Connect with us

Tersangka

Dijerat Tiga Kasus Korupsi, KPK Resmi Menahan Wali Kota Semarang dan Suami

Published

on

KPK tahan walikota Semarang Mbak Ita.foto dokumentasi pantausidang.com

Jakarta, pantausidang– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan sebagai tersangka dan menahan terhadap Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (HG) dan suaminya, Alwin Basri (AB) atas dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah.

Setelah menjalani pemeriksaan selama lebih kurang 7 jam, pasangan suami istri itu resmi ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan KPK Jakarta Timur, mulai 19 Februari hingga 10 Maret 2025.

Keduanya tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, sekitar pukul 09.30 WIB dan diumumkan untuk ditahan dalam konferensi pers KPK pada 16.30 WIB.

Hevearita atau biasa disapa Mbak Ita merupakan Wali Kota Semarang dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Sedangkan Alwin Basri adalah Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah yang juga berasal dari PDI-P.

KPK menduga, Ita dan Alwi ini telah menerima fee miliaran rupiah dari proyek-proyek strategis di Kota Semarang, mulai dari pengadaan meja dan kursi SD, pengaturan proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan, hingga meminta pungutan dari pegawai Pemkot terkait insentif pajak.

Wakil Ketua KPK Ibnu Basuki Widodo menerangkan, karena keduanya merupakan pasangan suami-istri, setiap arahan Alwin dianggap sebagai perintah dari Wali Kota Semarang.

Sejak Ita menjabat Wali Kota Semarang, mereka sudah menerima sejumlah uang atas pengadaan meja kursi fabrikasi SD pada Dinas Pendidikan Kota Semarang Tahun Anggaran 2023.

“Pengaturan proyek penunjukan langsung pada tingkat kecamatan tahun anggaran 2023 dan permintaan uang ke Bapenda (Badan Pendapatan Daerah) Kota Semarang,” ucapnya saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2025).

Kronologi Skandal Korupsi Wali Kota Semarang

Sejak dilantik pada November 2022, Ita dan suaminya mengontrol penuh proyek-proyek Pemkot dan menunjuk perusahaan tertentu sebagai pemenang tender.

Salah satunya adalah pengadaan meja kursi SD senilai Rp19,2 miliar di Dinas Pendidikan, Kota Semarang. Alwi secara langsung menunjuk PT Deka Sari Perkasa sebagai pemenang proyek, meskipun tidak ada usulan dari dinas terkait.

“Sebanyak Rp1,75 miliar dari proyek ini disiapkan sebagai fee untuk AB,” ungkap Ibnu.

Selain itu, KPK menduga Alwi memaksa para camat untuk menyerahkan proyek senilai Rp20 miliar kepada pihak yang telah diatur sebelumnya. Sebagai kompensasi, para kontraktor harus menyetor fee sebesar 13% dari nilai proyek kepada jaringan Alwi.

“Total uang suap yang diterima dalam kasus ini mencapai Rp 2 miliar,” jelasnya.

Sementara, lembaga antirasuah menduga Ita telah memaksa pegawai Bapenda Kota Semarang untuk menyerahkan potongan insentif mereka dengan alasan yang tidak jelas.

“Total pungutan ilegal yang dikumpulkan dari pegawai mencapai Rp2,4 miliar dalam satu tahun,” ujarnya.

Ibnu menegaskan bahwa perbuatan kedua pasangan itu melanggar sejumlah Pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.

Diantaranya, Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

“Kami telah mengumpulkan bukti kuat bahwa keduanya terlibat dalam praktik korupsi yang merugikan masyarakat Semarang. Kami akan memastikan proses hukum berjalan transparan dan tegas,” tandasnya. ***AAY

 

Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.

Advertisement

Facebook

Tag

Trending