Ragam
Diskusi Perjalanan Otonomi Daerah oleh LBH AMK
Inti dari pelaksanaan Otonomi khusus secara umum adalah upaya untuk memaksimalkan hasil yang akan dicapai sekaligus menghindari kerumitan dan hal-hal yang menghambat pelaksanaan Otonomi khusus

Pantausidang, Jakarta – Otonomi Khusus Papua yang berjalan hampir 20 tahun menjadi hal yang menarik untuk didiskusikan. Hal ini mendorong Lembaga Bantuan Hukum Aliansi Muda Keadilan bekerjasama dengan Ikatan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia menggelar Webinar dengan tema Perjalanan Otonomi Khusus Papua: Ilusi atau Solusi.
Inti dari pelaksanaan Otonomi khusus secara umum adalah upaya untuk memaksimalkan hasil yang akan dicapai sekaligus menghindari kerumitan dan hal-hal yang menghambat pelaksanaan Otonomi khusus.
“Dengan demikian, tuntutan masyarakat dapat diwujudkan secara nyata dengan penerapan otonomi khusus dan kelangsungan pelayanan umum tidak diabaikan, serta memelihara keseimbangan fiskal secara Nasional,” kata Pembina LBH Aliansi Muda Keadilan Rendhika Deniardy Harsono.
Menurut Rendhika, perjalanan otonomi khusus selama hampir 20 tahun ini, apakah telah melindungi dan menjujung harkat, martabat serta memberi afirmasi, dan melindungi hak dasar orang asli Papua, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial-budaya, perlu diberi kepastian hukum.
Tanggal 19 Juli 2021, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 02 Tahun 2021 Mengenai Perubahan Atas Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
Beleid ini merupakan ketentuan yang mengubah beberapa pasal dalam UU Nomor 21 tahun 2001 yang diantaranya mengatur mengenai kewenangan Provinsi Papua, penyelenggaraan otonomi khusus di Prov. Papua, Dewan Perwakilan Rakyat Papua, Perubahan dan perhitungan anggaran pendapatan dan belanja Prov. Papua, perekonomian Provinsi Papua serta ketentuan lainnya.
“Perlu bersama-sama untuk kita kaji dan melihat berdasarkan hasil yang ada apakah benar otonomi khusus ini menjadi lentera bagi Papua saat ini atau kah hanya menjadi sebuah mimpi dalam mewujudkan pembagunan yang sejahtera tentunya dalam rangka percepatan pembangunan kesejahteraan dan peningkatan kualitas pelayanan publik serta kesinambungan dan keberlanjutan pembangunan di wilayah Papua,” katanya.
Tampil sebagai pembicara kunci Jimly Asshiddiqie. Dikatakannya, Papua memiliki nilai sejarah yang panjang saat bergabung dengan Indonesia melalui Konfrensi Meja Bundar dan akhirnya, pada 31 Desember 1962, kekuasaan de jure Indonesia atas tanah Papua dimulai, di bawah pengawasan PBB.
“Bendera Belanda juga diganti dengan bendera sang Saka Merah Putih. Tanggal 1 Mei 1963, Papua diberikan sepenuhnya kepada Indonesia,” ujar Jimly
Anggota Komisi II DPR Syamsurizal memaparkan, berdasarkan sekitar Rp144 Triliun telah digelontorkan Pemerintah Pusat untuk Perjalanan Otonomi Khusus Papua, sehingga dana yang begitu besar harus dirasakan dampak positifnya untuk kesejahteraan Masyarakat Papua.
Sementara itu Direktur Penataan Daerah Otonomi Khusus dan DPOP Kemendagri Valentinus Sudarjanto Sumito memaparkan, Pemerintah Pusat sangat memperhatikan masyarakat di tanah Papua dengan mengeluarkannya UU Nomor 2 Tahun 2021.
“Sepanjang tahun 2020, Provinsi Papua mendapat alokasi anggaran pendidikan Rp1,62 triliun dari total dana Otonomi Khusus Papua sebesar Rp5,29 triliun. Sementara Provinsi Papua Barat menerima sekitar Rp470 miliar dari total dana Otonomi Khusus Papua Bara senilai Rp1,7 triliun,” kata Valentinus.
Salah satu penggunaan dana Otonomi Khusus tersebut ditujukan untuk peningkatan sektor pendidikan masyarakat di Tanah Papua yang diharapkan mampu meningkatkan Sumber Daya Manusia yang ada.
Valentinus menyampaikan, Kementerian Dalam Negeri sangat terbuka lebar untuk berdiskusi terkait dengan Perjalanan Otonomi Khusus Papua dan akan menjalankan amanat dari Bapak Presiden untuk selalu memperhatikan Papua.
Direktur LBH Papua Emanuel Gobay yang merupakan Orang Asli Papua menjelaskan Pemerintah Pusat di Jakarta tidak ada satupun aspirasi rakyat papua yang diterima dalam Otonomi Khusus Papua.
Pelanggaran HAM masih terjadi di Masyarakat Papua. Ia meminta Pemerintah Pusat untuk lebih memikirkan lagi Masyarakat Papua karena juga adalah orang Indonesia.
Setelah itu, Sekretaris Jenderal Pengurus Nasional Aliansi Muda Kabah Ainul Yaqin mengatakan, Dana Otonomi Khusus tersebut harus dioptimalkan untuk Masyarakat Papua. Ia mempertanyakan soal cita-cita Otonomi Khusus ini telah sampai ke masyarakat Papua. “Jika tidak maka Otonomi Khusus ini dianggap belum optimal dalam memberikan kesejahteraan bagi Masyarakat Papua,” kata Ainul.
Ketua Umum Lembaga Bantuan Hukum Aliansi Muda Keadilan Denny Felano menilai ada kontrakdiksi pemaparan yang disampaikan oleh Pemerintah Pusat dengan LBH Papua. Namun, Denny melihat niat baik dari Pemerintah Pusat yang tertuang dalam Undang-Undang Nmor. 02 Tahun 2021.
“Kita harus kita liat juga dengan objektif dan apa yang telah disampaikan oleh LBH Papua sebagai perwakilan Masyarakat Papua juga harus kita dengarkan aspirasinya, sehingga Pemerintah Pusat dan Masyarakat Papua dapat duduk bersama untuk memajukan Masyarakat Papua agar setara dengan Provinsi – Provinsi lain di Indonesia untuk mengejar ketertinggalannya,” kata Denny.
Kritik saran kami terima untuk pengembangan konten kami. Jangan lupa subscribe dan like di Channel YouTube, Instagram dan Tik Tok. Terima kasih.
-
Tersangka4 minggu ago
KPK Sita Barang Bukti Kasus Taspen Senilai Rp.20 Miliar
-
Saksi3 minggu ago
KPK Kembali Periksa Eks Dirut PT PGN Jobi Triananda
-
Gugatan3 minggu ago
Niat Baik Berujung Laporan Polisi Pengacara Edric Siapkan Langkah Hukum
-
Ragam3 minggu ago
CBA minta Kejagung Usut Dana LPEI ke PT Bara Jaya Utama