Connect with us

Ragam

Satgas Pangan Gerebek Pabrik Beras Oplosan, Sita 12,5 Ton Produk Tak Layak Konsumsi

Published

on

Satgas Pangan Polri ungkap peredaran beras tidak sesuai standar mutu di Sidoarjo. Tersangka dijerat dengan tiga undang-undang sekaligus.

Sidoarjo, Pantausidang — Tim Satgas Pangan Polri dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur bersama Polresta Sidoarjo menyita 12,5 ton beras yang tidak sesuai standar mutu di wilayah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, pada Senin (4/8).

Pengungkapan ini merupakan hasil kolaborasi dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Timur.

“Penggerebekan dilakukan setelah hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa beras yang beredar tidak memenuhi standar mutu sebagai pangan layak konsumsi,” jelas pejabat Ditreskrimsus Polda Jatim dalam keterangannya.

Dalam operasi tersebut, petugas mengamankan seorang tersangka berinisial MLH, yang diduga sebagai pelaku utama pengoplosan beras. Barang bukti yang disita mencakup beras kemasan merek SPG dalam ukuran 5 hingga 25 kilogram, beras pecah kulit (PK), menir atau broken rice, serta sejumlah mesin produksi dan dokumen terkait kegiatan pengemasan.

Diduga Sengaja Menjual Produk Di Bawah Standar

Berdasarkan hasil penyelidikan awal, MLH diduga secara sistematis mencampurkan beras pecah kulit dan menir untuk dipasarkan sebagai beras premium. Praktik ini tidak hanya menyesatkan konsumen, tetapi juga melanggar ketentuan standar nasional dan ketentuan keamanan pangan.

Uji laboratorium dari BSN menunjukkan bahwa produk tersebut tidak memenuhi SNI 6128:2020 tentang beras. Produk dinilai tidak layak edar karena mutu tidak sesuai label yang tertera pada kemasan.

Dijerat Tiga Undang-Undang Sekaligus

Tersangka MLH terancam hukuman berat karena dijerat dengan tiga undang-undang berbeda.

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara atau denda Rp2 miliar.

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang memuat ancaman pidana maksimal 3 tahun penjara atau denda Rp6 miliar.

3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, yang mengatur ancaman maksimal 5 tahun penjara atau denda hingga Rp35 miliar.

Penyidik menegaskan bahwa penindakan ini dilakukan untuk memberikan efek jera kepada pelaku usaha nakal yang merugikan konsumen, serta menjaga stabilitas dan keamanan distribusi pangan di Jawa Timur. *** (Red – Sumber Humas Mabes Polri)

Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.

Advertisement

Facebook

Coaching Clinic KUHP by Forwaka

Tag

Trending