadilan tidak boleh membatasi hak masyarakat untuk melakukan upaya hukum banding dengan menyerahkan putusan pada waktu yang mepet.

“Itu kan mempermainkan hukum. Mempermainkan aturan. Jadi tindakan pengadilan seperti itu menurut saya sangat mengganggu wibawa atau menyentuh integritas lembaga dalam menjalankan tugas sesuai peraturan perundang-undangan seharusnya mereka lakukan,” pungkasnya. *** AAY

Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.

Laman: 1 2

Facebook

Advertisement

Tag

Trending

Open chat
1
Butuh Bantuan?
Hello 👋
Ada yang bisa saya bantu?
Pantausidang.com