Justitia
CSR Bancakan DPR, Rusak Rupa Bank Indonesia
Korupsi ibarat penyakit di tubuh Bank Indonesia yang sempat sembuh tetapi kini kambuh lagi. Kasus dugaan korupsi dana CSR Bank Indonesia telah merusak reputasi Bank Indonesia.

Prosedur CSR BI dan Modus Penyimpangan
Perry Warjiyo menjelaskan, PSBI atau program CSR BI merupakan program yang sudah berjalan lama sejak beberapa tahun silam. Peruntukan CSR BI menyasar tiga pilar atau tiga bidang program utama. Masing-masing yaitu bidang pendidikan melalui beasiswa; bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat, UMKM, dan lain-lain, dan bidang ibadah sosial. Perry mengklaim, selama ini pengelolaan dan pemberian dana CSR BI sesuai dengan tata kelola dan ketentuan yang ada di BI.
“Kami juga sudah pernah sampaikan, CSR BI diberikan sesuai dengan tata kelola dan ketentuan kuat di BI. Antara lain, memenuhi persyaratan bahwa CSR harus diberikan kepada yayasan yang sah. Kedua, ada program kerja konkret dan juga pengecekan. Lalu, juga ada laporan pertanggungjawaban oleh yayasan itu,” ungkap Perry.
Alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu memaparkan, proses pengajuan dan pemberian dana CSR BI dilakukan melalui satuan kerja di Kantor Pusat BI maupun kantor-kantor perwakilan BI di daerah. Setiap tahun, tutur Perry, Dewan Gubernur membuat dan memutuskan alokasi besar dana CSR BI untuk tiga pilar atau tiga bidang program. Sebelum Dewan Gubernur memutuskan, satuan kerja di Kantor Pusat BI maupun kantor-kantor perwakilan BI lebih dulu mengajukan alokasi dan besaran alokasi dana CSR BI. Pada tahap pelaksanaan dan penyalurannya pun menjadi tanggung jawab masing-masing satuan kerja.
“Alokasi besarnya diajukan oleh satuan kerja kemudian diputuskan di Rapat Dewan Gubernur tahunan, alokasi besarnya. Pelaksanaannya adalah di satuan kerja, dengan prosedur ketentuan yang tadi, yayasan yang sah, punya programnya konkret, dan kemudian ada pengecekan, dan juga ada itu pertanggungjawaban,” bebernya.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. Foto: Tangkapan Layar YouTube @KanalBankIndonesia.
Asep Guntur Rahayu membeberkan, KPK menemukan dana CSR BI yang disalurkan mencapai triliunan rupiah. Berdasarkan keterangan saksi-saksi yang telah menjalani pemeriksaan serta data-data dan informasi-informasi yang telah KPK peroleh terungkap ada banyak yayasan yang mengajukan permohonan alokasi atau bantuan dana CSR BI untuk program-program ke pihak BI dengan lebih dulu mendapatkan katebelece berupa rekomendasi dari anggota-anggota Komisi XI DPR. Setiap pengajuan permohonan seharusnya diverifikasi secara jelas dan benar sebelum pihak BI menyetujui permohonan dan memberikan atau menyalurkan bantuan dana CSR BI.
Tetapi kata Asep, pihak BI hanya melakukan verifikasi secara normatif dan tidak melihat siapa orang atau anggota partai politik atau anggota DPR yang berada di balik yayasan tersebut. Artinya, tidak ada verifikasi faktual. Setelah pihak BI menyetujui permohonan tadi, kemudian pihak BI mentransfer ke rekening yayasan. Dari rekening yayasan kemudian terjadi transfer lanjutan ke rekening-rekening lain yang berujung pada anggota-anggota Komisi XI DPR dan untuk kepentingan anggota-anggota Komisi XI DPR.
“Di perkara CSR ini, para penyelenggara negara ini (para anggota Komisi XI DPR 2019–2024) sebagai penerima itu kan dananya diterima melalui yayasan. Penyimpangan kami temukan, CSR yang diberikan kepada para penyelenggara negara ini melalui yayasan yang disampaikan, direkomendasikan, kepada mereka tapi tidak sesuai peruntukkannya,” ungkap Asep.
“Setelah dari BI kepada yayasan, kemudian mereka olah. Ada yang kemudian pindah dulu ke beberapa rekening yang lain. Dari situ nyebar, tapi terkumpul lagi di rekening yang bisa dibilang itu representasi dari penyelenggara negara ini. Ada (dana CSR BI) yang kemudian sudah (dialihbentukkan) dalam bentuk bangunan, ada yang dalam bentuk kendaraan, dan lain-lain. Jadi, di situ penyimpangannya, tidak dengan sesuai peruntukkannya. Di antara penyimpangannya itu yang di Cirebon,” sambungnya.
Jenderal polisi bintang satu ini menjelaskan, hakikat dari dana CSR BI sebenarnya bertujuan untuk program-program sosial. Misalnya, bantuan kepada masyarakat tidak mampu, bantuan pendidikan seperti beasiswa, pembelian ambulans, pembangunan atau perbaikan sekolah, pembangunan atau perbaikan rumah tidak layak huni (rutilahu), dan lain sebagainya. Asep menegaskan, penyimpangan penyaluran dan penggunaan dana CSR BI jelas merugikan masyarakat yang menjadi sasaran utama program CSR BI.
“Harusnya kan disalurkan (kepada masyarakat). Misalkan untuk pembuatan untuk rutilahu, rumah tidak layak huni, ya buatlah rutilahu sekian unit. Untuk misalkan dana pendidikan, berikanlah kepada anak-anak yang tidak mampu dan berprestasi misalkan dalam bentuk beasiswa,” ujarnya.
Asep mengakui memang ada penggunaan sebagian dana CSR BI untuk program atau kegiatan seperti itu. Tetapi kemudian muncul dugaan penyimpangan berikutnya. Contohnya kata dia, banner (spanduk) kegiatan tidak ada tanggal pelaksanaan kegiatan. Satu kegiatan dengan spanduk tanpa tanggal itu lantas dipotret dari beberapa sudut (angle) sehingga menghasilkan banyak foto. Berikutnya, foto-foto ini dipergunakan untuk beberapa kali laporan pertanggungjawaban yang disampaikan ke BI. Pihak BI pun diduga tak pernah menggubris dengan melakukan validasi dan pengecekan ulang (lanjutan) ke lapangan atas laporan pertanggungjawaban tersebut.
“Nah, itulah (penyimpangan) yang sedang kita dalami di penerima-penerima yang lain dari semua anggota Komisi XI lain, seperti keterangan saudara S (Satori),” tutur Asep.
Sebagai ilustrasi, kata Asep, dana CSR BI untuk pembangunan 10 rutilahu tetapi penggunaan dana hanya untuk pembangunan tiga rutilahu. Saat pembangunan dan serah-terima tiga rutilahu itu tak ada tanggal di spanduk, kemudian difoto dari berbagai sudut sehingga menghasilkan banyak foto. Foto-foto hasil pemotretan tersebut lantas terpasang dalam laporan pertanggungjawaban.
“Ini sebagai ilustrasi saja, ya. Ini sedang kita dalami dan sudah kita temukan di beberapa tempat,” tandas Asep.
Penyakit Korupsi, Rusak Citra BI
Korupsi ibarat “penyakit” di tubuh BI yang sempat sembuh tetapi kini kambuh lagi. Musababnya, kasus dugaan korupsi dana CSR BI bukanlah kasus pertama di “kantong” penindakan KPK. Jauh sebelumnya, KPK telah menangani sekitar tiga kasus lain. Pelakunya hingga level Dewan Gubernur mencakup Gubernur BI, Deputi Gubernur Senior BI, maupun Deputi Gubernur BI. Bahkan, ada satu perkara yang mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai lebih Rp8 triliun. Simak empat “penyakit” korupsi di sarira BI dalam grafis berikut ini.

Empat Kasus Korupsi BI di KPK. Naskah dan infografis: SLU (Februari 2025).
Direktur Eksekutif Center Budgetting Analysis (CBA) Ucok Sky Khadafi menilai, kasus dugaan korupsi dana CSR BI telah membuktikan penyakit korupsi di tubuh BI belum punah. Sebelumnya kata Uchok, ada banyak kasus korupsi di lingkungan BI yang pernah terjadi hingga berujung pada putusan pengadilan. Bahkan kata Uchok, KPK pernah menangani Burhanuddin Abdullah selaku Gubernur Bank Indonesia 2003-2008 dan jajaran Dewan Gubernur BI kala itu hingga menjadi pesakitan di meja hijau.
Dia berpandangan, tentu saja kasus dugaan korupsi dana CSR BI berdampak negatif terhadap reputasi BI di mata publik nasional dan internasional serta juga berpengaruh negatif bagi pasar dan nilai tukar rupiah. Uchok mengingatkan, perkara korupsi sebelumnya seperti skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan bailout Bank Century bahkan sampai mengakibatkan investor tak mau masuk ke Indonesia. Menurut Uchok, korupsi di sebuah negara termasuk di Indonesia apalagi yang terjadi di bank sentral akan selalu berimbas pada investasi dan kepercayaan dunia internasional.
“Kasus-kasus korupsi di Bank Indonesia termasuk korupsi dana CSR BI ini merusak reputasi mereka (BI) sendiri. Jadi, ancur reputasi Bank Indonesia sekarang. Di zaman Perry Warjiyo ini hancur sudah Bank Indonesia akibat ada korupsi (dana CSR BI). Apalagi, selama ini mereka enggak transparan,” tegas Uchok saat dihubungi Pantausidang.com, di Jakarta, Jumat petang (21/2/2025).
Menurut Uchok, ada beberapa faktor mengapa korupsi di BI masih ada termasuk korupsi dana CSR BI yang sedang dalam tahap penyidikan di KPK. Di antaranya kata Uchok, kurangnya pengawasan secara melekat yang konsisten dan persisten di lingkungan BI. Berikutnya, BI masih kurang transparan terhadap pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya dengan berlindung pada prinsip kerahasiaan bank sentral. Prinsip ini juga membuat aparat penegak hukum sangat hati-hati ketika ada dugaan penyimpangan pidana di BI dan akan melakukan pengusutan.
“Karena, mereka (BI) selalu bersembunyi dengan ‘mantra’ kerahasiaan bank sentral, akhirnya itu hanya orang BI dan setan saja yang tahu,” katanya.
“Makanya itu, Bank Indonesia dan pejabat-pejabatnya itu harus terbuka kepada publik, harus transparan terhadap apa yang mereka lakukan selama ini. Misalnya, berapa uang yang mereka gunakan selama ini untuk lakukan intervensi agar rupiah stabil, itu kan publik enggak tahu dan BI enggak terbuka,” sambung Uchok.
Dia melanjutkan, KPK harus melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi dana CSR BI secara serius dengan mengusut tuntas siapa saja pelaku yang diduga terlibat. Sebab tutur Uchok, kasus ini berkaitan dengan dua lembaga besar yakni BI dan DPR dalam hal ini para anggota Komisi XI DPR 2019–2024. Untuk itu, Uchok mendesak KPK agar secepatnya memeriksa Gubernur BI Perry Warjiyo dan seluruh anggota Dewan Gubernur BI sebagai saksi.
“Sampai saat ini KPK kan belum panggil dan periksa Gubernur BI Pak Perry Warjiyo dan Deputi-Deputi Gubernur BI. Harusnya kan dipanggil itu Gubernur dan para Deputi Gubernur BI, kemudian diperiksa sebagai saksi. KPK jangan takut. Secepatnya KPK panggil dan periksa mereka,” ujar Uchok.
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menyatakan, citra BI memang positif jika merujuk pada hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024. Diketahui, KPK adalah pengampu dan pelaksana SPI. Berdasarkan hasil SPI 2024, kata Pahala, BI meraih 86,71 (skala 0–100) skor SPI yang menjadi skor tertinggi ketimbang lembaga-lembaga tipe besar nonkementerian lain. Meski demikian dengan melihat skor tersebut dan rentang skalanya, maka terdapat 13,29 persen responden menyatakan dan memastikan masih ada korupsi di tubuh BI. Artinya, korupsi sebagai citra negatif masih melekat di BI.
“Kalau ditanya kita nangkap enggak itu fenomena (korupsi) dalam survei kita, kita tangkap dalam bentuk apakah ada perdagangan pengaruh atau intervensi. Jangan dianggap juga kalau SPI ini bisa 100 persen kalau nilainya tinggi enggak ada korupsi, enggak-lah, enggak banget. 80-an pun (skor BI), kalau ada (kasus korupsi), ada. Nilainya (skor BI) setinggi-tinggi apa pun, lantas ditanya, ‘lah, itu masih ada kasusnya’, tetap ada,” tegas Pahala saat diskusi media tentang hasil SPI 2024, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (24/1/2025).
Mantan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ini memaparkan, skor 86,71 SPI untuk BI merupakan hasil penilaian dari tiga unsur responden yakni internal, eksternal, dan ekspert (ahli). Bagi Pahala, seharusnya pihak-pihak internal BI yang menjadi responden aware dengan dugaan penyelewengan pengelolaan, penyaluran, dan penggunaan dana CSR BI yang berujung korupsi. Responden dari internal pun semestinya jujur dalam mengisi kuesioner dengan menyatakan ada kasus dugaan korupsi dana CSR BI.
“Pegawai (BI) yang diminta mengisi survei harusnya mengetahui terjadi korupsi dan melapor dalam SPI. Tapi, kenyataannya internal (BI) bilang enggak ada (korupsi). Harusnya orang internal bilang ada (kasus korupsi), baru kita kelihatan untuk dimensi ini dia (BI) sebenarnya merah (kategori rentan korupsi),” tandas Pahala. *** Sabir Laluhu
Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.
-
Saksi4 minggu ago
Manajer Keuangan PT Sempurna Global Dipanggil KPK
-
Saksi6 hari ago
KPK Periksa Bos PT Mitra Dinamis Yang Utama, Muhammad Deny di Kasus K3 Kemenaker RI
-
Saksi3 minggu ago
Dirut PT Integra Pratama Andree Santoso Diperiksa KPK Soal Dugaan Korupsi EDC BRI
-
Dakwaan2 minggu ago
PT Adaro Milik Boy Tohir Disebut di Sidang Dakwaan Perkara Minyak Mentah Pertamina
You must be logged in to post a comment Login