Connect with us

Dakwaan

Ada Oknum Askrindo AMU-kan Bisnis Komisi di Kalimantan Sumber Energi

ada beberapa oknum dari PT Askrindo yang masih melakukan hal tersebut hingga sekarang seperti PT Kalimantan Sumber Energi

Pantausidang, Jakarta – Terdakwa Direktur Operasional Ritell PT Askrindo, Anton Fadjar Alogo Siregar mengungkapkan ada para oknum dari PT Askrindo yang bermain komisi dengan menga-AMU-kan bisnisnya, seperti di PT Kalimantan Sumber Energi yang merupakan murni bisnis yang diperoleh PT Askrindo tetapi dipindahkan ke PT Askrindo Mitra Utama (AMU) untuk mendapatkan komisi.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Hal itu disampaikan Anton ketika dicecar pertanyaan oleh Penasihat Hukum Zecky Alatas terkait bisnis langsung PT Askrindo dipindahkan menjadi bisnis tidak langsung Askrindo untuk mendapatkan biaya operasional dari komisi yang dibayarkan oleh Askrindo dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi Terdakwa Anton Fadjar Alogo Siregar.

“Memang tidak menutup kemungkinan ada oknum-oknum di Askrindo itu meng-AMU kan bisnisnya. Seperti yang saya jelaskan tadi, salah satunya adalah Kalimantan Sumber Energi itu murni adalah bisnis yang diperoleh PT Askrindo tapi dipindahkan ke PT AMU untuk menarik komisinya,” ucap Anton Fadjar Alogo Siregar dipengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti Pantausidang.com, Senin malam, 8 Agustus 2022.

Anton menjelaskan, tidak semua bisnis yang ada di PT Askrindo itu dipindahkan kepada PT AMU. Kerjasama ini sudah lama terjalin, kerjasama yang saling menguntungkan, dan PT AMU juga melakukan kegiatan-kegiatan pemasaran termasuk beberapa perbankan juga dilakukan pendekatan.

Namun ada beberapa oknum dari PT Askrindo yang masih melakukan hal tersebut hingga sekarang seperti PT Kalimantan Sumber Energi.

“Itu yang baru namanya di AMU kan dan model-model kayak gitu masih terjadi. Sifatnya transaksional, dan biasanya terjadi dikredit-kredit Asum dan komersial,” jelasnya.

Penasihat Hukum Zecky Alatas kembali mencecar pertanyaan, biaya operasional PT AMU dari 2019 ke 2020 merugikan PT Askrindo atau negara.

“Apakah total biaya operasional PT AMU sejak tahun 2019 sampai dengan tahun 2020 sejumlah Rp640 miliar tersebut merupakan biaya yang merugikan Askrindo atau merugikan Negara. Mohon dijelaskan?” cecarnya.

Menurut Anton, secara pribadi bahwa biaya operasional itu merupakan biaya pengeluaran untuk memaintenance (merawat) nasabah sehingga meningkatkan bisnis pendapatan premi.

Jadi dari pendapatan Rp640 miliar itu secara umum rata-rata 10 persen saja itu sudah menghasilkan lebih kurang Rp8,5 triliun pendapatan premi oleh Askrindo.

Menurutnya, bahwa hal itu adalah biaya yang Good cost karena tanpa biaya itu tidak mungkin biaya premi bisa dicapai.

“Jadi pendapat atau pandangan selama ini bahwa tanpa biaya itu, premi itu bisa dapat. Tidak! Itu ada berbanding lurus, Pak. Berbanding lurus dimana pada saat premi diperoleh itu adalah variabel cost yang harus dikeluarkan. Dan menurut saya ini bukan kerugian negara,” tuturnya.

Terakhir Zecky menanyakan lagi soal premi yang diberikan PT AMU ke PT Askrindo yang kemudian PT AMU memperoleh komisi dapat diperoleh tanpa adanya perjanjian kerjasama dengan PT AMU kepada saksi Terdakwa Anton Fadjar Alogo Siregar.

Menurut Anton, hal itu berbanding lurus antara pemasukan premi dan perolehan komisi. Bila tidak ada pemasukan premi maka tidak ada biaya komisi.

“Yang saya jelaskan tadi, bahwa itu memang berbanding lurus bahwa antar PKS (Perjanjian Kerja Sama) itu sudah disepakati ada pembayaran komisi. Apabila premi tidak dapat maka tidak akan keluar biaya itu. Jadi itu adalah biaya yang berbanding lurus dengan pendapatan premi,” tukasnya.

Dalam persidangan ini sebelumnya, Jaksa mendakwa kepada tiga Direksi PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dalam perkara dugaan korupsi terkait pengeluaran Komisi Agen secara tidak sah pada 2019-2020.

Tiga Direksi BUMN itu adalah Direktur Operasional Ritell PT Askrindo, Anton Fadjar Alogo Siregar, Direktur Pemasaran PT AMU, Wahyu Wisambada dan Direktur SDM PT AMU, Firman Berahima.

Mereka diduga melakukan korupsi bersama-sama dengan Dirut Nyoman  Sulendra, Dirut Frederick Tassam, Dirut  Dwikora Harjo, dalam kurun waktu 2019-2020.

Jaksa mendakwa mereka telah memperkaya Anton Fadjar senilai US$ 616.000 dan Rp 821 juta, memperkaya Firman Berahima US$ 385.000, dan merugikan negara Rp 604,6 miliar.

Ketiganya didakwa dengan dua Pasal dakwaan.

Pertama, Primair:

Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kedua, Subsidair:

Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ***Muhammad Shiddiq

Facebook

Advertisement

Tag

Trending

Open chat
1
Butuh Bantuan?
Hello 👋
Ada yang bisa saya bantu?
Pantausidang.com