Ragam
Satyanegara Dorong Peningkatan Kualitas Dokter dengan Aplikasi Zoom
Hal ini (zoom/video conference) juga membantu pasien, dokter. Zaman kami, (ahli bedah saraf) yang sudah tua, belum ada budaya zoom meeting

Pantausidang, Jakarta – Profesor. DR. Dr. Satyanegara, Sp. BS melihat kemajuan sarana teknologi informasi melalui aplikasi zoom (video conference) efektif dan efisien menunjang kegiatan studi para peserta program dokter spesialis/pendidikan bedah saraf.
Sehingga sektor kesehatan di Indonesia khususnya tindakan pembedahan terhadap pasien dengan gangguan sistem saraf bisa terus meningkat.
“Covid juga blessing in disguise (berkah terselubung). Budaya zoom terbentuk, sangat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas perkuliahan (belajar mengajar) peserta program ahli bedah saraf.
“Aplikasi zoom meeting ternyata digunakan maksimal peserta pendidikan spesialis bedah saraf,” Satyanegara (Oey Kim Sing) mengatakan kepada Redaksi
Menurutnya, peningkatan pelayanan dokter spesialis bedah saraf masih terkendala dengan rasio per 1000 (seribu penduduk) di Indonesia.
Dia menjelaskan, Idealnya setiap 1000 penduduk harus dibarengi dengan satu ahli bedah saraf. Apalagi kondisi di daerah 3T atau daerah yang tertinggal, terdepan, dan terluar, rasio ahli bedah saraf masih sangat kecil.
“(jumlah ahli bedah saraf) masih kurang terutama untuk di daerah terpencil, terluar, tertinggal. Kalau (fakultas kedokteran) UGM Yogyakarta, sering ahli bedah saraf (dikirim) ke luar kota, daerah terpencil untuk kegiatan operasi.”
“Kondisi ini, harus dibarengi tujuh universitas lainnya yang setiap tahun melahirkan (meluluskan) dokter spesialis bedah saraf,” kata Satyanegara saat ditemui di Rumah Sakit di bilangan Sunter, Jakarta Utara.
Dia menambahkan, dengan aplikasi zoom atau video conference untuk kegiatan belajar mengajar, para peserta bisa saling interaktif, diskusi. Kegiatan pengajaran/belajar bisa intens diskusi mendalami ilmu bedah saraf.
Melalui zoom, dokter (peserta pendidikan) tidak perlu harus ke Luar Negeri. Banyak yang bisa dilakukan oleh dokter-dokter muda, ahli bedah saraf yang masih muda.
“Hasilnya bagus, online maupun offline (tatap muka). Kalau sistem offline, pembimbing langsung mengawasi di samping peserta (program pendidikan spesialis bedah saraf).
“Kalau offline, (hasilnya) memang lebih mantap, lebih sempurna. Tapi minimal, ada pengalaman di dalam negeri (di Indonesia), dokter bisa langsung konsultasi dengan mudah melalui zoom dengan para ahli (bedah saraf) di luar negeri.”
Hal ini (zoom/video conference) juga membantu pasien, dokter. Zaman kami, (ahli bedah saraf) yang sudah tua, belum ada budaya zoom meeting,” kata Satyanegara yang sudah menerbitkan Buku Ilmu Bedah Saraf edisi VI
Semakin intens mengikuti pembelajaran, teknik-teknik dokter muda tentunya semakin meningkat. Mutu/kualitas para dokter/ahli bedah saraf yang baru selesai studi akan sangat melesat.
Keterampilan dan keahlian dalam mendiagnosis dan melakukan tindakan pembedahan terhadap pasien dengan gangguan sistem saraf bisa semakin meningkat.
“Selain, dokter (peserta program studi spesialis bedah saraf) harus sering melakukan workshop, simposium, dan lain sebagainya. Melalui sistem pendidikan dalam dan luar negeri, budaya zoom (video conference) bisa mendorong ahli bedah saraf yang junior,” kata Satyanegara.
Setelah menyelesaikan studi program spesialis bedah saraf, dokter muda masih harus melanjutkan kerja. Biasanya 1-2 tahun bekerja, ia baru bisa diterima menjadi dokter spesialis bedah saraf di Indonesia.
Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.
-
Saksi4 minggu ago
Bos PT Kuda Laut Nusantara Kembali Dipanggil KPK. Ada Apa?
-
Saksi2 minggu ago
KPK Periksa Bos Indofood Terkait Korupsi Bansos Covid-19
-
Daerah4 minggu ago
KPK Diminta Usut Proyek Motorized Screen DPRD Banten
-
Tuntutan4 minggu ago
Palsukan Kredit Bank BRI, Pensiunan TNI Dituntut 14 Tahun Penjara