Connect with us

Ragam

Kesetiaan Nani pada Souw Beng Kong

Selama 69 tahun Nani hidup ‘bertetangga’ dengan makam Beng Kong, ia tidak bisa melupakan suasana bermain dengan teman-teman kecilnya

Pantausidang, Jakarta – Ibu Nani, kelahiran tahun 1953 tetap bertahan untuk hidup di ‘cluster’ makam Souw Beng Kong, Jl. Pangeran Jayakarta Mangga Dua Selatan sampai sekarang.

Sehari-harinya, Nani  mengumpulkan sampah botol plastic dan barang bekas untuk dijual kembali.

Selama 69 tahun Nani hidup ‘bertetangga’ dengan makam Beng Kong, ia tidak bisa melupakan suasana bermain dengan teman-teman kecilnya.

Satu hal yang tidak pernah dilupakan, Nani sering duduk-duduk di atas batu-batu penunjang nisan dan makam Beng Kong.

“Waktu masih kecil, (sambil duduk) saya goyang-goyang kaki bersama teman-teman. Sekarang, teman-teman saya sudah meninggal semua,” kata Nani

Cluster makam Beng Kong dikelilingi beberapa rumah penduduk yang berhimpitan.

Bahkan ada beberapa rumah di cluster tersebut yang dikontrak atau disewakan pemiliknya.

Letak makam di gang sempit, yang masuknya dari Jl. Pangeran Jayakarta yang sangat dikenal sebagai pusat perdagangan besi dan baja konstruksi.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!



Berbagai jenis besi dan baja konstruksi termasuk plat, stainless, sheet pile, wire rod dan lain sebagainya.

Di antara deretan toko distributor besi dan baja konstruksi, ada plang jalan yang mengarah ke lokasi makam.

“Sudah tidak ada lagi yang tersisa, kecuali batu nisan. Batu-batu tempat kami duduk-duduk, bermain pada tahun 1960 an sudah ditimbun tanah, pasir, semen berkali-kali.”

“Ubin-ubin asli yang dibuat pada zaman Belanda, ukurannya besar-besar. Tapi semuanya juga ditimbun, diuruk berkali-kali.”

“Saya melihat sendiri, tanah dan pasir (untuk timbunan) banyaknya sampai (kapasitas) mobil-mobil truck,” kata Nani.

Makam yang sudah dikelilingi pagar dikunci dan dijaga oleh seorang perempuan muda. Ia juga berjualan makanan-minuman sambil menjaga makam.


Nani khawatir kalau tidak dikunci, banyak warga yang duduk-duduk mengotori lantai makam.

Ada juga ruangan kecil untuk menyimpan peralatan sembahyang seperti hiolo tempat dupa (untuk persembahyangan umat Buddha dan Khong Hucu), hiolo keramik dan lain sebagainya.

Ada juga stok kertas sembahyang emas dan perak yang sering digunakan melalui pembakaran.

“Tapi sejak covid (Maret 2020), tidak ada lagi rombongan warga yang datang sembahyang.”

“Rombongan mahasiswa juga tidak pernah datang lagi. Kecuali petugas (tenaga) kesehatan untuk menyuntik vaksin covid-10 untuk warga sekitar Mangga Dua dan (jalan) Pangeran Jayakarta.”

“Kalau dulu sebelum covid, rombongan umat yang mau bersembahyang, (jumlahnya) bisa sampai bus-bus besar,” kata Nani.*** Liu

Continue Reading
Advertisement

Facebook

Advertisement

Tag

Trending

Open chat
1
Butuh Bantuan?
Hello 👋
Ada yang bisa saya bantu?
Pantausidang.com