Ragam
Jampidum Perintah Kejari Terbitkan SKP2 Empat Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif
JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif
Pantausidang, Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Dr. Fadil Zumhana perintahkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) terhadap 4 berkas perkara yang dikabulkan permohonan Keadilan Restoratif oleh Kejagung pada Rabu, 3 Agustus 2022.
“JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 3 Agustus 2022.
Menurut Kapuspenkum, hal itu sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022.
“Tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” ujarnya.
Kapuspenkum menuturkan, sebelumnya Jampidum menyetujui 4 Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Adapun 4 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif antara lain.
- Tersangka Delisius Muhama alias Del dari Kejaksaan Negeri Halmahera Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Kadir Harun dari Kejaksaan Negeri Ternate yang disangka melanggar Pasal 360 ayat (2) KUHP tentang Kelalaian yang menyebabkan orang terluka.
- Tersangka Buang Supriadi Bin Sato dari Kejaksaan Negeri Jember yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
- Tersangka Tomy Angga Kusuma alias Tomy dari Kejaksaan Negeri Kota Probolinggo yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) subsidiair Pasal 44 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Kapuspenkum menjelaskan, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap 4 berkas perkara dimaksud yaitu:
- Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
- Tersangka belum pernah dihukum.
- Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
- Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun.
- Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
- Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
- Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
- Pertimbangan sosiologis.
- Masyarakat merespon positif.
Menurut Kapuspenkum, dalam ekspose secara virtual itu dihadiri oleh Jampidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H. M.H., Direktur Tindak Pidana Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya Darmawel Aswar, S.H., M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum.
Kemudian Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.
“Yang mengajukan permohonan restorative justice,” tukasnya. ***Muhammad Shiddiq
Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.
-
Ragam4 minggu ago
GPHRI Tingkatkan Pengembangan Ekosistem Hospitality Terintegrasi
-
Internasional3 minggu ago
Festival Budaya Minnan Dunia Dorong Kerjasama Sektor Pariwisata Indonesia
-
Internasional2 minggu ago
PU, Huaqiao University MoU dengan Prinsip Saling Menguntungkan
-
Ragam1 minggu ago
2024 IG Indonesia Upaya Kembangkan Industri Manufaktur Dalam Negeri