Connect with us

Ragam

Jokowi Curhat Subsidi BBM Besar, Pengamat Sindir, Lebih Produktif Cari Solusi

Menurut Fahmy, Presiden Jokowi Curhat bahwa kebijakan Pemerintah menahan harga BBM semakin berat karena jumlah subsidi yang digelontorkan besar sekali

Pantausidang, Jakarta – Presiden Joko Widodo curhat mengenai beban subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sangat besar, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menyindir, daripada curhat soal besaran subsidi BBM,

lebih baik dan produktif Presiden Jokowi mencari solusi dan melakukan tindakan pemberian subsidi yang tepat sasaran yang dapat mengurangi beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

“Ketimbang men-curhat-kan besaran subsidi BBM yang sudah given, akan lebih produktif bagi Jokowi untuk mengupayakan subsidi yang lebih tepat sasaran sehingga dapat mengurangi beban APBN,” kata Fahmy kepada Pantausidang.com, Rabu, (22/6/2022).

Menurut Fahmy, Presiden Jokowi Curhat bahwa kebijakan Pemerintah untuk menahan harga bahan bakar minyak (BBM) semakin berat karena jumlah subsidi yang digelontorkan bukan besar, tetapi besar sekali.

“Bahkan bisa dipakai untuk bangun Ibu Kota Negara (IKN) lantaran subsidi itu sudah mencapai Rp 502 triliun,” tuturnya.

Lebih lanjut, Fahmy menjelaskan bahwa membengkaknya beban subsidi lebih disebabkan oleh meroketnya harga minyak dunia, yang menjadi variabel utama pembentuk harga BBM. Harga minyak dunia mencapai US $105 per barrel, sedangkan asumsi ICP (Indonesia Crude Oil) APBN ditetapkan sebesar US $63 per barrel.

“Selisih ICP dengan harga minyak dunia itulah yang merupakan subsidi menjadi beban APBN, akibat kebijakan Pemerintah tidak menaikkan harga BBM,” ujarnya.

Menurutnya, curhat Jokowi seharusnya terkait subsidi dan kompensasi salah sasaran, yang selama ini tidak pernah ada solusinya, kecuali hanya pada tataran wawacana saja. Untuk menekan menggelembungnya subsidi dan kompensasi BBM, ada beberapa upaya yang sebenarnya bisa dilakukan.

Pertama, penetapan harga Pertamax dan Pertamax ke atas diserahkan saja kepada Pertamina untuk menetapkan harganya sesuai harga keekonomian, sehingga negara tidak harus membayar kompensasi akibat adanya perbedaan harga ditetapkan dengan harga keekonomian.

Kedua, tetapkan pembatasan untuk penggunaan Pertalite dan Solar dengan kriteria yang sederhana dan operasional di lapangan. Tetapkan saja bahwa pengguna Pertalite dan Solar hanya untuk Sepeda Motor dan Kendaran Angkutan.

Ketiga, hapus BBM RON 88 Premium. Alasannya, kendati penggunaan Premium sudah dibatasai hanya diluar Jamali, namun impor dan subsidi contents Premium masih cukup besar, yang juga menambah beban APBN.

Jika beban subsidi BBM dapat diturunkan, dana subsidi itu dapat digunakan untuk membiayai pembangunan IKN.

“Upaya itu sesungguhnya pernah dilakukan Jokowi di periode pertama pemerintahannya dengan memangkas subsidi BBM dalam jumlah besar untuk membiayai pembangunan infrastruktur,” pungkasnya.***
Muhammad Shiddiq

Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.

Facebook

Advertisement

Tag

Trending

Open chat
1
Butuh Bantuan?
Hello 👋
Ada yang bisa saya bantu?
Pantausidang.com
×

Assalamualaikum wrb

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× Hubungi Kami