Penyidikan
Kejagung Periksa Tiga Pegawai Pengadilan dalam Kasus Suap Hakim Tipikor

Jakarta, pantausidang – Kejaksaan Agung Republik Indonesia terus mendalami kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pada Kamis, 17 April 2025, tim jaksa penyidik dari Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) memeriksa tiga orang saksi yang memiliki informasi penting dalam perkara tersebut.
Ketiga saksi tersebut masing-masing berinisial BM, EI, dan IS.
Berdasarkan keterangan resmi dari Kejaksaan Agung, BM sebagai pegawai pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sementara itu, EI merupakan sopir pribadi dari Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan IS adalah istri dari salah satu tersangka kasus ini, yakni Hakim Agam Syarif Baharudin (ASB).
“Pemeriksaan ini merupakan bagian dari proses penyidikan guna memperkuat pembuktian dan melengkapi berkas perkara atas nama tersangka WG dan kawan-kawan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Dr. Harli Siregar.
Kasus dugaan suap ini mencuat dalam konteks penanganan sejumlah perkara korupsi di PN Jakarta Pusat, yang melibatkan 3 Hakim Tipikor.
Mereka adalah Humas PN Jaksel Djuyamto, Agam Syarif Baharudin serta Ali Muhtarom.
Mereka diduga menerima suap dalam memutus perkara korupsi yang melibatkan Grup Wilmar, Grup Permata Hijau, dan Grup Musim Mas di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menjelaskan, penetapan tersangka merupakan hasil pengembangan penyidikan dari penggeledahan di tiga lokasi berbeda.
“Penggeledahan di Jepara, Sukabumi, dan Jakarta berkaitan dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan/atau gratifikasi dalam penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” jelas Qohar dalam keterangannya, Minggu 13 April 2025.
Qohar menyebut, total uang suap yang diterima para tersangka mencapai Rp22 miliar. Uang itu diduga diberikan untuk memengaruhi putusan majelis hakim agar perkara korupsi tiga korporasi tersebut diputus onslag, atau menyatakan ada perbuatan tetapi bukan tindak pidana, sehingga masuk ranah perdata.
“Total seluruhnya yang diterima Rp22.000.000.000,” ungkap Abdul Qohar.
Dari hasil penggeledahan, penyidik menyita berbagai barang bukti, antara lain:
Uang asing berupa dolar Singapura dan dolar Amerika;
Mobil mewah seperti Toyota Land Cruiser, Land Rover, dan Fortuner;
Puluhan sepeda motor dan sepeda;
Serta uang tunai lebih dari Rp600 juta dari kediaman salah satu tersangka.
Abdul Qohar juga mengungkap kronologi suap tersebut. Menurutnya, kasus bermula dari kesepakatan antara pengacara korporasi minyak goreng, berinisial AR (Aryanto Bahri), dengan panitera WG (Wahyu Gunawan) untuk mengurus putusan onslag. Nilai awal yang disepakati adalah Rp20 miliar.
Namun, Wakil Ketua PN Jakarta Pusat saat itu, Muhammad Arif Nuryanta, diduga meminta jumlah tersebut dinaikkan menjadi Rp60 miliar. AR menyanggupi dan menyerahkan uang dalam bentuk dolar Amerika kepada WG, yang kemudian diteruskan ke MAN.
Sebagai imbalan, MAN menerima uang dan menunjuk ketiga hakim sebagai majelis perkara tersebut. MAN kemudian membagi uang sebesar Rp4,5 miliar kepada para hakim sebagai “uang baca berkas”.
Uang tersebut diberikan melalui goodie bag yang dibawa hakim ASB, dan selanjutnya dibagi tiga. Beberapa bulan kemudian, MAN kembali menyerahkan uang dalam bentuk dolar Amerika setara Rp18 miliar yang juga dibagi di sekitar Bank BRI Pasar Minggu, Jakarta Selatan.*** (Red)
Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.