Connect with us

Ragam

Ahli Ungkap Kerugian Anak Usaha BUMN bukan Kerugian Negara

Jadi di BUMN tidak mungkin ada kerugian jika dalam neraca laba rugi tidak mencatatkan kerugian

Pantausidang, Jakarta – Ahli Hukum Administrasi Negara, Dian Simatupang mengungkapkan bahwa kerugian terhadap anak usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukan termasuk kerugian negara dan untuk mengetahuinya perlu pembuktian lebih mendalam dari neraca laba rugi dan laporan keuangan kerugian negara.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Hal itu disampaikan dalam persidangan dugaan korupsi terkait pengeluaran Komisi Agen secara tidak sah PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) pada 2019-2020 dengan agenda keterangan Ahli dari Penasihat Hukum Terdakwa.

Dua saksi ahli yang dihadirkan adalah 1. Ahli Hukum Administrasi Negara, Dian Simatupang, dan 2. Ahli Hukum Pidana, Chairul Huda.

“Apakah kerugian dalam anak usaha BUMN dapat dikategorikan sebagai kerugian negara?” tanya Penasihat Hukum Terdakwa Anton Fadjar Alogo Siregar, Zecky Alatas di persidangan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 1 Agustus 2022.

Ahli, Dian Simatupang menjelaskan kalau dilihat dari sumber keuangan PT Askrindo bukan berasal dari uang dan kas negara.

“Bagaimana kita selaku APH nyatakan negara rugi! Karena bagaimanapun kalau mau diklaim sebagai kerugian negara atau kerugian perusahaan, kita harus dapat membuktikannya dari neraca laba rugi dan laporan keuangan. Tidak bisa berdasarkan persepsi karena kerugian negara itu nyata dan pasti,” jelasnya.

“Jadi di BUMN tidak mungkin ada kerugian jika dalam neraca laba rugi tidak mencatatkan kerugian,” sambung Dian.

Dian melanjutkan, terkait pengertian kerugian negara pada Pasal 1 angka 22 Undang-Undang (UU) No. 1 tahun 2014 adalah kekurangan. Jadi yang dimaksud kerugian bukan fiktif, karena kalau fiktif artinya hilang. Namun ini yang dimaksud adalah kurang.

Seperti kekurangan uang, surat berharga dan barang yang nyata dan pasti sifatnya, akibat perbuatan melawan hukum, baik hukum pidana, hukum administrasi dan hukum perdata dan atau kelalaian.

“Jadi tidak bisa setiap kerugian negara itu pasti akan menjadi perbuatan melawan hukum pidana,” lanjutnya.

Selanjutnya, ahli Dian menuturkan terkait kerugian negara itu harus nyata dan pasti. Menurutnya, nyata artinya adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang adalah nyata berkurang, yang dapat dibuktikan dengan laporan keungan atau hasil penelusuran kas, atau neraca laba rugi atau standar bukti otentik lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan.

Sementara yang disebut Pasti adalah jumlahnya harus jelas, harus dapat dihitung.

“Jadi bukan suatu dugaan, suatu indikasi, potensi, bahkan imajinasi. Jadi harus benar-benar dapat dihitung berdasarkan nilai buku,” tuturnya.

Kemudian, Dian menjelaskan pertanyaan Zecky terkait dengan status hukum anak perusahaan BUMN merupakan termasuk kerugian negara atau bukan. Menurutnya, hal itu bukanlah suatu kerugian negara.

“Tentu tidak karena tadi itu sumbernya bukan dari kas negara. Kita harus bisa melihat pada neraca laba rugi,” tukasnya.

Dalam persidangan ini sebelumnya, Jaksa mendakwa kepada tiga Direksi PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dalam perkara dugaan korupsi terkait pengeluaran Komisi Agen secara tidak sah pada 2019-2020.

Tiga Direksi BUMN itu adalah Direktur Operasional Ritell PT Askrindo, Anton Fadjar Alogo Siregar, Direktur Pemasaran PT AMU, Wahyu Wisambada dan Direktur SDM PT AMU, Firman Berahima.

Mereka diduga melakukan korupsi bersama-sama dengan Dirut Nyoman  Sulendra, Dirut Frederick Tassam, Dirut  Dwikora Harjo, dalam kurun waktu 2019-2020.

Jaksa mendakwa mereka telah memperkaya Anton Fadjar senilai US$ 616.000 dan Rp 821 juta, memperkaya Firman Berahima US$ 385.000, dan merugikan negara Rp 604,6 miliar.

Ketiganya didakwa dengan dua Pasal dakwaan.

Pertama, Primair:

Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kedua, Subsidair:

Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ***Muhammad Shiddiq

Facebook

Advertisement

Tag

Trending

Open chat
1
Butuh Bantuan?
Hello 👋
Ada yang bisa saya bantu?
Pantausidang.com