Connect with us

Ragam

Zecky Alatas Minta Hakim Bebaskan Anton Fadjar Alogo Siregar: Dakwaan Tak Cermat dalam Perhitungan Kerugian Negara

Dalam perhitungan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi harus nyata dan pasti, sehingga apabila Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak cermat maka Terdakwa haruslah dibebaskan atau setidak-tidaknva onslag van rechtfervolging)

Pantausidang, JakartaPenasihat Hukum Anton Fadjar Alogo Siregar, Zecky Alatas meminta majelis hakim untuk membebaskan Terdakwa Anton Fadjar Alogo Siregar karena dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai tidak cermat mengenai perhitungan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi harus nyata dan pasti.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

 

Hal itu disampaikan dalam persidangan dugaan tindak pidana korupsi PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) terkait pengeluaran Komisi Agen secara tidak sah pada 2019-2020, dengan agenda Pembacaan Surat Nota Pembelaan atau Pledoi Terdakwa dan Penasihat Hukum Anton Fadjar Alogo Siregar.

 

“Dalam perhitungan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi harus nyata dan pasti, sehingga apabila Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak cermat maka Terdakwa haruslah dibebaskan atau setidak-tidaknva onslag van rechtfervolging),” ucap Zecky Alatas ketika membacakan Surat Nota Pembelaan Anton Fadjar Alogo Siregar yang diikuti Pantausidang.com, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 25 Agustus 2022.

Menurut Zecky Alatas, adanya peraturan pemerintah penyertaan modal negara menurut PP No. 44 Tahun 2005 sebagai mana diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2016, yang ada penyertaan modal kepada BUMN, juga tidak ada penyertaan modal pada anak perusahaan BUMN.

 

Hal itu karena Peraturan 2005 hanya Pemerintah No.44 memungkinkan penyertaan modal negara ke BUMN dan perseroan terbatas swasta, tidak ada pengaturan penyertaan modal ke anak perusahaan BUMN.

 

“Bahwa uang negara adalah uang yang dikuasai oleh Menteri keuangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2007 dan Menteri Keuangan tidak pernah menguasai uang BUMN, apalagi uang anak perusahaan BUMN,” ujarnya.

 

Zecky Alatas melanjutkan, maksud nyata dan pasti dalam kerugian negara itu adalah nyata artinya uang, barang Surat berharga itu adalah nyata milik Negara yang dicatat dikelola dan ditata usahakan Negara.

 

“Pasti artinya uang, barang dan surat berharga itu adalah pasti jumlahnya, bukan jumlah indikasi, potensi, asumsi, maupun imajinasi, artinya harus didasarkan pada nilai buku dan nilai nyata menurut Pasal 38 dan Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2016,” lanjutnya.

 

Selain itu, Zecky Alatas membeberkan, terkait kerugian Negara adalah akibat kekurangan uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti karena ada Tindakan yang kongkret, bukan karena pelanggaran SOP, apalagi SOP bukan peraturan perundang-undangan, jadi tidak ada kaitannya pelanggaran SOP yang langsung berakibat berkurangnya uang, surat berharga, dan barang.

“Bahwa apabila ada pelanggaran SOP anak perusahaan BUMN dengan melaksanakan ketentuan Pasal 138 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 yaitu mengajukan permohonan perseroan ke Pengadilan,” bebernya.

 

Zecky Alatas menegaskan, berdasarkan keterangan Ahli Hukum Pidana Ahli Hukum Administrasi Negara, Ahli Hukum Asuransi tidak mendukung dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

 

Menurutnya, selama terdakwa bekerja di Perusahaan Askrindo dan juga sebagai komisaris PT AMU terdakwa tidak pernah merugikan atau menikmati hasil dugaan tindak pidana korupsi dan juga tidak pernah menitipkan program asuransi direct in direct atau lebih dikenal di AMUkan.

 

“Dengan adanya program FLPP justru PT Askrindo dan AMU preminya meningkat dan diuntungkan,” ujarnya.

 

Sebelumnya, Zecky Alatas mengungkapkan, bahwa dengan adanya itikad baik dari terdakwa dan tidak adanya kegiatan maka dana komisi operasional tersebut di kembalikan seluruhnya, sehingga tidak ada “mensrea” dari Terdakwa.

 

Pengembalian dana komisi operasional telah diterima oleh Sdr. Frederick CV Tassyam sebagai Direktur Utama PT AMU dengan adanya Berita Acara Tanda Terima Pengembalian Dana tersebut.

 

Terdakwa mengembalikan dana komisi operasional tersebut sebelum adanya audit internal maupun BPKP dan juga sebelum dilakukan penyidikan oleh Kejaksaan Agung RI.

 

Berdasarkan SEMA No. 4 Tahun 2016 poin No. 5, menyatakan bahwa: “ketentuan batas waktu 60 hari pengembalian kerugian keuangan negara atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan/Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau Inspektorat sesuai dengan ketentuan Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang No.15 Tahun 2004.

 

“Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara tidak berlaku bagi Terdakwa yang bukan Pejabat (swasta) yang mengembalikan kerugian negara dalam tenggang waktu tersebut, ketentuan tersebut hanya berlaku,” pungkas Zecky Alatas.

 

Sebelumnya, Jaksa menuntut kepada tiga Direksi PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dalam perkara dugaan korupsi terkait pengeluaran Komisi Agen secara tidak sah pada 2019-2020.

 

Tiga Direksi BUMN itu adalah Direktur Operasional Ritell PT Askrindo, Anton Fadjar Alogo Siregar 4 tahun pidana penjara, Direktur Pemasaran PT AMU, Wahyu Wisambada 8 tahun pidana penjara, dan Direktur SDM PT AMU, Firman Berahima selama 4 tahun pidana penjara.

 

Mereka diduga melakukan korupsi bersama-sama dengan Dirut Nyoman  Sulendra, Dirut Frederick Tassam, Dirut  Dwikora Harjo, dalam kurun waktu 2019-2020.

 

Jaksa mendakwa mereka telah memperkaya Anton Fadjar senilai US$ 616.000 dan Rp 821 juta, memperkaya Firman Berahima US$ 385.000, dan merugikan negara Rp 604,6 miliar.

 

Ketiganya didakwa dengan dua Pasal dakwaan.

Pertama, Primair:

Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Kedua, Subsidair:

Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ***Muhammad Shiddiq

Facebook

Advertisement

Tag

Trending

Open chat
1
Butuh Bantuan?
Hello 👋
Ada yang bisa saya bantu?
Pantausidang.com