Connect with us

Ragam

KPK Periksa Durusi Untuk Tersangka Mardani Maming, Korupsi IUP Tanah Bumbu

Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi Jl. Kuningan Persada Kav. 4 Jakarta, atas nama H. Durusi wiraswasta

Pantausidang, JakartaKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan pemanggilan terhadap satu orang dari pihak swasta bernama H. Durusi sebagai saksi untuk tersangka Mardani Maming (MM) terkait dugaan tindak pidana korupsi Pemberitaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Kabupaten Tanah Bumbu.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

 

Kepala Bagian Pemberitaan (Kabag) KPK Ali Fikri menyampaikan, bahwa rencananya pada Senin, 30 Agustus 2022 akan dilakukan pemeriksaan saksi untuk tersangka Mardani Maming.

 

“Pemeriksaan saksi TPK pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, untuk tersangka MM (Mardani Maming),” kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali melalui surat elektronik yang diterima Pantausidang.com, Selasa, 30 Agustus 2022.

 

Menurut Ali, saksi dipanggil KPK untuk menjalani pemeriksaan terkait perkara tersebut di Gedung KPK.

 

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi Jl. Kuningan Persada Kav. 4 Jakarta, atas nama H. Durusi wiraswasta,” tukasnya.

 

Setelah sebelumnya pada Senin (29/8), KPK telah melakukan pemeriksaan terhadap tiga orang saksi yaitu, 1. Wawan Surya Direktur PT Permata Abadi Raya (PAR) Tahun 2013 s.d. 2020, 2. Fadli Ibrahim SH, Kabag Hukum Ditjen Minerba Kementerian ESDM tahun 2011, dan 3. Eka Risnawati Ibu Rumah Tangga.

 

Perkara ini berawal, diduga MM yang menjabat Bupati Tanah Bumbu periode tahun 2010 s/d 2015 dan periode tahun 2016 s/d 2018, memiliki wewenang yang satu diantaranya memberikan persetujuan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) di wilayah Pemerintahan Daerah Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

 

Ditahun 2010, salah satu pihak swasta yaitu Henry Soetio selaku pengendali PT PCN (Prolindo Cipta Nusantara) bermaksud untuk memperoleh IUP OP milik PT BKPL (Bangun Karya Pratama Lestari) seluas 370 ha yang berlokasi di Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

 

Hal itu agar proses pengajuan peralihan IUP OP bisa segera mendapatkan persetujuan MM, Henry Soetio diduga juga melakukan pendekatan dan meminta bantuan pada MM selaku Bupati agar bisa memperlancar proses peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN dimaksud.

 

Menanggapi keinginan Henry Soetio tersebut, diawal tahun 2011, MM diduga mempertemukan Henry Soetio dengan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu.

 

“Dalam pertemuan tersebut, MM diduga memerintahkan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo agar membantu dan memperlancar pengajuan IUP OP dari Henry Soetio,” jelas Ali.

 

Ali membeberkan, bahwa pada Juni 2011, Surat Keputusan MM selaku Bupati tentang IUP OP terkait peralihan dari PT BKPL ke PT PCN ditandatangani MM dimana diduga ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja di backdate (dibuat tanggal mundur) dan tanpa bubuhan paraf dari beberapa pejabat yang berwenang.

 

Peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN diduga melanggar ketentuan pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 “Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain”.

 

MM juga meminta Henry Soetio agar mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan untuk menunjang aktifitas operasional pertambangan dan diduga usaha pengelolaan pelabuhan dimonopoli PT ATU (Angsana Terminal Utama) yang adalah perusahaan milik MM.

 

Diduga PT ATU dan beberapa perusahaan yang melakukan aktifitas pertambangan adalah perusahaan fiktif yang sengaja dibentuk MM untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu.

 

Adapun perusahan-perusahaan tersebut susunan direksi dan pemegang sahamnya masih berafiliasi dan dikelola pihak keluarga MM dengan kendali perusahaan tetap dilakukan oleh MM.

 

Ditahun 2012, PT ATU mulai melaksanakan operasional usaha membangun pelabuhan dalam kurun waktu 2012 s/d 2014 dengan sumber uang seluruhnya dari Henry Soetio dimana pemberiannya melalui permodalan dan pembiayaan operasional PT ATU.

 

Diduga terjadi beberapa kali pemberian sejumlah uang dari Henry Soetio pada MM melalui beberapa perantaraan orang kepercayaannya, dan atau beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan MM, yang kemudian dalam aktifitasnya dibungkus dalam formalisme perjanjian kerjasama underlying, guna memayungi adanya dugaan aliran uang dari PT PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan MM tersebut.

 

“Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar RP104, 3 Miliar dalam kurun waktu 2014 s/d 2020,” bebernya.

 

Ali menegaskan, praktik suap perizinan seringkali menjadi pintu awal terjadinya rantai korupsi pada proses bisnis berikutnya, dan menjadi salah satu modus korupsi yang rentan terjadi di berbagai sektor pelayanan publik.

 

KPK berharap modus ini tidak kembali terulang, terlebih pada sektor pertambangan, yang merupakan salah satu kekayaan sumber energi Indonesia dan dibutuhkan masyarakat luas.

 

“Korupsi pada sektor sumber daya alam memiliki dampak domino dan sosial yang tinggi. Karena tidak hanya mengakibatkan kerugian negara ataupun ekonomi nasional, tapi juga bisa berdampak pada kerusakan lingkungan,” pungkasnya.

 

Atas perbuatannya tersebut Tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. ***Muhammad Shiddiq

Facebook

Advertisement

Tag

Trending

Open chat
1
Butuh Bantuan?
Hello 👋
Ada yang bisa saya bantu?
Pantausidang.com