Connect with us

Kasasi

Kasasi Ditolak, Harvey Moeis dan Helena Lim Tetap Dihukum Berat

Published

on

Jakarta, pantausidang- Mahkamah Agung (MA) RI resmi menutup pintu kasasi bagi dua terdakwa kasus mega korupsi tata niaga komoditas timah di Bangka Belitung.

Dua nama besar yang terseret dalam pusaran skandal ini, Harvey Moeis sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), dan Helena Lim, sosok yang dijuluki “crazy rich” Pantai Indah Kapuk (PIK), kini harus menerima kenyataan pahit.

Sebab, vonis berat mereka dinyatakan tetap berlaku oleh MA. Terhadap Suami Sandra Dewi (Harvey Moeis) tetap divonis dengan pidana 20 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 8 bulan kurungan ditambah uang pengganti Rp420 miliar subsider 10 tahun penjara.

Sedangkan Helena Lim tetap divonis dengan pidana 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Perkara Helena diperiksa dan diadili ketua majelis kasasi Dwiarso Budi Santiarto dengan hakim anggota Agustinus Purnomo Hadi dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo. Panitera Pengganti Asri Surya Wildhana.

“Amar putusan: tolak,” demikian bunyi putusan dikutip dari dari laman Kepaniteraan MA, Rabu (2/7/2025) siang.

Putusan ini, menegaskan kembali komitmen lembaga peradilan tertinggi dalam menindak korupsi besar-besaran yang tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghancurkan lingkungan hidup secara sistemik.

Putusan dengan nomor perkara 5009 K/PID.SUS/2025 untuk Harvey Moeis dan 4985 K/PID.SUS/2025 untuk Helena Lim dibacakan pada 25 Juni 2025 oleh majelis hakim yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto dengan hakim anggota Arizon Mega Jaya dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo. Panitera Pengganti Mario Parakas.

“Status: Perkara telah diputus, sedang dalam proses minutasi oleh Majelis,” demikian dikutip dari laman MA pada saat yang sama.

Skandal mega korupsi ini berawal dari praktik pengelolaan tata niaga timah yang tidak transparan di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk, sepanjang 2015 hingga 2022.

Harvey Moeis, yang disebut-sebut sebagai aktor utama dalam skema korupsi tersebut, diduga memainkan peran vital dalam alur distribusi dan pembelian timah dari tambang ilegal melalui PT Refined Bangka Tin.

Vonis tingkat pertama terhadap Harvey sempat menuai kritik, karena hanya menjatuhkan hukuman 6,5 tahun penjara dan uang pengganti Rp210 miliar.

Namun pada tingkat banding, vonis tersebut melonjak drastis menjadi 20 tahun penjara, seiring dengan ditemukannya indikasi kuat praktik pencucian uang dan kerusakan lingkungan berskala besar.

Helena Lim, pengusaha properti dan pemilik PT Quantum Skyline Exchange, terseret dalam pusaran kasus setelah diduga menerima aliran dana korupsi dan memainkan peran dalam menyamarkan aset dari kegiatan ilegal tersebut. Di tingkat banding, ia dijatuhi hukuman 10 tahun penjara, denda, serta uang pengganti Rp900 juta.

Kerusakan Ekologis Bernilai Ratusan Triliun

Lebih dari sekadar korupsi, majelis hakim di tingkat banding menyoroti kerusakan lingkungan masif yang ditimbulkan akibat praktik tambang ilegal ini.

Berdasarkan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), total kerugian negara mencapai Rp300 triliun lebih. Angka yang mencengangkan dan membuat perkara ini disebut-sebut sebagai kasus kerugian negara terbesar dalam sejarah hukum Indonesia.

Rinciannya: Kerugian dari penyewaan alat pengolahan timah ilegal sebesar Rp2,28 triliun. Kemudian, Pembelian bijih timah dari tambang ilegal senilai Rp26,64 triliun. Kerusakan lingkungan (termasuk kerugian ekonomi dan biaya pemulihan) sebesar Rp271,07 triliun.

Ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor, Bambang Hero, menjadi saksi kunci yang menegaskan bahwa kerusakan lingkungan tersebut bersifat irreversible jika tidak ditindak tegas oleh negara. Bahkan, majelis hakim PT DKI Jakarta menilai Harvey harus dituntut melalui pengadilan lingkungan.

Dalam proses hukum, berbagai aset Harvey dan Helena disita negara. Dari rumah mewah, kondominium elit, koleksi tas branded, hingga mobil sport bernilai miliaran rupiah semuanya diidentifikasi sebagai hasil tindak pidana korupsi dan pencucian uang.

Kasus ini juga membuka sorotan publik terhadap gaya hidup mewah para pelaku korupsi yang bersembunyi di balik nama perusahaan, investasi, dan gemerlap sosialita ibu kota.

Putusan Mahkamah Agung ini bukan hanya akhir dari proses hukum dua tokoh sentral dalam kasus korupsi timah, tapi juga menjadi pengingat keras bagi para pelaku kejahatan lingkungan dan keuangan bahwa keadilan masih bisa ditegakkan.

Kini, sorotan publik tertuju pada langkah pemerintah dan aparat penegak hukum berikutnya: Bagaimana memastikan pemulihan kerugian negara dan lingkungan yang rusak parah? Dan bagaimana memastikan skandal serupa tak kembali terjadi? *** (AAY)

Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.

Advertisement

Facebook

Coaching Clinic KUHP by Forwaka

Tag

Trending