Connect with us

Justitia

Pertamina Tak Pernah Kapok, Korupsi Terus Terjadi

Kasus dugaan korupsi proyek digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) PT Pertamina (Persero) bersama Telkom tahun 2018–2023.

Published

on

Digitalisasi SPBU Pertamina
Gedung Grha Pertamina. Foto : Sabir Laluhu

Dia melanjutkan, dalam proses tersebut pula faktanya ada dugaan minyak mentah dan kondensat bagian negara (MMKBN) dengan tujuan ekspor ke luar negeri dengan alasan terjadi pengurangan kapasitas intake produksi kilang akibat pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Di saat bersamaan, Harli berujar, PT Pertamina (Persero) malah melakukan impor minyak mentah untuk memenuhi intake produksi kilang.

“Perbuatan menjual MMKBN tersebut mengakibatkan minyak mentah yang dapat diolah di kilang harus berganti minyak mentah impor, yang merupakan kebiasaan PT Pertamina yang tidak dapat lepas dari impor minyak mentah,” tandas Harli.

Tanggapan Pertamina

Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso tidak mau berkomentar banyak ihwal berbagai kasus-kasus dugaan korupsi yang masih terjadi di lingkungan PT Pertamina (Persero), perusahaan subholding, dan anak perusahaan, termasuk yang masuk dalam penanganan kasusnya oleh KPK, Polri, dan Kejaksaan. Meski demikian Fadjar memastikan, pihaknya tetap menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.

“Kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” ujar Fadjar kepada Pantausidang.com, di Jakarta, Selasa malam (11/2/2025).

Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Demokrat sekaligus Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR Herman Khaeron mendukung penuh upaya penegakan hukum oleh KPK, Polri, dan Kejaksaan dalam penanganan sejumlah kasus dugaan korupsi di lingkungan PT Pertamina (Persero), perusahaan subholding, dan anak perusahaan. Menurut Herman, pemberantasan dan pencegahan korupsi pada sektor sumber daya alam harus mendapat perlakuan secara tegas dan tuntas.

“Sejalan dengan semangat Presiden Prabowo Subianto, pemberantasan dan pencegahan kerupsi harus tegas dan tuntas sampai ke akar-akarnya, terutama yang terkait sumber daya alam dan kebutuhan hajat hidup rakyat. Korupsi mengakibatkan biaya kehidupan menjadi tinggi, sementara kontribusi kepada negara akan mengecil,” tegas Herman kepada Pantausidang.com, di Jakarta, Kamis (13/2/2025).

Pencegahan Korupsi Pertamina Tak Efektif?

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, ada faktor utama mengapa kasus-kasus korupsi termasuk dalam konteks ini di lingkungan PT Pertamina (Persero), perusahaan subholding Pertamina, dan anak perusahaan selalu terjadi. Faktor tersebut kata Fickar, yaitu adanya kekuasaan atas materi yang banyak. Kekuasaan ini mengakibatkan oknum-oknum yang menjadi penanggung jawab yang punya kuasa bertindak baik secara sengaja maupun tidak sengaja sehingga terjadi korupsi.

“Oknum-oknum (penanggung jawab yang punya kuasa) sering kali khilaf atau secara sengaja ingin mengambil keuntungan secara pribadi maka terjadilah korupsi,” ungkap Fickar saat dihubungi Pantausidang.com, di Jakarta, Sabtu petang (15/2/2025).

Dia berpandangan, perusahaan-perusahaan BUMN termasuk PT Pertamina (Persero) sebenarnya sudah melaksanakan tata kelola antikorupsi. Hanya saja tutur dia, ketika tata kelola tersebut masih sepenuhnya di bawah kendali manusia, maka  korupsi itu tetap ada. Untuk itu, Fickar menyarankan, PT Pertamina (Persero), perusahaan subholding Pertamina, dan anak perusahaan harus menerapkan dan melaksanakan beberapa bentuk dan cara pencegahan korupsi yang benar-benar tepat dan efektif sehingga korupsi tidak terus terjadi di lingkungan Pertamina. Satu di antaranya yaitu penerapan sistem dan penempatan orang untuk melakukan pengawasan secara ketat dan melekat.

“Di Pertamina harus ada diterapkan sistem yang menempatkan setiap orang (yang) berfungsi juga mengawasi setiap rekan dan atasannya. Jika ada penyimpangan, bisa langsung melaporkannya kepada inspektorat jenderalnya (Kementerian BUMN) atau langsung ke KPK. Dengan begitu, semua orang akan berhati-hati melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Tentu saja harus ada reward atau apresiasi bagi mereka yang berhasil membongkar korupsi di lingkungannya,” tegas Fickar.

Herman Khaeron berpandangan, semangat dan tindakan pemberantasan dan pencegahan haruslah menjadi perhatian utama bagi pengambil kebijakan dan pengelola sumber daya alam. Untuk itu bagi Herman, kesadaran pelaksanaan pemberantasan dan pencegahan korupsi haruslah muncul dari diri masing-masing pengambil kebijakan dan pengelola sumber daya alam, termasuk dalam konteks ini adalah PT Pertamina (Persero) yang merupakan mitra kerja Komisi VI DPR.

“Oleh karenanya, pemberantasan dan pencegahan korupsi sejatinya muncul dari diri masing-masing pengambil kebijakan dan pengelola sumber daya alam. Negara juga harus membuat sistem yang memungkinkan semuanya bisa dikelola secara transparan dan akuntabel,” ujarnya.

Tata Kelola yang Baik

Fadjar Djoko Santoso mengklaim, PT Pertamina (Persero) tetap dan terus berkomitmen melakukan tiga hal utama dalam pelaksanaan tata kelola, operasional, dan aksi korporasi. Menurutnya, tata kelola perusahaan yang baik tetap dijaga oleh Pertamina, perusahaan juga menjalankan asas transparansi dan akuntabilitas, dan Pertamina mematuhi aturan hukum yang berlaku dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan. Meski demikian, Fadjar tidak menjelaskan secara terang tentang bagaimana bentuk dan cara pencegahan korupsi yang konkret, tepat, dan efektif yang telah, sedang, dan terus dilakukan oleh Pertamina bersama perusahaan subholding dan anak perusahaan sehingga kasus-kasus korupsi tidak terus terjadi.

“Pertamina berkomitmen untuk menjaga tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan menjalankan operasional perusahaan secara transparan serta akuntabel. Pertamina berkomitmen untuk memastikan bahwa seluruh aktivitas perusahaan berjalan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,” ungkap Fadjar.

Di sisi lain berdasarkan perolehan data yang masuk ke Pantausidang.com, sebenarnya PT Pertamina (Persero) memang sudah memiliki panduan tata kelola antikorupsi. Hal ini sebagaimana tercantum dalam buku Potret Business Judgement Rule: Praktik Pertanggungjawaban Pengelolaan BUMN yang ditulis oleh Tatu Aditya dkk dari Tim Legal Counsel PT Pertamina (Persero), yang diterbitkan oleh Legal Counsel PT Pertamina (Persero) dan Balai Pustaka pada 2022.

Peluncuran Buku Potret Business Judgement Rule: Praktik Pertanggungjawaban Pengelolaan BUMN pada 2 November 2022. Foto: Dok. Sabir Laluhu.

Peluncuran Buku Potret Business Judgement Rule: Praktik Pertanggungjawaban Pengelolaan BUMN pada 2 November 2022. Foto: Dok. Sabir Laluhu.

23 Unsur Tata Kelola Antikorupsi

Dalam buku Potret Business Judgement Rule: Praktik Pertanggungjawaban Pengelolaan BUMN, tercantum 23 unsur tata kelola antikorupsi yang seyogianya ada di lingkungan BUMN/holding BUMN dan anak perusahaan/subholding (Tatu Aditya dkk, 2022: 233–234). Di antaranya yakni unsur komitmen, keteladanan (kepemimpinan yang kuat), dan konsistensi; kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan perundang-undangan serta putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde)/final dan mengikat; penerapan prinsip business judgment rule (BJR); penerapan prinsip good corporate governance (GCG); penerapan empat pilar Sustainable Development Goals (SDGs); penerapan Sistem Manajemen Anti Suap (SMAP) ISO 37001:2016; penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2015; dan koordinasi dengan dan pelibatan dewan komisaris/dewan pengawas, satuan pengawas intern (SPI), dan tim fungsi legal (legal counsel).

Berikutnya, unsur menolak sejak awal dan/atau melapor gratifikasi serta pembentukan dan pelaksanaan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG); kepatuhan pelaporan LHKPN serta pembentukan dan pelaksanaan Unit Pelaporan LHKPN; menghindari benturan kepentingan, persekongkolan dengan internal dan/atau eksternal, kick back, kecurangan, dan maladministrasi; pengawasan dan/atau pembinaan secara melekat dan berjenjang; pemanfaatan sistem elektronik/platform digital, di antaranya untuk pengadaan barang dan/atau jasa;koordinasi dengan dan pelibatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), KPK, Kejaksaan, dan Polri; pelaksanaan rekomendasi dan/atau saran perbaikan yang telah diberikan oleh BPK, BPKP, KPK, Kejaksaan, dan Polri; hingga partisipasi publik.

Meski demikian, pertanyaan yang muncul adalah apakah setelah buku tersebut terbit pada 2022 yang terdapat panduan tata kelola antikorupsi lantas hanya sekadar menjadi lebaran kertas yang teronggok? Apakah kemudian PT Pertamina (Persero) beserta perusahaan subholding dan anak perusahaan telah menindaklanjuti panduan tersebut dengan melakukan perbaikan menyeluruh dengan menerapkan seluruh unsur tata kelola antikorupsi atau hanya sebagian? Apakah penerapan seluruh atau sebagian unsur tersebut tidak optimal, maksimal, konsisten, dan berkesinambungan? *** Sabir Laluhu.

Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.

Laman: 1 2 3

Advertisement

Facebook

Tag

Trending