Connect with us

Tuntutan

Ahmad Taufik dan Siti Fatimah Korupsi APD Covid-19, Negara Rugi Rp319 Miliar

Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan korupsi dalam pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19 di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang merugikan negara sebesar Rp319 miliar.

Published

on

Korupsi APD Covid 19 Kemenkes dan BNPB merugikan negara Rp319 miliar (dok)
Jaksa KPK menuntut hukuman berat terhadap para terdakwa dalam kasus korupsi pengadaan APD Covid-19 yang merugikan negara hingga Rp319 milia

Jakarta, pantausidang— Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan korupsi dalam pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19 di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang merugikan negara sebesar Rp319 miliar. Jaksa menilai dalam perkara ini, Ahmad Taufik, Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM), dan istrinya, Siti Fatimah, yang menjabat sebagai Komisaris Utama PT PPM,  berperan aktif dalam skema korupsi tersebut.

Peran dan Modus Operandi

Ahmad Taufik dan Siti Fatimah diduga bersekongkol dengan pihak swasta lainnya untuk membuat surat perjanjian kerja sama yang melawan hukum dengan PT Yoon Shin Jaya, sebuah perusahaan pakan ternak.

Perjanjian tersebut dibuat dengan tanggal mundur (backdate) dan isi yang tidak sesuai kenyataan, seolah-olah PT Yoon Shin Jaya adalah distributor tunggal APD merek BOHO.

Padahal, perusahaan tersebut tidak memiliki izin sebagai penyalur alat kesehatan.

Selain itu, mereka juga membuat perjanjian fiktif dengan PT GA Indonesia, sebuah perusahaan garmen, untuk memproduksi APD.

Perjanjian ini juga digunakan untuk mengurus izin edar, seolah-olah PT GA Indonesia adalah produsen APD, padahal kenyataannya perusahaan tersebut hanya bergerak di bidang jahit-menjahit garmen.

Manipulasi Harga dan Kerugian Negara

Dalam proses pengadaan, Ahmad Taufik, Siti Fatimah, Satrio Wibowo (Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia), Shin Dong Keun (Direktur PT Yoon Shin Jaya), dan Sri Lucy Novita diduga bersekongkol dalam penentuan harga APD. Harga per set APD ditetapkan sebesar USD 48 (sekitar Rp800.000), padahal harga sebenarnya hanya sekitar Rp270.000 per set.

Penetapan harga ini tanpa bukti harga pokok produksi (HPP) dan biaya-biaya riil lainnya.

Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp319.691.374.183,06. Dari jumlah tersebut, Ahmad Taufik dan Siti Fatimah menerima keuntungan sebesar Rp224,18 miliar, Satrio Wibowo Rp59,98 miliar, Shin Dong Keun Rp25 miliar, dan PT GA Indonesia Rp14 miliar.

Tuntutan Jaksa KPK

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat pada Jumat (16/5/2025), Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK akhirnya menuntut Ahmad Taufik dengan pidana penjara selama 14 tahun dan 4 bulan, serta denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Jaksa juga menuntutnya untuk membayar uang pengganti sebesar Rp224,18 miliar subsider 6 tahun penjara.

Satrio Wibowo dituntut hukuman penjara selama 14 tahun dan 10 bulan, denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta uang pengganti sebesar Rp59,98 miliar subsider 4 tahun penjara.

Sementara itu, Budi Sylvana, mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, dituntut pidana penjara selama 4 tahun dan denda sebesar Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Dakwaan Jaksa

Dalam surat dakwaan Jaksa menyebut Satrio Wibowo, Ahmad Taufik (Dirut PT Permana Putra Mandiri), Siti Fatimah Az Zahra (Komut PT PPM), A. Isdar Yusuf (legal PT EKI), Budi Sylvana (PPK Kemenkes), dan Harmensyah (Sestama BNPB/KPA) telah melakukan serangkaian tindakan melawan hukum.

Perbuatan itu berlangsung antara Maret hingga Mei 2020, saat pemerintah gencar mengadakan APD dalam situasi darurat pandemi.

Perkara ini menunjukkan adanya kolusi antara pejabat pemerintah dan pihak swasta dalam pengadaan barang yang seharusnya digunakan untuk penanganan pandemi Covid-19.

Manipulasi perjanjian dan harga yang dilakukan oleh para terdakwa tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berpotensi menghambat penanganan pandemi secara efektif.

Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembelaan pekan berikutnya dari para terdakwa sebelum hakim menjatuhkan putusan. *** (Red)

Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.

Advertisement

Facebook

Tag

Trending