Connect with us

Tuntutan

Dua Direksi Askrindo dituntut 4 Tahun Penjara dan Direksi AMU 8 Tahun 

Jaksa menilai tiga Direksi PT Askrindo terbukti bersalah dalam perkara dugaan korupsi terkait pengeluaran Komisi Agen secara tidak sah pada 2019-2020

Pantausidang, JakartaDirektur Operasional Ritell PT Askrindo, Anton Fadjar Alogo Siregar dituntut 4 tahun pidana penjara dan Direktur SDM PT AMU, Firman Berahima 4 tahun pidana penjara serta Direktur Pemasaran PT AMU, Wahyu Wisambada dituntut 8 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Hal itu disampaikan oleh Jaksa dalam persidangan perkara dugaan korupsi terkait pengeluaran Komisi Agen secara tidak sah pada 2019-2020 PT Askrindo persero, dengan agenda pembacaan surat tuntutan JPU.

“Menyatakan Terdakwa Drs Anton Fadjar Alogo Siregar MM telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan subsidair melanggar pasal 3 junto pasal 18 uu nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001,” ucap Jaksa saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diikuti Pantausidang.com, Kamis, 18 Agustus 2022.

Jaksa menjelaskan, sebelum mengambil keputusan telah mempertimbangkan lebih dahulu mengenai hal-hal yang meringankan.

“Hal-hal yang meringankan, Terdakwa belum pernah dihukum. Terdakwa bersikap sopan selama persidangan. Terdakwa merasa bersalah dan menunjukkan sikap penyesalan atas perbuatannya. Terdakwa telah mengembalikan sebagian uang yang diterima dari hasil kejahatan,” jelasnya.

Atas hal tersebut, Jaksa menuntut majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menghukum Terdakwa Anton Fadjar Alogo Siregar, Terdakwa Firman Berahima.

“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Drs Anton Fadjar Alogo Siregar dengan pidana penjara selama 4 tahun dikurangkan sepenuhnya dengan lamanya Terdakwa ditahan dengan perintah agar Terdakwa tetap dilakukan penahanan dirutan,” tuturnya.

Sementara itu, terhadap Terdakwa Wahyu Wisambada dituntut dipidana penjara lebih berat dari Terdakwa Anton Fadjar Alogo Siregar dan Firman Berahima.

“Menjatuhkan pidana penjara 8 tahun,” ujar Jaksa.

Selain itu, Jaksa juga menuntut Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp91 miliar.

“Membebankan kepada Terdakwa Drs Anton fadjar alogo Siregar untuk membayar uang pengganti sebesar Rp91.650.492.14,” tambahnya.

Hal itu, menurut Jaksa, dengan memperhitungkan uang yang telah dititipkan kepada Terdakwa sebesar US$538 Ribu dengan ketentuan jika Terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta benda Terdakwa dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

“Dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun,” tuturnya.

Jaksa juga meminta majelis hakim untuk menghukum Terdakwa Anton Fadjar Alogo Siregar membayar denda sebesar Rp 500 juta.

“Menghukum Terdakwa Drs Anton Fadjar Alogo Siregar membayar denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” tukasnya.

Zecky Alatas

Sementara Penasihat Hukum Terdakwa Anton Fadjar Alogo Siregar, Zecky Alatas menanggapi tuntutan JPU dengan menyatakan akan menjawabnya di nota pembelaan atau pledoi.

“Menurut kami ya akan kami jawab dengan pledoi kami pada minggu depan. Tapi karena waktu yang begitu singkat diberikan oleh majelis hakim yang mulia, kami juga tadi merasa, mohon izin ya artinya dalam waktu 1 minggu ini buat kami terlalu cepat dan mepet,” ujar Zecky saat ditemuin wartawan usai persidangan.

“Karena memang berkasnya begitu tebal. Karena inikan menyangkut nasib seseorang ya yang harus kami perjuangkan. Benar atau salah nanti majelis hakim yang mulia yang menentukan ini perkara ini,” sambungnya.

Namun menurut Zecky, tahapannya masih lama dan mungkin ada pertimbangan lain. Tetapi hanya diberi waktu satu minggu untuk membuat surat nota pembelaan atau pledoi.

“Tahapan ini kan masih panjang, mungkin ada pertimbangan lain karena waktu mendesak dan mepet jadi, artinya 1 minggu itu harus kami siapkan pledoi untuk pembelaan klien kami,” katanya.

Zecky menjelaskan inti surat pembelaan atau pledoi agar majelis hakim membebaskan kliennya dari semua tuntutan.

“Karena seluruh dakwaan jaksa tidak dapat dibuktikan. Untuk kasus korupsi ini harus ada unsur nyata dan pasti. Bahwa ini adalah kerugian keuangan negara. Sedangkan asuransi Askrindo ini atau komisi agen ini, ini bukan kerugian negara. Ini perusahaan,” tuturnya.

Zecky menegaskan, bahwa seluruh hasil keuangan yang diperoleh PT Askrindo persero tidak masuk ke kas negara hanya masuk ke rekening perusahaan.

“Jadi keuangan selama ini yang didapat oleh Askrindo maupun anak perusahaan agen, ini masuk kerekening perusahaan bukan ke kas negara,” pungkas Zecky.

Sebelumnya, Jaksa mendakwa kepada tiga Direksi PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dalam perkara dugaan korupsi terkait pengeluaran Komisi Agen secara tidak sah pada 2019-2020.

Tiga Direksi BUMN itu adalah Direktur Operasional Ritell PT Askrindo, Anton Fadjar Alogo Siregar, Direktur Pemasaran PT AMU, Wahyu Wisambada dan Direktur SDM PT AMU, Firman Berahima.

Mereka diduga melakukan korupsi bersama-sama dengan Dirut Nyoman  Sulendra, Dirut Frederick Tassam, Dirut  Dwikora Harjo, dalam kurun waktu 2019-2020.

Jaksa mendakwa mereka telah memperkaya Anton Fadjar senilai US$ 616.000 dan Rp 821 juta, memperkaya Firman Berahima US$ 385.000, dan merugikan negara Rp 604,6 miliar.

 

Ketiganya didakwa dengan dua Pasal dakwaan.

Pertama, Primair:

Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Kedua, Subsidair:

Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ***Muhammad Shiddiq

Facebook

Advertisement

Tag

Trending

Open chat
1
Butuh Bantuan?
Hello 👋
Ada yang bisa saya bantu?
Pantausidang.com