Connect with us

Ragam

Alex Nurdin Dibidik TPPU

Penyidik menduga, Alex melakukan pencucian uang dalam pembentukan PT Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Gas. Perusahaan itu digarap bersama Direktur PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN), Maddai Madang.

Jakarta, Pantausidang-Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka peluang menjerat mantan Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Penyidik menduga, Alex melakukan pencucian uang dalam pembentukan PT Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Gas. Perusahaan itu digarap bersama Direktur PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN), Maddai Madang.

“Semuanya nanti tergantung faktanya seperti apa. Kita akan selidiki dulu terkait pencucian uangnya ini,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Supardi.

Supardi menjelaskan, saat ini Alex Noerdin dan Maddai Madang baru ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi. Keduanya diduga menyalahgunakan wewenang, serta melakukan perbuatan melawan hukum.

Yakni, membentuk PT PDPDE Gas bersama dengan PT DKLN dengan cara yang tidak benar. PT PDPDE sendiri dibentuk, setelah PD PDE selaku Badan Usaha Milik Pemerintah Daerah (BUMD) merasa tidak punya pengalaman mengelola gas bumi yang disalurkan PT Pertamina, Talisman Ltd, Pasific Oil and Gas Ltd, Jambi Merang (JOB Jambi Merang).

“Jadi Ini bukan delik suap, tapi perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang. Dia minta alokasi gas, kemudian menyetujui kerjasama PD PDE dengan PT DKLM yang dijabat MM (Maddai Madang),” tutur Supardi.

Diketahui sebelumnya, Kejagung menetapkan Alex Noerdin dan Maddai Madang sebagai tersangka terkait pembelian gas bumi PDPDE Sumsel yang merugikan keuangan negara lebih dari Rp 427 miliar.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Alex Noerdin direncanakan bakal ditahan di Rutan Kelas I Cipinang Cabang Rutan KPK.

Supardi menyebut, Alex ditahan terpisah dengan Maddai Madang untuk menghindari komunikasi diantaranya keduanya, yang dapat menyulitkan penyidikan. Namun pemisahan penahanan tidak jadi dilakukan, lantaran Rutan KPK penuh.

“Nggak jadi di Rutan KPK, kami sudah bawa ke sana, tiba-tiba berubah katanya penuh, akhirnya kami bawa ke Rutan Kejaksaan Agung,” kata Supardi.

Terkait kasus ini, Kejagung sudah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Yakni Caca Isa Saleh S selaku Direktur Utama PDPDE Sumsel, bersama A. Yaniarsyah Direktur PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN).

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Ebenezer Simanjuntak menerangkan, kasus korupsi pembelian gas bumi ini berawal dari Tahun 2010.

Bermula dari pemberian alokasi pembelian gas bumi bagian negara oleh PT Pertamina, Talisman Ltd, Pasific Oil and Gas Ltd, Jambi Merang (JOB Jambi Merang). Dimana Pemprov Sumsel mendapatkan ‘jatah’ pemberian 15 Juta Standar Kaki Kubik per Hari atau Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD).

“Pemberian tersebut berdasarkan keputusan kepala Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP Migas), atas permintaan Gubernur Sumatera Selatan,” kata Leo.

Dari keputusan BP Migas tersebut, yang ditunjuk sebagai pembeli gas bumi bagian negara adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yakni PDPDE Sumsel.

Akan tetapi PDPDE saat itu belum punya pengalaman teknis, maupun pendanaan yang solid. Kondisi itu, membawa keputusan lanjutan, dengan menggaet pihak swasta, yakni PT DKLN sebagai mitra kongsi.

Kongsi bisnis tersebut, berujung pada pembentukan badan hukum baru yakni, PT PDPDE Gas.

Perusahaan kongsi tersebut, memberikan hak kepemilikan saham kepada PDPDE Sumsel sebesar 15 persen. Sedangkan DKLN sebesar 85 persen.

Komposisi kepemilikan mayoritas tersebut yang membuat Yaniarsyah berhak juga atas jabatan Dirut PDPDE Gas.

Dari peristiwa tersebut, menurut kejaksaan, negara dirugikan sepanjang 2010 sampai pembukuan 2019.

Menurut penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada dua sumber kerugian negara dalam kasus PDPDE Gas. Pertama merugi senilai 30,19 juta dolar AS, atau setara dengan Rp 427 miliar sepanjang 2010-2019 selama perjalanan kongsi bisnis dalam PDPDE Sumsel dan DKLN  tersebut.

“Kerugian tersebut berasal dari hasil penerimaan penjualan gas, dikurangi biaya operasional selama kurun waktu 2010-2019 yang seharusnya diterima oleh PDPDE Sumsel,” ujar Leonard.

Nilai kerugian kedua, senilai 63,75 ribu dolar AS atau setara Rp 909 juta dan Rp 2,1 miliar.

“Kerugian negara tersebut, merupakan setoran modal yang seharusnya tidak dibayarkan oleh PDPDE Sumsel kepada PT DKLN,” jelasnya.

Continue Reading
Advertisement

Facebook

Advertisement

Tag

Trending

Open chat
1
Butuh Bantuan?
Hello 👋
Ada yang bisa saya bantu?
Pantausidang.com