Connect with us

Ragam

Diduga Abuse Of Power Majelis Hakim Perdata PN Bekasi Diadukan Ke MA dan KY

Dinilai Putusan Mengada ada dalam Menangani Perkara Perdata Perceraian Majelis Hakim PN bekasi Diadukan Ke MA dan KY

Pantausidang, Bekasi – Pengacara Sengketa Perdata Raja Tahan Panjaitan, menilai Majelis Hakim Perkara Gugatan Sengketa Perkawinan di Pengadilan Negeri Bekasi telah melakukan abuse of power atau penyalahgunaan kewenangannya dalam menangani perkara.

Pengaduan kepada Ketua Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Senen 22 Nopember 2021.

Raja Tahan Panjaitan dalam releasenya mengatakan,  pihaknya selaku kuasa hukum JS selaku penggugat perkara perceraian, merasa majelis hakim pimpinan Ranto Indra Karta terlalu memihak kepada pihak tergugat.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!
Putusan mengada ada

” Majelis hakim tidak profesioanal dan mengabaikan azas peradilan yang baik (azas pemenksaan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan, sebagaimana amanat pasal 2 (dua) ayat 4 (empat) UU RI No.48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) karena_ terkesan mengikuti permintaan Tergugat untuk menunda-nunda pemenksaan saksi Penggugat yang diketahui keberadaannya datang dari iuar Bekasi (Pekan Baru, Sumatera), ” Ujar Raja kepada media. Selasa (23/11/2021).

Menurut Raja, dalam putusannya, majelis hakim tersebut terkesan tidak berdasar hukum dan cenderung mengada-ada karena menyebut, gugatan Penggugat premature dan tidak dapat diterima dengan alasan pertimbangan hukum bahwa Penggugat dan Tergugat adalah orang Batak, dimana menurut adat batak
perceraian adalah cacat besar bagi keluarga besar, jadi harus melibatkan lembaga adat batak yang bernama DALIHAN NATOLU untuk penyelesaian perkara.

“Atas putusan perkara 564 di PN Bekasi kita merasa kecewa, karena kita menilai majelis hakim dalam perkara ini telah lalai dalam menerapkan hukum,” ujar Raja di depan PN Bekasi, Senin (8/11/2021).

Selain itu,  dia juga menilai majelis hakim telah melanggar asas-asas peradilan hukum perdata yaitu: azas bahwa hakim dalam pemeriksaan perkara perdata haruslah bersifat pasif atau diam.

Menurut Raja, hakim harusnya hanya bersifat menunggu pembuktian dari para pihak berperkara yang bertujuan untuk menghindari adanya pertimbangan hukum bersifat subyektif. Dan harus mendasarkan pada  bukti dan fakta-fakta di persidangan yang diajukan oleh para pihak.

“Dalam hal ini, majelis hakim tersebut telah melanggar azas tersebut, dimana dalam pertimbangan hukumnya menyebut bahwa perceraian adalah ULTIMUN REMEDIUM, sehingga gugatan Penggugat disebut premature, ” imbuhnya.

Raja T Panjatan menambahkan, jika  Penggugat sebelum mengajukan gugatan cerai harus terlebih dahulu melalui lembaga Adat Batak ‘Dalihan Natolu’  seperti pertimbangan hukum majelis hakim, Penggugat dan Tergugat tentu harus dinyatakan terlebih dahulu telah sah menikah secara Adat Batak.

Akan tetapi menurut Raja,  dalam proses pemeriksaan dipersidangan,  diperoleh fakta bahwa pernikahan Penggugat dan Tergugat belum diakul secara Adat Batak.

Raja menilai  dalil pertimbangan hakim tersebut tidak mencerminkan suatu kepastian hukum bagipara pencari keadiian khususnya untuk orang Batak.

Adapun Perkara yang dilaporkan ke Mahkamah Agung dan Ke Komisi Yudisial tersebut  perkara nomor: 564/Pdt.G/2020/PN.Bks diketuai Ranto Indra Karta ( Ketua) , Abdul Rofik dan Rakhman Rajagukguk

Berita lain; soal KY

Facebook

Advertisement

Tag

Trending

Open chat
1
Butuh Bantuan?
Hello 👋
Ada yang bisa saya bantu?
Pantausidang.com