Opini
Kurikulum Cinta Jadi Roh Pendidikan Transformatif Ala Nasaruddin Umar
Harapan besar Kurikulum Berbasis Cinta ini hadir memiliki potensi besar untuk mengubah wajah manis pendidikan yang ada di Indonesia
Deklarasi Istiqlal
Dua lakon tokoh dunia agama ini yang kalau dihayati dan dikaji secara mendalam dapat diyakini setara menuju dan mengalir pada satu muara yang disebut “CINTA”.
Mencium kening seseorang sudah pasti dilatari oleh motif kasih dan mencium tangan orang lain adalah lambang sebuah kepedulian.
Kasih dan kepedulian merupakan dua penopang utama untuk dapat merasakan ketulusan akan cinta kasih. Tidak ada cinta tanpa rasa mengasihi, dan tidak ada cinta sejati tanpa mencontohkan kepedulian pada siapa yang dicintai.
Lahirnya “Deklarasi Istiqlal” yang sangat bersejarah itu didasari oleh kegelisahan seorang anak manusia bernama Nasaruddin Umar terhadap dua fenomena global yang mencabit-cabit dan merusak tatanan cinta kasih. Gagasan besar ini hadir di Deklarasikan di Mesjit Istiqlal Jakarta, Mesjid terbesar ke lima dunia yang menjadi visi sang ulama kharismatik Anre Gurutta Kiyai Haji Nasaruddin Umar yang saat ini sebagai Menteri Agama Republik Indonesia.
Ditandai dengan ragam kekerasan dan konflik yang mencabit-cabit harkat dan martabat kemanusiaan mengdistorsi agama menjadi sebuah alat kekerasan dan permusuhan.
Cinta dan Roh Pendidikan
Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A. menjadikan kurikulum berbasis cinta sebagai “kendaraan” dalam mewujudkan ajaran cinta yang mana merupakan pilihan yang sangat tepat, karena kurikulum adalah roh utama dalam sistem pendidikan.
Penanaman nilai-nilai agama, maka kurikulum semacam ini menekankan pentingnya nilai-nilai agama dalam membentuk karakter peserta didik.
Namun, bukan berarti memaksakan satu agama tertentu, melainkan mengajarkan nilai-nilai kebaikan yang universal, maka dari itu pengembangan empati peserta didik diajak untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain, sehingga mampu membangun relasi yang harmonis, dan peningkatan toleransi.
Kurikulum berbasis cinta mendorong peserta didik untuk menghargai perbedaan agama, suku, bahasa, dan budaya, serta dapat menyelesaikan konflik secara damai yang didasari dengan cinta.
Konsep yang relevan
Saya mengakhiri tulisan saya ini, Insya Allah semoga tidak keliru dengan penuh keyakinan bahwa ketulusan Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar. M.A. ini dalam memberikan sebuah trobosan gagasan-gagasan besarnya dalam memaknai Kurikulum Berbasis Cinta dari kita untuk belajar memaknai pentingnya ketulusan cinta dalam konteks ini.
Harapan besar Kurikulum Berbasis Cinta ini hadir memiliki potensi besar untuk mengubah wajah manis pendidikan yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama dari semua pihak anak bangsa untuk mewujudkan Kurikulum yang Berbasis Cinta.
Kesimpulan saya dalam Kurikulum Cinta ini merupakan sebuah konsep pendidikan yang begitu relevan dengan tantangan zaman saat ini. Dengan menanamkan nilai-nilai cinta dan kasih sayang dan menjungjung tinggi nilai toleransi sejak dini,
Diharapkan generasi muda dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia-manusia Indonesia yang berkarakter mulia dan cinta kasih mampu membangun masa depan bangsa dan negara yang lebih cemerlang dan dapat dikagumi oleh negara-negara besar dunia lainnya. *** Red
Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.
-
Dakwaan4 minggu ago
Eks Dirut Dapen Bukit Asam Akui Beli Emas Rp9 Miliar
-
Tersangka4 minggu ago
KPK Tahan Eks Dirut PT Taspen
-
Saksi4 minggu ago
Dirut PT Pacific Sekuritas Indonesia Edy Soetrisno Diperiksa KPK Soal Kasus Korupsi PT Taspen
-
Tersangka3 minggu ago
KPK Sita Barang Bukti Kasus Taspen Senilai Rp.20 Miliar