Connect with us

Tersangka

Dugaan Korupsi LNG, KPK Resmi Tahan Dua Petinggi Pertamina

Published

on

Jakarta, pantausidang- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan dua tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan liquefied natural gas atau LNG di PT Pertamina (Persero) tahun 2013-2020.

Kedua tersangka itu adalah Hari Karyuliarto (HK) selaku Direktur Gas PT Pertamina Persero tahun 2012-2014, dan Yenni Andayani (YA), Senior Vice President Gas and Power PT Pertamina tahun 2013-2014.

Penahanan dilakukan selama 30 hari ke depan. Meski begitu, kedua tersangka tersebut akan ditahan di lokasi yang berbeda. Hari ditahan di Rutan KPK Cabang Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, sedangkan tersangka Yenni ditahan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih.

KPK menduga, dua orang tersebut berperan dalam pembelian atau impor LNG dari pemasok Corpus Christie Liquefaction (CCL), yang merupakan anak usaha perusahaan energi Amerika Serikat (AS) yang terdaftar di Bursa New York, Cheniere Energy, Inc.

“Tersangka HK dan YA diduga memberikan persetujuan pengadaan LNG impor tanpa adanya pedoman pengadaan, memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi dan analisa secara teknis dan ekonomi,” kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (31/7/2025).

Dalam konstruksi perkaranya, pembelian LNG impor dari CCL dilakukan dengan penandatangan kontrak pembelian tahun 2013 dan 2014, yang selanjutnya kedua kontrak digabungkan menjadi satu kontrak pada 2015.

Jangka waktu kontrak pembelian yang diteken yaitu selama 20 tahun, dan pengiriman pasokan gas alam cair itu dimulai dari 2019-2039. Artinya, kontrak pembelian untuk 20 tahun dan saat ini masih berjalan.

“Nilai kontrak kurang lebih dari 12 miliar Dolar AS tergantung harga gas. (Kontrak pembelian) berjalan sampai dengan sekarang,” ungkap Asep.

Akibatnya, LNG yang diimpor tidak pernah masuk ke Indonesia hingga saat ini dan harganya lebih mahal daripada produk gas domestik. Selain itu, kebijakan impor tersebut diambil tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian ESDM.

“Padahal, rekomendasi itu sangat penting untuk menjaga iklim bisnis migas dalam negeri, di saat Indonesia sedang berupaya mengembangkan potensi gas di Blok Masela, Andaman, dan wilayah lainnya,” terangnya.

Asep menuturkan bahwa KPK telah menemukan yang dianggap paling krusial yakni, adanya dugaan rekayasa dalam proses persetujuan internal.

“Penyidik juga menemukan adanya dugaan pemalsuan dokumen Persetujuan Direksi,” ungkapnya.

Parahnya lagi, para tersangka juga diduga dengan sengaja melakukan pembelian LNG impor tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Dewan Komisaris, serta tidak melaporkan rencana maupun hasil perjalanan dinas ke Amerika Serikat untuk penandatanganan kontrak kepada komisaris.

Atas perbuatannya, negara mengalami kerugian sebesar 113.839.186,60 dollar AS atau setara dengan Rp1,8 triliun. Namun, kerugian itu dibebankan kepada perusahaan asing sesuai dengan berkas putusan kasasi terpidana mantan Direktur Utama PT Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. *** (AAY)

Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.

Advertisement

Facebook

Coaching Clinic KUHP by Forwaka

Tag

Trending