Connect with us

Scripta

Mengapa Harus Belajar Malu dari Putri Malu

Published

on

Oleh: Said Latuconsina
(Pemerhati isu-isu Maritim)
Pesan Moral

Ketika kita menyentuh tanaman putri malu, daunnya spontan menguncup seakan sedang menutup diri. Perilaku sederhana ini menyimpan pesan moral yang begitu dalam bagi manusia.

Tanaman kecil yang sering kita temui di halaman rumah atau tepi jalan ini ternyata mampu mengajarkan tentang arti malu, sesuatu yang justru kian luntur di tengah kehidupan masyarakat modern.

Secara ilmiah, putri malu atau mimosa pudica menguncupkan daunnya karena perubahan tekanan dalam jaringan batang dan daun. Reaksi ini bukan sekadar keunikan biologis, melainkan mekanisme pertahanan diri agar tidak diserang oleh predator.

Dari sini kita bisa belajar bahwa malu adalah bentuk perlindungan diri, sebuah tameng untuk menjaga harga diri sekaligus mencegah kita melakukan hal yang merugikan.

Jaya Suprana dalam artikelnya “Belajar Malu dari Putri Malu” (Kompas.com, 20/11/2020) bahkan mengakui bahwa hasil observasi sederhana terhadap tanaman ini membuatnya merasa malu.

Malu karena ternyata manusia yang dianggap makhluk berakal justru kehilangan sensitivitas rasa malu, sementara tanaman yang dianggap tidak berperasaan mampu menunjukkan sikap menjaga diri.

Realitas Kehidupan

Hilangnya rasa malu semakin terlihat jelas dalam praktik kehidupan. Lebih mengkhawatirkan lagi, sebagian pejabat publik yang seharusnya menjadi panutan justru menunjukkan perilaku yang merusak kepercayaan sekaligus melukai perasaan rakyat.

Situasi ini bukan hanya melemahkan wibawa institusi, tetapi juga menggerus legitimasi moral para pemimpin di mata masyarakat.

Berbagai tindakan, seperti praktik korupsi yang dilakukan tanpa penyesalan, gaya hidup konsumtif yang memamerkan kemewahan di tengah penderitaan rakyat, nepotisme yang dianggap lumrah dalam birokrasi, hingga pernyataan yang merendahkan martabat masyarakat, merupakan manifestasi nyata yang melemahkan nilai keteladanan.

Fenomena itu kian terasa relevan jika melihat kondisi negara kita saat ini. Aksi unjuk rasa yang terjadi di beberapa daerah mengarah kepada tindakan anarkis, berujung jatuhnya korban jiwa, rusaknya fasilitas pemerintah, dan fasilitas umum seharusnya menyadarkan kita betapa pentingnya rasa malu.

Malu karena perbedaan pendapat berakhir dengan kekerasan. Malu karena aspirasi yang seharusnya disampaikan dengan santun berubah menjadi ajang saling melukai.

Warisan Nilai

Sebagai bangsa maritim, sebetulnya kita mewarisi nilai luhur dari masyarakat pesisir. Rasa malu menjadi perekat kehidupan, malu melanggar janji, malu merusak laut, malu mengkhianati sesama nelayan.

Nilai ini lahir dari kesadaran bahwa hidup di laut hanya bisa dijalani dengan kebersamaan. Sayangnya, nilai itu kian memudar, tergeser oleh kepentingan sesaat.

Tanpa rasa malu, akan mudah saling menyakiti dan lupa bahwa kita adalah satu saudara sebangsa. Belajar dari masyarakat pesisir, kita diajak kembali menjaga sesama, karena hanya dengan kebersamaan martabat bangsa dapat tetap berdiri tegak.

Memberi Teladan

Putri malu memberi teladan: ada saatnya kita harus menutup diri, menahan sikap, dan menolak hal-hal yang bisa mencederai kehormatan. Rasa malu bukan kelemahan, melainkan tanda kesadaran moral.

Tanpa malu, manusia bisa tega menyakiti, menindas, bahkan membinasakan sesamanya. Dengan malu, kita mampu menjaga martabat diri, membangun kesantunan sosial, dan menegakkan nilai kebersamaan sebagai identitas bangsa maritim.

Jika tanaman sederhana saja bisa “memiliki perasaan” dan tahu cara menjaga dirinya, mengapa manusia justru rela kehilangan rasa malu? Inilah ironi yang seharusnya membuat kita tersadar: belajar malu dari putri malu bukanlah hal yang memalukan, melainkan sebuah keharusan agar kita tetap menjadi manusia dan bangsa yang bermartabat. ***

Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Advertisement

Facebook

Hari Hak Untuk Tahu Sedunia .. tapi kok mau tanya dibatasi?

Tag

Trending