Healthy
PPPI Tegaskan Penerapan Permenkes 13/2025 dengan Rasa Adil untuk Perawat
Jakarta, pantausidang — Perkumpulan Perawat Pembaharuan Indonesia (PPPI) menilai hal yang paling signifikan dari penerapan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 13/2025 tentang Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan, yakni kehadiran negara yang memberi rasa adil untuk profesi perawat. Selain, pimpinan fasilitas kesehatan (faskes) selayaknya sebagai pihak akomodir dalam pertanggungjawaban hukum terhadap kesetaraan hak untuk perawat.
“Dua poin tersebut yang signifikan kalau pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mau meningkatkan mutu tenaga medis dan tenaga kesehatan (nakes),” kata Sekjen DPN PPPI Abram Sahing mengatakan kepada Redaksi.
Permenkes No 13 thn 2025 cukup mengakomodir imbalan jasa pelimpahan kewenangan tindakan medis terhadap perawat, seperti melakukan tindakan medis atas dasar pelimpahan kewenangan dari dokter baik secara mandat maupun delegasi, perawat berhak mendapatkan imbalan jasa sesuai dengan jumlah pasien maupun jenis tindakan pelayanan tersebut.
Pasal 221 Permenkes No 13/2025 dengan jelas menyatakan perihal imbalan jasa harus diatur dalam perjanjian kerja kedua belah pihak (perawat dengan pimpinan faskes), tetapi sayangnya bisa jadi pimpinan faskes tempat perawat bekerja tidak memfasilitasi secara maksimal.
“Sementara hal itu merupakan perintah regulasi, namun pada Pasal 219 ada kerancuan kalimat yang berbunyi ‘dengan memperhatikan kemampuan dan produktivitas faskes.’ Bahkan ada kemungkinan pimpinan faskes beralasan bahwa ketentuan imbalan jasa pelimpahan kewenangan tindakan medis dari dokter kepada perawat, belum bisa diterapkan.
Ini juga diskriminasi, maka seharusnya Kementerian Kesehatan harus memastikan agar amanah regulasi ini betul-betul dilaksanakan serta dipatuhi oleh faskes dan terus dalam pengawasan baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah khususnya pada faskes Swasta” kata Abram Sahing.
Di tengah era Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, ada perbedaan metode pembagian jasa atau imbalan jasa antara perawat dan dokter di rumah-rumah sakit (RS) swasta. BPJS Kesehatan menerapkan sistem pembayaran dengan istilah INA CBGs ( _Indonesia Case Based Groups_ ) sejak tahun 2014. Hal ini juga sejalan dengan Peraturan Presiden No. 111/2013 yang merupakan revisi dari Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan.
“Pengenaan tarif paket INA CBG’s juga rancu. misalkan pasien DBD yang dirawat, tagihan klaim dari Rumah Sakit ke BPJS sekian juta rupiah, langsung paket. Pelayanan kesehatan pasien DBD tersebut, ada tindakan medis yang dilakukan perawat, dalam hal ini pelimpahan kewenangan. Rumah Sakit Swasta bingung, bagaimana membagi jasa atau pelimpahan kewenangan, sementara tarif INA-CBG’s dibayar paket, tentu ini akan menjadi permasalahan kembali dan ujung-ujungnya tidak terealisasi” kata Abram Sahing. *** (Liu)

Zoom meeting, sosialisasi Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pengelolaan Sumber Daya Manusia Kesehatan pada hari Senin, 17 November 2025.
Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.
-
Saksi4 minggu agoKasus Korupsi DJKA Medan, KPK Periksa Dirut PT Karya Logistik Nusantara Fery Hendriyanto
-
Saksi3 minggu agoKepala Departemen Pembiayaan Syariah LPEI Kamaruzzaman Kembali Diperiksa KPK
-
Saksi4 minggu agoKPK Periksa Komisaris PT Tri Tirta Permata, Eddy Kurniawan Winarto Soal Dugaan Korupsi Jalur Kereta Api Medan
-
Nasional1 minggu agoHuang De Wei 黃德維, Asisten Pribadi Alm. The Ning King untuk Kegiatan Mandarin


You must be logged in to post a comment Login