Niaga
Kasasi Berjalan, PT Bali Ragawisata Keberatan atas Status Pailit

Kuasa hukum PT Bali Ragawisata (BRW) menyoroti dugaan tagihan fiktif dalam PKPU sebelumnya yang menjadi dasar kepailitan.
Jakarta, pantausidang- Rapat kreditor pertama dalam perkara kepailitan PT Bali Ragawisata (BRW) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Senin (14/7/2025), berlangsung panas dan penuh ketegangan.
Dalam sidang terbuka tersebut, sejumlah kreditor mempertanyakan dasar pailitnya BRW yang dianggap janggal dan menuntut transparansi dari tim kurator.
Tim kuasa hukum PT BRW selaku termohon menyampaikan keberatan terhadap status pailit yang saat ini menjerat kliennya. Sebab menurutnya, permohonan pembatalan homologasi yang berujung pada putusan pailit patut dipertanyakan karena diduga berdasar pada tagihan fiktif.
Salah satu tagihan yang dipersoalkan berasal dari pemegang saham sekaligus mantan Direktur Utama PT BRW, Saiman Ernawan dengan nilai mencapai Rp91,3 triliun. Kuasa hukum mengklaim bahwa angka tersebut tidak wajar dan patut dikawal agar tidak merugikan kreditor lainnya.
Tak hanya itu, BRW juga menyatakan bahwa mereka telah membayar utang sebesar Rp720 juta dari total Rp8 miliar. Bahkan telah menawarkan cek senilai Rp7,28 miliar, namun upaya itu diklaim ditolak oleh pihak pemohon.
“Kami sudah menawarkan berulang kali baik ke persidangan maupun di luar sidang dan ditawarkan langsung, tapi ditolak. Padahal kuasa hukumnya sah menerima pembayaran,” tegas kuasa hukum PT BRW, Evan Togar Siahaan usai persidangan di PN Jakarta Pusat, Senin (14/7/2025).
“Ini pilot yang lahir dari permohonan pembatalan homologasi PKPU. Kami menduga permohonan itu didasari tagihan fiktif, dan sudah dilaporkan ke kepolisian. Sekarang laporan itu sudah masuk tahap penyidikan,” imbuhnya.
Mereka juga menyampaikan bahwa salah satu pemohon dalam permohonan pembatalan homologasi yaitu PT Bumi Cahaya Mulia, telah menerima pembayaran penuh. Sedangkan terhadap Lili Bintoro yang juga pemegang saham, pihak BRW mengklaim telah berupaya melakukan pembayaran melalui transfer, namun rekening yang diberikan tidak aktif.
“Kami juga sudah membawa cek ke persidangan dan ditawarkan langsung ke kuasa hukum pemohon. Tapi ditolak, padahal surat kuasa menyebutkan kuasa hukumnya berhak menerima pembayaran,” terang kuasa hukum.
Tim kuasa hukum PT BRW menyampaikan kronologis yang dialami oleh PT BRW hingga akhirnya diputus pailit. Ia menjelaskan bahwa awal mula permasalahan ini terjadi lantaran permohonan PKPU yang diajukan sebelum Triono Juliarso Dawis menjabat sebagai Direksi PT BRW.
Setelah pergantian manajemen, BRW menemukan adanya dugaan tagihan fiktif dan penggelembungan utang yang dilakukan oleh manajemen sebelumnya.
Perusahaan pun menyebut telah melaporkan dugaan ini ke pihak kepolisian, dan kini laporan tersebut tengah memasuki tahap penyidikan.
“Kami tidak bisa menjual aset karena ada pemblokiran tanah dari pemegang saham yang sama. Ini membuat BRW lumpuh dalam membayar kewajiban,” ungkapnya.
Tim kuasa hukum PT BRW menjelaskan bahwa dalam proposal perdamaian yang telah disetujui, pembayaran utang kepada pemegang saham akan dilakukan setelah selesainya seluruh utang kepada sejumlah kreditor yang bukan merupakan pemegang saham.
Namun dengan adanya putusan pailit tersebut, status tagihan pemegang saham bisa menjadi sama rata dengan para kreditor lain.
Pihak BRW menyatakan saat ini sedang mengajukan upaya hukum kasasi atas putusan pailit, dan berharap semua pihak dapat mengawal proses ini secara objektif dan terbuka.
Adapun proses PKPU sempat menghasilkan perjanjian homologasi yang disahkan pengadilan. Namun pada 2025 dua pihak yaitu Lily Bintoro dan PT Bumi Cahaya Mulia mengajukan pembatalan perdamaian, yang kemudian dikabulkan hingga berujung status pailit.
Di tempat yang sama, kuasa hukum Lily Bintoro, tak merespon saat dikonfirmasi oleh pewarta terkait sidang rapat kreditor pertama atas perkara tersebut.
“No coment,” singkat kuasa hukum Lili Bintoro yang tak mau disebutkan namanya.
Sementara itu, salah satu tim Kurator Kiagus Ahmad menyatakan, pihaknya baru ditunjuk secara resmi sejak 1 Juli 2025. Oleh karena itu, tim kurator belum mengetahui secara rinci proses-proses yang terjadi sebelumnya, termasuk terkait proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan isu homologasi.
“Kami hanya menjalankan tugas sesuai amanat undang-undang, seperti menerima tagihan, memverifikasi, mencocokkan, dan memastikan validitas bukti tagihan,” ujar Kiagus Ahmad kepada wartawan usai sidang.
Ia menekankan bahwa kurator bersifat independen, terbuka, dan tidak akan mengambil keputusan sepihak tanpa berkonsultasi dengan Hakim Pengawas.
“Kami tidak akan menerima tagihan begitu saja. Semua akan diperiksa secara ketat. Kalau ada keraguan, kami akan minta petunjuk Hakim Pengawas. Jadi kurator tidak mungkin ambil keputusan tanpa konsultasi atau persetujuan Hakim Pengawas,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, kurator juga menginformasikan bahwa proses verifikasi tagihan dijadwalkan berlangsung pada 12 Agustus 2025.
Di dalam rapat, kurator juga menyambut baik tuntutan dari para kreditor bahwa proses kepailitan harus dilakukan secara hati-hati dan meminta para kreditor dan debitor untuk mengawal kinerja tim kurator. *** (AAY)
Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.
-
Gugatan2 minggu ago
Perkara Sengketa Lahan, Tergugat : Saya Diminta Rp 2 Miliar Oleh Oknum MA
-
Penyidikan1 minggu ago
Ini Detail Proyek EDC BRI Rp2,2 Triliun yang Rugikan Negara Rp744,5 Miliar
-
Nasional2 minggu ago
KMP Tunu Pratama Jaya Tenggelam di Selat Bali
-
Gugatan3 minggu ago
Tergugat Laporkan Hakim PN Rantau ke KY Soal Sengketa Lahan di Tapin