Connect with us

Nasional

Kekuatan Cerita, Mindful Reading, dan Seni sebagai Ruang Aman Bagi Anak Tumbuh

Published

on

Profesor Maila Dinia Husni Rahiem (depan, dua dari kiri) dan Gie Sanjaya (depan, paling kiri) saat dialog “Gelar Wicara Kids Biennale 2025: Kekuatan Cerita sebagai Ruang Aman”, di Ruang Serbaguna, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Minggu (13/7/2025). Foto: Sabir Laluhu.

Jakarta, pantausidang – Cerita, buku, dan mindful reading (membaca dengan penuh kesadaran dan makna), serta seni memiliki kekuatan signifikan bagi anak untuk menumbuhkan keberanian, harapan, dan kesehatan mental sejak dini.

Hal ini terungkap dalam dialog “Gelar Wicara Kids Biennale 2025: Kekuatan Cerita sebagai Ruang Aman” yang diselenggarakan Kids Biennale Indonesia, di Ruang Serbaguna, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat pada Minggu (13/7/2025).

Guru besar pendidikan anak usia dini (PAUD) dan kesejahteraan sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus anggota board advisor Kids Biennale dan Penasihat Ahli Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Profesor Maila Dinia Husni Rahiem, penulis buku “Cahaya Menjadi Jutawan” Ida Ahdiah, dan dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merangkap peneliti Dharmaila Center Yeni Ratna Yuningsih tampil sebagai narasumber dalam dialog tersebut.

Dialog didahului dengan sambutan dari Pendiri merangkap Direktur Kids Biennale Indonesia Gie Sanjaya. Peserta dialog terdiri atas anak-anak, para guru, orang tua, dan 87 mahasiswa Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dialog “Gelar Wicara Kids Biennale 2025: Kekuatan Cerita sebagai Ruang Aman” merupakan rangkaian festival Kids Biennale Indonesia 2025 yang berlangsung di Galeri Nasional Indonesia pada 3-31 Juli 2025, dengan tema “Tumbuh Tanpa Takut”.

Laboratorium Emosi dan Mindful Reading

Profesor Maila Dinia Husni Rahiem menyampaikan presentasi berjudul “Ruang Aman & Mindful Reading: Menumbuhkan Anak Berani dan Peduli.” Maila menyatakan, fakta temuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa lebih dari satu miliar anak mengalami kekerasan fisik atau emosional setiap tahun. Untuk itu, butuh medium dan metode tepat untuk memberikan rasa dan ruang aman bagi anak. Bagi Maila, buku dan cerita serta seni menjadi sarana yang sangat tepat.

“Buku adalah laboratorium emosi paling terjangkau. Di dalam cerita, anak boleh menjelajah rasa takut, berlatih keberanian, dan belajar empati tanpa risiko nyata. Sehingga, cerita dan buku menjadi inti “ruang aman” bagi perkembangan anak. Demikian juga seni, menjadi wadah bagi anak untuk menumbuhkan keberanian bagi anak berbagi dan melawan rasa takut,” tegas Maila.

Ilmuwan yang tercatat dalam dua persen peneliti paling berpengaruh dunia versi Stanford University dan Elsevier ini mengungkapkan, cerita ibarat simulator emosi. Dalam cerita, tutur Maila, anak mengenal berbagai macam emosi dan bisa menjadi sarana anak mencoba hal-hal baru yang positif. Cerita ibarat cermin dan jendela. Sebagai cermin, anak melihat diri mereka di dalam cerita. Sebagai jendela, anak dapat melihat dunia yang luas di dalam cerita.

“Cerita bisa menumbuhkan kepercayaan diri anak, rasa empati mereka, dan juga perasaan bahwa mereka disayangi,” ujarnya.

Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.

Laman: 1 2 3

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Advertisement

Facebook

Akun Medsos Prabowo Gibran

Tag

Trending