Connect with us

Ragam

Ahli Sebut Disposisi Memo RJ Lino Tak Ada Urusan dengan Intervensi

“Pertama harus dipahami dulu disposisi ini makhluk apa. Ini hal-hal yang tercakup dalam apa yang kita pahami sebagai administrasi umum, tepatnya itu tata, naskah dinas,” terangnya.

Jakarta, Pantausidang.com – Saksi Ahli Hukum Administrasi Negara, I Gde Pantja Astawa, menyebutkan bahwa Disposisi Memo Richard Joost (RJ) Lino Nomor 6327 yang ditujukan kepada Direktur Operasi dan Teknik serta Kabiro Pengadaan PT Pelindo II tidak ada urusannya dengan intervensi.

Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Rosmina mengagendakan Saksi Ahli Adecharge yang dihadirkan oleh Tim Penasihat Hukum dengan Terdakwa mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pelindo ll, Richard Joost (RJ) Lino dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II.

“Apakah itu bentuk intervensi? Dalam konteks ini tidak ada urusannya dengan intervensi hanya merespons,” ucap Pantja di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh Pantausidang.com, Kamis (4/11/2021).

Sebelumnya, Saksi Pantja menerangkan mengenai adanya pertanyaan terkait disposisi faktual atau kritikal yang dapat dikatakan sebagai bentuk intervensi, yang menjurus pada penyalahgunaan wewenang.

“Pertama harus dipahami dulu disposisi ini makhluk apa. Ini hal-hal yang tercakup dalam apa yang kita pahami sebagai administrasi umum, tepatnya itu tata, naskah dinas,” terangnya.

Pantja melanjutkan bahwa tata, naskah dinas ini beragam bentuknya, dia bisa surat perintah, bisa pengumuman, bisa memorandum, maklumat, surat edaran, dan bisa disposisi. Ini sebaiknya harus dipahami dulu.

“Lantas pertanyaannya, disposisi ini apa? Disposisi itu sejatinya adalah petunjuk tertulis untuk melakukan tindak lanjut terhadap atau dengan kata lain merespons sesuatu yang ditujukan padanya,” lanjut dia.

Pantja memberikan sebuah contoh, misalnya Pantja memimpin satu perusahaan, organisasi yang dimana dia menjadi pimpinan tertinggi itu disampaikan nota dinas. Jadi seperti itu bentuknya.

Sehingga pada saat itu Pantja merespons dalam arti menjawab apa yang dikehendaki oleh orang yang menyampaikan kepadanya berupa nota dinas kepadanya.

“Tergantung saya meresponsnya, wujud disposisi bisa panjang lebar, bisa singkat, tergantung (isinya),” tuturnya.

Pantja memaparkan bahwa disposisi esensinya itu sejatinya adalah petunjuk tertulis yang berisi tindak lanjut atas nota dinas yang diberikan kepadanya.

“Kalau dalam bahasa hukum itu dikatakan sebagai diskresi Yang Mulia. Itu yang dikatakan sebagai diskresi bukan intervensi,” paparnya.

Lebih lanjut Pantja menegaskan, dalam buku administrasi tidak mengenal nomenklatur intervensi, karena itu sesuatu yang lazim di lingkungan administrasi umum. Tata naskah dinas, tidak ada sama sekali nomenklatur namanya buku administrasi.

“Saya katakan disposisi itu respons,” tegasnya.

Pantja menjelaskan pertanyaan terkait disposisi bukan sebuah intervensi artinya tindak lanjut atas apa yang ditujukan kepada yang bersangkutan.

“Ini respons, sebagai bentuk tindak lanjut,” tukasnya.

Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) disebutkan bahwa RJ Lino melakukan disposisi terkait pengadaan QCC di PT Pelindo II.

Pada awalnya dia sempat memerintahkan agar dilakukan penunjukkan langsung dan menentukan sendiri ketiga perusahaan pengadaan QCC yakni, HDHM dan ZPMC dari Tiongkok, serta Doosan asal Korea Selatan.

Hal itu tertuang dalam memo RJ Lino Nomor 6327 yang ditujukan kepada Direktur Operasi dan Teknik serta Kabiro Pengadaan PT Pelindo II.

Memo itu tercatat pertama, “Agar proses selanjutnya diundang langsung diantaranya: (1) HDHM-China, (2) ZPMC-China, (3) Doosan-Korea Selatan.” Lalu, kata singkat “Segera”.

Salah satu disposisi yang diduga dilakukan RJ Lino adalah menuliskan perintah tersebut dan meminta penyelesaian proses penunjukan HDHM. Perusahaan itu akan menggarap proyek twin lift QCC dengan kapasitas 50 ton.

Pada perkara ini, RJ Lino didakwa merugikan keuangan negara sebesar mencapai US$1,997 juta. Kerugian itu terkait pengadaan tiga unit QCC pada 2009-2011.

Atas perbuatannya itu, RJ Lino didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!
Continue Reading
Advertisement

Facebook

Advertisement

Tag

Trending

Open chat
1
Butuh Bantuan?
Hello 👋
Ada yang bisa saya bantu?
Pantausidang.com