Connect with us

Ragam

Korban Bersedia Memaafkan, Guru BP Dapat Keadilan Restoratif dan Bebas 

Memulihkan keadaan seperti semula antara tersangka dan korban dengan tetap memerhatikan perlindungan dan kondisi yang dialami oleh korban

Pantausidang, Jakarta – Kejagung menghentikan perkaranya Setelah korban Herza Muhammad Bilal melalui orang tuanya bersedia memberi maaf kepada Tersangka Guru Bimbingan Konseling (BK) SMAN 6 Kabupaten Takalar.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Artiwan Bangsawan bin Ahmad Bangsawan sebelumnya terjerat tindak pidana kekerasan dan  karena korban bersedia menyelesaikan perkaranya dengan Keadilan Restoratif, sehingga perkaranya dihentikan dan dibebaskan tanpa syarat.

“Mendengar dan memahami penjelasan dari Kepala Kejaksaan Negeri Takalar dan Penasihat Hukum, pihak anak korban pun bersedia memaafkan Tersangka dan menyetujui perkara ini diselesaikan melalui keadilan restoratif,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Ketut Sumedana, Minggu, 31 Juli 2022.

Menurut Kapuspenkum, Tersangka Artiwan Bangsawan meminta maaf atas perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya kembali.

Kemudian, setelah tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Takalar mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Raden Febrytrianto sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum).

“Kini Tersangka Artiwan Bangsawan bin Ahmad Bangsawan telah bebas tanpa syarat usai disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Dr. Fadil Zumhana pada Selasa 26 Juli 2022,” jelasnya.

Ketut menuturkan, oleh karena dihentikannya penuntutan, Artiwan Bangsawan bin Ahmad Bangsawan tidak perlu lagi menjalani proses persidangan di pengadilan dan dapat kembali mengabdikan dirinya demi generasi muda di Kabupaten Takalar.

Atas hal tersebut, Jampidum mengapresiasi dengan setinggi-tingginya kepada Kepala Kejaksaan Negeri Takalar, Kasi Pidum dan Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkara Artiwan Bangsawan telah berupaya menjadi fasilitator mendamaikan dan menyelesaikan perkara tersebut.

“Dengan mediasi penal antara korban dengan Tersangka, serta melibatkan tokoh masyarakat setempat sehingga terwujudnya keadilan restoratif,” tuturnya.

Kemudian, lanjut Ketut, Jampidum memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Takalar untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022.

“Tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” lanjutnya.

Menurut Kapuspenkum, peristiwa berawal pada Kamis 24 Februari 2022 sekitar pukul 11.00 WITA bertempat di ruang tata usaha di SMAN 6 Kabupaten Takalar,

Artiwan Bangsawan mendapat laporan dari salah satu guru Jumriati yang mengatakan bahwa anak korban Herza Muhammad Bilal telah mem-bully teman dan gurunya di grup WhatsApp.

“Dengan menyandingkan foto Artiwan Bangsawan S.Pd bin Ahmad Bangsawan dengan salah satu Nabi/Tuhan,” ujarnya.

Mendengar hal tersebut, Artiwan Bangsawan merasa kesal dan memanggil anak korban Herza Muhammad Bilal, dan beberapa murid lainnya yaitu anak saksi Syamsuardi, anak saksi Wahyu, anak saksi Rifah dan anak saksi Agus ke ruang tata usaha.

Ketika ditanya mengenai kejadian di grup WhatsApp, keempat anak saksi menunjuk ke arah Herza Muhammad Bilal sebagai anak yang melakukan hal tersebut.

Rasa kesal, emosi, dan dikarenakan anak korban tidak menjawab pertanyaan dirinya, Artiwan Bangsawan langsung menampar pipi kiri anak korban Herza Muhammad Bilal sebanyak 2 kali menggunakan tangan kanannya.

“Akibat tamparan tersebut, anak korban Herza Muhammad Bilal mengalami luka memar berukuran tiga belas sentimeter kali lima sentimeter berwarna kemerahan dengan batas tegas pada pipi kiri, berdasarkan hasil visum yang dikeluarkan oleh RSUD Haji Padjonga Daeng Ngalle,” tuturnya.

Ketut melanjutkan, sang ibu dari anak korban Herza Muhammad Bilal yang tidak terima dengan perbuatan Artiwan Bangsawan, langsung melaporkan kejadian tersebut kepada Kepolisian Resor (Polres) Takalar guna diproses secara hukum.

Polisi kemudian menetapkan  Artiwan Bangsawan sebagai tersangka dengan pelanggaran Pasal 80 ayat (1) Jo. Pasal 76 C UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Dalam tahap penyidikan, penyidik Polres Takalar berupaya untuk melakukan proses perdamaian dengan melibatkan Sekretaris Daerah Kabupaten Takalar serta tokoh masyarakat.

Tapi, proses perdamaian tersebut tidak dapat terlaksana dikarenakan ibu anak korban tidak memaafkan perbuatan Tersangka Artiwan Bangsawan dan meminta kasus tersebut tetap dilanjutkan.

“Tak menyerah, dalam proses pemberkasan, penyidik Polres Takalar tetap berupaya untuk mendamaikan antara ibu anak korban dan Tersangka,” lanjutnya.

Menurut Ketut, ibu anak korban tetap tidak memaafkan perbuatan Tersangka dan bersikukuh untuk kasus ini terus dilanjutkan,

sehingga berkas perkara pun dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Takalar dan setelah dilakukan penelitian oleh Jaksa Peneliti, berkas perkara dinyatakan lengkap (P.21).

Meski mendengar bahwa penyidik Polres Takalar belum berhasil mendamaikan antara ibu anak korban dan Tersangka,

Kepala Kejaksaan Negeri Takalar Salahuddin, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Arfah Tenri Ulan dan Jaksa Fasilitator (Penuntut Umum) yang terdiri dari Ahadina Mahyastuti dan Sabri Salahuddin tetap berupaya untuk mendamaikan kedua belah pihak melalui keadilan restoratif (restorative justice).

Selanjutnya pada Senin 18 Juli 2022 bertempat di Kejaksaan Negeri Takalar, dilaksanakan proses penyerahan Tersangka dari Penyidik ke Penuntut Umum dan upaya restorative justice yang dihadiri oleh tersangka Artiwan Bangsawan dan korban Herza Muhammad Bilal.

Kemudian, orang tua anak korban, Penasihat Hukum dari pihak anak korban, Sekretaris Daerah Kabupaten Takalar, Penyidik Polres Takalar, Kepala Sekolah SMAN 6 Kabupaten Takalar, Ketua PGRI Takalar, serta Kepala Dusun selaku tokoh masyarakat.

Dalam pertemuan tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Takalar menjelaskan bahwa konsep dari restorative justice adalah mengedepankan penyelesaian perkara dengan hati nurani.

“Dan memulihkan keadaan seperti semula antara tersangka dan korban dengan tetap memerhatikan perlindungan dan kondisi yang dialami oleh korban, dan juga apabila perkara tersebut dilanjutkan, akan berdampak saling merugikan bagi kedua pihak,” tuturnya.

“Selain itu juga, Penasihat Hukum dari pihak anak korban juga menjelaskan mengenai pentingnya penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif,” pungkasnya. ***Muhammad Shiddiq

Facebook

Advertisement

Tag

Trending

Open chat
1
Butuh Bantuan?
Hello 👋
Ada yang bisa saya bantu?
Pantausidang.com