Justitia
CSR Bancakan DPR, Rusak Rupa Bank Indonesia
Korupsi ibarat penyakit di tubuh Bank Indonesia yang sempat sembuh tetapi kini kambuh lagi. Kasus dugaan korupsi dana CSR Bank Indonesia telah merusak reputasi Bank Indonesia.

Kepada Pantausidang.com, sumber internal Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK menceritakan, nama Heri Gunawan dan Satori sudah mengemuka secara terang saat kasus masih di tahap penyelidikan. Di tahap penyelidikan, sebenarnya KPK mengusut dua objek kasus dugaan korupsi yaitu dana CSR BI dan dana CSR OJK. Kala tahap penyelidikan, penyelidik pernah meminta keterangan Heri dan Satori sebagai terperiksa. Selain itu, penyelidik pun sudah meminta keterangan ANS selaku anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2022–2024.
Pada September 2024, tim penyelidik membuat dan menyampaikan Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi (LKTPK) kepada pimpinan KPK melalui Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi. Di dalam LKTPK, termaktub di antaranya dugaan perbuatan pidana, modus, pelaku yang dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum, pasal-pasal yang sesuai dengan perbuatan pidana, dan bukti-bukti yang sudah ada.
“Di dalam laporan tersebut, sudah ada nama HG (Heri Gunawan) dan S (Satori) sebagai pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum sebagai calon tersangka,” tegas sumber tersebut saat berbincang dengan Pantausidang.com.
Selepas penyampaian LKTPK itu, sumber melanjutkan, jajaran Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK bersama pimpinan KPK melakukan gelar perkara (ekspos). Forum ekspos bersepakat secara bulat memutuskan kasus dugaan korupsi dana CSR BI naik ke tahap penyidikan. Meski demikian, terjadi adu argumen dalam ekspos khususnya berkenan dengan apakah di surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) langsung tercantum nama tersangka ataukah hanya menggunakan sprindik umum tanpa nama tersangka.
Beberapa peserta ekspos ada yang menyatakan, dari alat-alat bukti yang KPK miliki maka sudah layak KPK menetapkan Heri Gunawan dan Satori sebagai tersangka serta nama keduanya tetap tertulis di dalam sprindik. Beberapa lainnya tidak sepakat dengan alasan kasus ini memiliki skala besar dengan terduga pelaku dari unsur politikus dan agar tidak berpotensi kalah kalau nanti ada gugatan praperadilan, maka penggunaan sprindik umum lebih tepat.
Pada akhirnya, forum ekspos memutuskan pilihan kedua, penerbitan sprindik umum tanpa nama tersangka.
“Pasal yang dipergunakan itu pasal penerimaan suap atau janji atau penerimaan gratifikasi. Makanya kemudian, sprindik umum yang diterbitkan untuk penyidikan adalah dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji atau gratifikasi yang diduga dilakukan oleh anggota Komisi XI DPR RI periode 2019–2024, yang diduga terkait dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya selaku anggota Komisi XI DPR RI periode 2019–2024,” bebernya.
Sumber melanjutkan, pada tahap penyelidikan memang tim penyelidik juga mendalami dugaan perbuatan dan keterlibatan pejabat BI. Tetapi pengusutan itu masih tahap awal. Pendalaman lanjutan ihwal pejabat BI akan lebih fokus di tahap penyidikan. Untuk tindak lanjut pendalaman itu, pada akhirnya KPK menggeledah beberapa ruangan di BI termasuk ruang kerja Gubernur BI Perry Warjiyo.
“Dugaan keterlibatan pihak BI nanti akan terlihat dan lebih didalami lagi di tahap penyidikan. Apalagi kan proses persetujuan, pencairan, dan pemberian bantuan dana CSR BI itu enggak mungkin enggak ada peran orang BI. Begitu juga dugaan keterlibatan dan bukti-bukti dugaan keterlibatan anggota-anggota Komisi XI DPR selain HG dan S juga lebih didalami di penyidikan. Ingat ya, Komisi XI DPR dan BI saling berkaitan satu sama lain karena mitra kerja kan,” ucap sumber.
Tessa Mahardhika Sugiarto menekankan, tujuan penyidik KPK menggeledah beberapa lokasi dalam kasus dugaan korupsi dana CSR BI adalah untuk memperkuat alat-alat bukti yang sudah KPK miliki. Dia memastikan, penyidikan kasus ini menggunakan sprindik umum yang di dalamnya tak tertulis nama tersangka. Untuk itu, Tessa belum bisa menanggapi ihwal apakah status Heri Gunawan dan Satori dapat berubah dari saksi menjadi tersangka. Di sisi lain, Tessa menggaransi tak ada kendala bagi KPK menyidik kasus ini meskipun hingga kini KPK belum menetapkan tersangka.
“Pada saatnya nanti, KPK akan melakukan gelar perkara untuk menetapkan siapa yang patut untuk dimintakan pertanggungjawaban pidananya. Penyidikan masih berjalan, sampai dengan saat ini belum ada penetapan tersangka. Sampai dengan saat ini saya tidak diinfokan ada kendala. Kemungkinan besar karena ini mungkin nilainya cukup besar, cakupan yang diberikan CSR itu cukup banyak, sehingga dibutuhkan waktu saja untuk menentukan siapa-siapa yang memang bertanggung jawab dan ditetapkan nanti sebagai tersangka,” kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (14/2/2025).
Diduga Bancakan Anggota Komisi XI DPR
Pernyataan Heri Gunawan dan Satori selepas pemeriksaan pada Jumat, 27 Desember 2024 menjadi pembuka kotak pandora. Ucapan keduanya menunjukkan solidnya fakta dugaan dana CSR BI sebagai bancakan para anggota Komisi XI DPR 2019–2024.
Bagi Heri Gunawan, penerimaan dan penggunaan dana program CSR BI oleh anggota Komisi XI DPR 2019–2024 merupakan hal yang lumrah. Sebab, program CSR dari mitra kerja Komisi XI adalah program biasa. Meski demikian, Heri tak menjelaskan lebih detail maksud ucapannya.
“Itu kan program biasa dari mitra di Komisi. Mungkin lebih baik tanyakan ke penyidik, karena itu masuk ke materi. Takutnya saya enggak enak nanti. Semua, semua (anggota Komisi XI DPR 2019–2024 menerima dana CSR BI). Itu (BI) kan sebagai mitra (mitra kerja Komisi XI). Biar nanti pihak KPK yang menjelaskan,” kata Heri.
Satori berujar senada. Satori memastikan, semua anggota Komisi XI DPR 2019–2024 menerima dana CSR BI. Artinya, bukan hanya Satori dan Heri Gunawan saja. Menurut Satori, setelah dia menerima dana CSR BI kemudian dia mempergunakannya untuk pelaksanaan program di daerah pemilihan (dapil)-nya. Di sisi lain, dia mengaku lupa berapa jumlah total dana CSR BI yang dia kelola dan pergunakan. Diketahui, Satori terpilih dalam Pemilu Legislatif 2019 dari dapil Jawa Barat VIII yang mencakup Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, dan Kota Cirebon.
“Semuanya sih, semua anggota Komisi XI programnya itu dapat. Bukan, bukan kita aja. Program (bentuk program penggunaan dana CSR BI), ya, programnya kegiatan untuk sosialisasi di dapil. Memang kalau program itu semua anggota Komisi XI,” ungkap Satori.
Bersamaan dengan itu, Satori membantah menerima uang dugaan suap dalam pengurusan dan penggunaan dana CSR BI. Satori beralasan semua dana CSR BI mengalir ke yayasan. “Enggak ada, enggak ada uang suap itu. Semua kepada yayasan, ya yayasan yang ada untuk penerimanya itu,” kilahnya.
Satori nyatanya tak hanya sekali menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK.
Pada Selasa (18/2/2025), penyidik memeriksa Satori untuk kedua kali. Yang spesial, penyidik juga memeriksa istri Satori, Rusmini yang menjabat sebagai Kepala Desa Panongan, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon, di Selasa yang sama. Rusmini lebih dulu keluar ruang pemeriksaan dan meninggalkan area Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 18.53 WIB, tetapi tidak berkomentar apapun. Sekira tiga menit berselang, pukul 18.56 WIB, Satori terlihat menuruni tangga lantai 2 ruang pemeriksaan menuju lobi.
Satori enggan menjawab secara spesifik saat para jurnalis memberondongnya dengan berbagai pertanyaan. Misalnya tentang bagaimana kelanjutan pernyataan Satori sebelumnya bahwa semua anggota Komisi XI DPR 2019–2024 menerima dana CSR BI, siapa saja anggota Komisi XI tersebut, dan apakah penyidik kembali mencecar Satori tentang dugaan keterlibatan para anggota Komisi XI DPR 2019–2024 saat pemeriksaan kedua. Satori lebih banyak diam, merunduk, dan menyampaikan perkataan normatif. Dia juga tak mau berkomentar terkait pemeriksaan Rusmini.
“Tadi sudah saya ceritakan semua kepada penyidik ya, mungkin bisa konfirmasi ke penyidik. Semua sudah saya ceritakan ke penyidik. Terima kasih, terima kasih, sudah saya ceritakan semua ke penyidik,” kata Satori selepas pemeriksaan, di Gedung Merah Putih KPK, Selasa malam (18/2/2025).
Pernyataan Satori tentang seluruh anggota Komisi XI DPR 2019–2024 menerima dana CSR dan penerimaannya melalui yayasan dibenarkan oleh Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Polisi Asep Guntur Rahayu.
Asep Guntur Rahayu menuturkan, BI menyalurkan CSR tidak langsung kepada anggota Komisi XI DPR 2019–2024 tetapi melalui yayasan. Asep menceritakan, saat penyidik memeriksa Satori memang Satori menyampaikan bahwa seluruh anggota Komisi XI DPR 2019–2024 menerima dana CSR BI. Saat ini, Asep berujar, penyidik sedang mendalami dugaan keterlibatan dan penerimaan dana CSR oleh para anggota Komisi XI DPR 2019–2024 selain Satori dan Heri Gunawan.
“Itu yang kita sedang dalami di penerima yang lain. Karena, berdasarkan keterangan saudara S (Satori), teman-teman sudah catat ya, seluruhnya juga dapat. Ya, kan, seluruh anggota Komisi XI terima CSR itu,” tegas Asep saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa malam (21/1/2025).
Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.
-
Nasional6 hari ago
Flyover Panorama I Dimulai di Sumbar
-
Nasional3 minggu ago
Kisruh Internal PT Pegadaian: Serikat Pekerja Ancam Gugat ke Pengadilan, Tuntut Kepatuhan pada PKB
-
Gugatan3 minggu ago
Eks Pegawai Gugat PHK Sepihak PT JAI
-
Nasional3 minggu ago
SP Pegadaian Tempuh Jalur Hukum, Dapat Dukungan Penuh Seluruh Indonesia