Connect with us

Dakwaan

Maqdir: Dakwaan Jaksa Korupsi Ekspor CPO dinilai Sumir, Tak Layak dilayangkan Pada Lin Che Wei 

Maqdir kemudian mencontohkan mengenai keuntungan sejumlah produsen CPO dari penerbitan persetujuan Ekspor sebagaimana ditulis dalam Surat Dakwaan

Pantausidang, JakartaPenasihat Hukum Weibinanto Halimdjati atau Lin Che Wei, Maqdir Ismail mengkritisi bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya terkait perkara dugaan korupsi pada penerbitan persetujuan ekspor CPO dan turunannya Januari – Maret 2022 dinilai seluruh dakwaan tersebut dipandang sumir dan tidak layak dilayangkan kepada Lin Che Wei.

“Ada tiga pokok persoalan yang dijadikan landasan JPU mendakwa Lin Che Wei telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” kata Maqdir kepada wartawan melalui keterangan pers yang diterima Pantausidang.com, Rabu, 31 Agustus 2022.

Menurut Maqdir, ketiganya antara lain, Lin Che Wei menggunakan jabatannya sebagai tim Asistensi Kementerian Koordinator dan perekonomian untuk bertindak seolah-olah sebagai pejabat yang mempunyai otoritas dalam penerbitan persetujuan ekspor.

Kemudian, Lin Che wei mengusulkan agar syarat persetujuan ekspor berupa pemenuhan realisasi rencana distribusi dalam negeri hanya mensyaratkan pemenuhan rencana distribusi dalam negeri.

Lalu merancang, mengolah dan membuat analisis realisasi komitmen (pledge) dari perilaku usaha yang tidak menggambarkan kondisi pemenuhan kewajiban DMO yang sebenarnya, yang dijadikan dasar oleh indra Sari Wisnu Wardhana (Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan) dalam penerbitan permohonan persetujuan ekspor CPO dan turunannya.

Atas dasar tiga pokok dakwaan tersebut, Maqdir menyampaikan bahwa Lin Che Wei diminta oleh Menteri perdagangan untuk menjadi teman diskusi terkait CPO dan krisis minyak goreng pada tanggal 14 Januari 2022, atau setelah Kementerian Perdagangan mengeluarkan kebijakan mengenai HET (Harga Eceran Tertinggi).

“Jadi, terkait dengan kelangkaan minyak goreng akibat adanya HET, tidak ada keterlibatan Lin Che Wei. Sekiranya ada pengaruh penimbunan dan langkanya minyak goreng dipasar akibat harganya lebih murah dari ongkos produksi dan bahan baku, dapat dipastikan di luar pengetahuan dan kewenangan dari Lin Che Wei,” ujarnya.

Selain itu, Maqdir menuturkan, berkenaan dengan kewajiban DMO dan larangan terbatas eskpor CPO, tidak ada kewenangan LCW dalam masalah tersebut.

“Pengetahuan Lin Che Wei tentang masalah ini berdasarkan presentasi Dirjen Perdagangan Luar Negeri yang memberikan paparan simulasi DMO dan DPO (Domestic Price Obligation) pada tanggal 27 Januri 2022,” tuturnya.

Maqdir meyakinkan, bahwa tidak ada keikutsertaan Lin Che Wei dalam penerbitan persetujuan ekspor (PE). Bukan hanya karena tidak punya wewenang, tetapi Lin Che Wei secara tegas pernah menyatakan kepada Dirjen Perdagangan Luar Negeri melalui pesan Whatsapp agar tidak ikut terlibat mengenai urusan persetujuan ekspor karena rawan difitnah.

“Kalau ada pihak pengusaha yangm eminta “tanggung jawab” Lin Che Wei, karena sudah melaksanakan DMO sesuai pledge, pertanyaan tersebut selalu langsung diserahkan dan diarahkan kepada Dirjen Perdagangan Luar Negeri untuk diputuskan,” tegasnya.

Sementara, Lelyana Santosa dari firma hukum Lubis, Santosa, dan Marami (LSM), yang juga menjadi kuasa hukum Lin Che Wei menambahkan, JPU dalam dakwaannya memosisikan Lin Che Wei seolah-olah pejabat yang memiliki Kewenangan dan otoritas.

Padahal, posisi Lin Che Wei sebagai Tim Asistensi Kemenko Perekonomian adalah mitra diskusi Kemendag yang hanya bisa bisa mengusulkan atau memberi masukan.

“Kalau seseorang disebut pejabat yang punya otoritas, harus ada produknya. Misalnya Permendag. Nah ini produk hukum yang dihasilkan atau ditandatangani Lin Che Wei? Apakah pengusul dan perancang peraturan bisa dimintai pertanggungjawaban,” ujar Lelyana.

Adapun Kerugian Negara Dalam Surat Dakwaan, JPU juga mencantumkan Laporan Hasil Audit BPKP Nomor : PE.03/SR- S11/DS/01/2022 Tanggai 18 Juli 2022, yang menyatakan bahwa kerugian akibat korupsi terkait sawit dan minyak goreng ini mencapai Rp20 triliun.

Secara rinci, Kerugian ini terdiri atas Kerugian negara mencapai Rp 6 triliun, kerugian perekonomian negara atas penerbitan PE CPO kepada Swasta nilainya sekitar Rp 12 triliun, dan pendapatan yang tidak sah (ilegal gain), sekitar Rp2 triliun.

“Ini angka Kerugian yang sangat fantastis, tetapi bagaimanakah perhitungannya dan apakan dilakukan dengan yang oleh lembaga yang berwenang? Terkait dengan kerugian keuangan negara Mahkamah Konstitusi dalam putusannya secara tegas menyatakan harus nyata dan pasti jumlahnya dan hanya BPK yang berwenang menyampaikan hasil penghitungannya,” lanjut Maqdir.

Maqdir kemudian mencontohkan mengenai keuntungan sejumlah produsen CPO dari penerbitan persetujuan Ekspor sebagaimana ditulis dalam Surat Dakwaan.

Keuntungan Grup Musim Mas seluruhnya sebesar Rp626.630.516.604, Grup Permata Hijau seluruhnya sebesar Rp.124.418.318.216, dan Grup Wilmar seluruhnya sebesar Rp.1.693.219.882.064.

Dengan begitu, keuntungan total ketiganya hanya Rp2.444.286.16.885 (dua triliun empat ratus empat puluh empat millar dua ratus delapan Puluh enam juta tujuh ratus enam belas ribu delapan ratus delapan puluh lima rupiah).

“Dengan demikian, maka antara Kerugian negara dan perekonomian negara dengan keuntungan pihak yang dianggap diuntungkan menjadi tidak sama dan tidak jelas. Seharusnya, antara kerugian negara dan perekonomian negara harus sama besarnya dengan besarnya keuntungan yang diperoleh oleh pihak yang dianggap diuntungkan,” terangnya.

Selain itu, Maqdir menuturkan, seandainya memang ada pihak yang memperoleh keuntungan secara ilegal, maka seharusnya pihak yang mendapat Keuntungan yang dituntut.

Sementara posisi Lin Che wei merupakan mitra diskusi yang diminta bantuannya oleh Menteri Perdagangan untuk mengatasi persoalan krisis minyak goreng.

“Jadi, dakwaan atas Lin Che wei dengan sensasi ada Kerugian besar ini sangat tidak layak dilakukan dalam satu negara hukum seperti Indonesia,” pungkasnya. ***Muhammad Shiddiq

Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.

Facebook

Advertisement

Tag

Trending

Open chat
1
Butuh Bantuan?
Hello 👋
Ada yang bisa saya bantu?
Pantausidang.com