Connect with us

Ragam

Tiga Waketu DPRD Tulung Agung Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Pelaksanaan APBD/APBD-P

Selain uang ketok palu, diduga ada permintaan tambahan uang lain sebagai jatah banggar yang nilai nominalnya disesuaikan dengan jabatan dari para anggota DPRD

Pantausidang, JakartaTiga Wakil Ketua (Waketu) DPRD Kabupaten Tulung Agung ditetapkan menjadi sebagai Tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait pembahasan, pengesahan dan pelaksanaan APBD dan APBD-P Kabupaten Tulungagung pada Rabu, 3 Juli 2022.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

“Kami akan menyampaikan informasi terkait penyidikan perkara atas dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait pembahasan, pengesahan dan pelaksanaan APBD dan APBD-P Kabupaten Tulungagung,” kata Irjen Pol Karyoto Deputy Penindakan KPK kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 3 Juli 2022.

Menurut Karyoto, dari berbagai informasi dan data serta keterangan maupun adanya fakta persidangan dalam perkara Terpidana Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, dan Terpidana Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Supriyono mengenai dugaan tindak pidana korupsi dimaksud.

“Selanjutnya KPK melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup sehingga KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka,” ujarnya.

KPK mengumumkan tiga tersangka baru kasus korupsi Pelaksanaan APBD/APBD-P yaitu, 1. AM (Adib Makarim), Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung, 2. AG (Agus Budiarto), Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung dan 3. IK (Imam Kambali), Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung.

Lebih lanjut, Karyoto menuturkan, untuk kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada Tsk AM untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 3 Agustus 2022 s/d 22 Agustus 2022 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih.

“KPK mengimbau untuk 2 Tersangka lainya, yaitu AG dan IK untuk kooperatif hadir pada jadwal pemanggilan berikutnya oleh Tim Penyidik,” tuturnya.

Adapun konstruksi perkara, menurut Karyoto, diduga telah terjadi antara AM, AG dan IK yang menjawab Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung sekaligus merangkap jabatan selaku Wakil Ketua Anggaran periode tahun 2014 s/d 2019.

Sekitar September 2014, Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupateng Tulungagung bersama dengan AM, AG dan IK melakukan rapat pembahasan RAPBD TA 2015 dimana dalam pembahasan tersebut terjadi deadlock dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemerintah Kabupaten Tulungagung.

Akibat deadlock tersebut, Supriyono bersama AM, AG dan IK kemudian melakukan pertemuan dengan perwakilan TAPD dan dalam pertemuan tersebut diduga Supriyono, AM, AG dan IM berinisiatif untuk meminta sejumlah uang agar proses pengesahan RAPBD TA 2015 menjadi APBD dapat segera disahkan dengan istilah “uang ketok palu”.

 

“Adapun nomimal permintaan “uang ketok palu” yang diminta Supriyono, AM, AG dan IK tersebut diduga senilai Rp1 Miliar, dan selanjutnya perwakilan TAPD menyampaikan pada Syahri Mulyo selaku Bupati Kabupaten Tulungagung yang kemudian disetujui,” ujarnya.

Selain uang ketok palu, Karyoto menjelaskan, diduga ada permintaan tambahan uang lain sebagai jatah banggar yang nilai nominalnya disesuaikan dengan jabatan dari para anggota DPRD.

Penyerahan uang diduga dilakukan secara tunai, dan bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung yang berlangsung dari tahun 2014 sampai tahun 2018.

Diduga ada beberapa kegiatan yang diminta oleh IK sebagai perwakilan Supriyono, AM dan AG untuk dilakukan pemberian uang dari Syahri Mulyo, diantaranya pada saat pengesahan penyusunan APBD murni maupun penyusunan perubahan APBD.

“Para tersangka diduga masing-masing menerima “uang ketok palu” sejumlah sekitar Rp230 juta,” jelasnya.

Karyoto menegaskan, KPK prihatin korupsi pengesahan anggaran yang dilakukan oleh para wakil rakyat, yang seharusnya bekerja mengemban amanah untuk kesejahteraan rakyat. Namun justru menyalahgunakan jabatannya untuk memperkaya diri melalui praktik-praktik korupsi.

Korupsi pada perencanaan dan pengesahan anggaran menjadi titik awal terjadinya siklus korupsi pada tahapan berikutnya, yakni pelaksanaan belanja barang dan jasa.

“Serta tidak menutup kemungkinan membuka celah korupsi pada tahap pertanggungjawaban anggarannya sehingga menjadikan siklus korupsi anggaran terus berputar,” tegasnya.

KPK juga meminta, seluruh pejabat menyadari bahwa APBN dan APBD adalah hasil keringat rakyat.

“Sehingga harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat,” tukasnya.

Atas perbuatannya, para disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab UndangUndang Hukum Pidana. ***Muhammad Shiddiq

Facebook

Advertisement

Tag

Trending

Open chat
1
Butuh Bantuan?
Hello 👋
Ada yang bisa saya bantu?
Pantausidang.com