Connect with us

Ragam

Sembilan Permohonan Restoratif Justice Disetujui Kejagung RI

Sembilan permohonan penghentian penuntutan bedasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) yang diajukan Kejati dan Kejari disetujui oleh Jaksa Agung

Pantausidang, Jakarta – Sembilan permohonan penghentian penuntutan bedasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) yang diajukan Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri disetujui oleh Jaksa Agung Republik Indonesia melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) pada Selasa, 7 Juni 2022.

Kepala pusat penerangan hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menyampaikan bahwa Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui sembilan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.

Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, direktur tindak pidana terhadap orang dan harta benda (Oharda) Agnes Triani, S.H. M.H., Koordinator pada Jampidum.

“Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta kasubdit dan kasi wilayah di direktorat T.P. Oharda,” terang Ketut melalui keterangan pers yang diterima Pantausidang.com.

Ketut menjelaskan terkait sembilan berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif antara lain, 1. Marjana Alias Not binti Asman dari kejaksaan negeri Penukal Abab Lematang Ilir yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Kemudian, 2. Tribayanti binti Sartono dari Kejari Penukal Abab Lematang Ilir yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, 3. Arifin Mooduto alias Ipin dari Kejari Gorontalo Utara yang disangka melanggar Pasal 80 ayat (2) jo Pasal 76 c UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak,

Selanjutnya, Kata ketut, 4. Kiman Patuti dari Kejari Bone Bolango yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, 5. Sumira Abdjul alias Eti dari Kejari Bone Bolango yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, 6. La Ode Rizaldin alias Rizal bin La Ode Musair dari Kejari Buton yang disangka melanggar Pasal 80 ayat (1) jo Pasal 76 c UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU Sub. Pasal 351 ayat (1) KUHP.

7. Musti Pamungkas bin Sumarlan Wiryosumarto dari Kejari Bantul, disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, 8. Yuliana alias Yulio binti Bustami dari Kejari Kepahiang , disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan, dan 9. Bening Mulyo Nirwadi bin Slamet Atmo P dari Kejari Yogyakarta yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Menurut Kapuspenkum, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.

“Tersangka belum pernah dihukum. tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana,” jelasnya.

Selain itu, kata Ketut, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.

“Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Pertimbangan sosiologis, dan masyarakat merespon positif,” ungkapnya.

Selanjutnya, menurut Kapuspenkum, Jampidum memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022.

“Tentang pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkasnya. *** Muhammad Shiddiq

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Facebook

Advertisement

Tag

Trending

Open chat
1
Butuh Bantuan?
Hello 👋
Ada yang bisa saya bantu?
Pantausidang.com