Connect with us

Nasional

Exco Partai Buruh Akan Bertemu KPU Bicarakan Aturan Pemilu Tak Adil

Exco Partai Buruh berencana bertemu KPU membicarakan sejumlah aturan pemilu yang dianggap tidak adil, seperti pembatasan hak rakyat jadi anggota partai

Pantausidang, JakartaExecutive Committee (Exco) Partai Buruh berencana bertemu Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membicarakan sejumlah aturan pemilu yang dianggap tidak adil, seperti aturan yang membatasi hak masyarakat untuk menjadi anggota partai.

Ketua tim khusus pemenangan Partai Buruh Said Salahudin menyampaikan, bahwa Exco Partai Buruh akan beraudiensi dengan KPU untuk berkenalan dan berdiskusi terkait adanya sejumlah aturan Pemilu yang dianggap tidak adil.

“Dalam Peraturan KPU (PKPU) maupun dalam draf PKPU yang mengatur mengenai pendaftaran dan verifikasi, misalnya, pada pokoknya ditentukan bahwa keanggotaan seseorang di suatu partai politik harus didasari pada alamat yang tertera pada KTP elektronik mereka,” kata Said Salahudin melalui keterangan pers yang diterima Pantausidang.com, Rabu, 8 Juni 2022.

Said Salahudin menerangkan, pada Kamis, 9 Juni 2022, pukul 11.00 WIB sampai dengan selesai, Presiden Partai Buruh bersama sejumlah pengurus dewan pimpinan pusat yang disebut dengan Komite Eksekutif atau Executive Committee (Exco) Partai Buruh akan mendatangi Kantor KPU.

Said Salahudin juga menjelaskan bahwa aturan ini dibuat terkait adanya syarat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang menentukan partai politik wajib memiliki anggota sekurang-kurangnya seribu orang atau 1/ 1.OOO (satu perseribu) dari jumlah penduduk pada kepengurusan partai politik tingkat kabupaten/kota.

Merujuk PKPU tersebut, seseorang yang alamat KTP-nya di Kabupaten Semarang Jawa Tengah, misalnya, dia hanya boleh terdaftar sebagai anggota pada kepengurusan partai di Kabupaten Semarang saja.

Statusnya sebagai anggota partai tidak diakui bila dia terdaftar pada kepengurusan partai di kabupaten/kota yang lain di Indonesia. Ketentuan ini berlaku sekalipun faktualnya yang bersangkutan nyata-nyata berdomisili di Kabupaten Bekasi Jawa Barat, misalnya.

Orang Semarang hanya boleh terdaftar sebagai anggota partai di Semarang, orang Bekasi hanya boleh terdaftar sebagai anggota partai di Bekasi, begitu prinsipnya menurut aturan KPU.

“Nah, aturan yang demikian jelas bertentangan dan melanggar hak-hak sipil serta hak-hak politik warga negara sebagaimana telah dijamin oleh UUD 1945,” jelasnya.

Menurutnya, bagaimana mungkin untuk sekedar menjadi anggota parpol saja masyarakat dibebani syarat harus beralamat sesuai dengan KTP, sedangkan untuk menjadi calon pejabat negara seperti untuk menjadi caleg DPR RI atau DPD RI saja tidak ada kewajiban calon untuk bertempat tinggal sesuai dengan alamat KTP di daerah pemilihannya.

“Nah, disini saya lihat KPU tampaknya keliru dalam menafsirkan makna “penduduk” yang dimaksud dalam UU Pemilu. Dalam bayangan KPU, satu-satunya parameter penduduk adalah KTP. Padahal tidak demikian,” ujarnya.

Said Salahudin menambahkan, definisi penduduk telah tegas diatur dalam Pasal 26 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.”

Pengertian itu ditegaskan kembali dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang administrasi kependudukan.

Jadi, kata Said Salahudin, merujuk pada pengertian konstitusi tersebut, tolak ukur penduduk yang sesungguhnya adalah “tempat tinggal”, bukan KTP. Adapun tempat tinggal penduduk tidak selalu sama dengan yang tertera di KTP mereka.

Sudah jamak diketahui umum sehingga tidak perlu dibuktikan lagi (notoire feiten), secara faktual sangat banyak masyarakat yang karena suatu keadaan terpaksa harus bertempat tinggal atau berdomisili di alamat yang berbeda dengan yang tercantum di KTP-nya.

“Nah, ini soal-soal yang begini tentu harus diluruskan agar Pemilu 2024 tidak diwarnai dengan terlanggarnya hak politik masyarakat untuk menjadi anggota partai yang menjadi bagian dari hak konstitusional sekaligus hak asasi manusia,” tambahnya.

Said Salahudin mengungkapkan bahwa hal-hal seperti itulah yang besok akan ditanyakan kepada KPU agar jangan sampai ketika masa verifikasi faktual keanggotaan nantinya ada anggotanya yang dicoret atau dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU.

“Hanya karena alasan anggota bersangkutan terdaftar pada kepengurusan Partai Buruh di suatu kabupaten/kota yang berbeda alamat dengan KTP-nya,” pungkasnya. *** Muhammad Shiddiq

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Facebook

Advertisement

Tag

Trending

Open chat
1
Butuh Bantuan?
Hello 👋
Ada yang bisa saya bantu?
Pantausidang.com